Sayangnya, rumah-rumah ini telantar tanpa ada perawatan dari pemda. Beberapa ada yang dihuni. Beberapa rumah tampak rusak dan hancur atapnya. Beberapa rumah hanya bisa dilihat dari luar karena ditutup dengan pagar bambu. Benar-benar telantar dan terbengkelai!
Berkunjung ke BSO, kita diajak mengenal sejarah dan budaya bangsa Indonesia. BSO menjadi saksi bahwa sejak dahulu bangsa kita termasyur dalam perdagangan dan pelayaran. Selain itu juga bangsa kita mampu hidup berdampingan dan harmonis. Dari sejarah, kita tahu bahwa berbagai suku bangsa dan bahasa bisa hidup bersama dalam perbedaan. Ada orang Gowa, Melayu, Cina, Bugis, Makassar, dan bangsa Eropa. Fakta sejarah ini perlu kita gali, supaya di masa sekarang, kita pun bisa hidup berdampingan dan harmonis dalam perbedaan. Jangan sampai bangsa kita terpecah-belah dan mengalami kemunduran.
Mengapa BSO sepi?
Kompleks BSO ini sangat sepi. Pengunjung bisa dihitung dengan jari. Tempat wisata ini seperti mati dan tak ada gairah. Rumah-rumah adat rusak, taman tidak terurus, juga sampah berserakan. Padahal potensi wisatanya sangat besar sebagai wisata sejarah dan budaya. Menurut saya ada juga spot kekinian, yaitu tulisan orens BENTENG SOMBA OPU di samping museum. Di benteng, rumah adat, ataupun museum juga tak kalah instagramable untuk berfoto.Â
Waktu itu saya lihat juga ada pasangan yang melakukan foto prewedding dengan pakaian adat Bugis. Menjadi PR bagi pengelola dan pemda untuk membuat tempat ini menarik anak muda dan keluarga? Dengan pengelolaan dan perawatan yang baik, saya yakin akan membuat tempat wisata sejarah dan budaya ini menjadi nyaman untuk dikunjungi. (RR)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H