Gea berlari ke arahku. Kemudian duduk di sampingku.
"Ma, jari eyang ada 6. Bukan 5 loh... Kalau Gea hitung semuanya jadi ada 11. Punya Gea 10 aja ya, Ma?", ungkapnya padaku.
"Iya Gea...", jawabku singkat.
"Coba, Ma... coba Gea hitung punya Mama ada berapa", Â sahutnya sembari meraih kedua tanganku.
Dengan polosnya, Gea mulai menghitung jari-jariku. Dari tangan kanan, kemudian ke tangan kiri.
"Satu... dua... tiga.. empat... lima...", ucapnya dengan jelas.
Tak lama kemudian, dia kembali menghitung jari tangan kiriku. Setelah itu baru dia diam. Sepertinya mencoba berpikir.
"Ma, aku nggak salah hitung kan? Kenapa punya eyang saja yang beda? Punya eyang tadi, tangan kanan ada 6 jari. Terus tangan kiri ada 5. Jadinya semuanya 11", begitu cerocosnya.
Sementara itu, kulihat adikku ketawa-tawa. Ibu melirik ke adikku dengan lirikan yang bermakna. Mungkin batinnya : "Om-mu ini memang usil! Usil tenan!".
"Om-mu memang payah Gea! Kurang kerjaan!", kata suami sambil menepuk jidat. Suamiku tahu adikku suka bercanda tengil.
Aku santai saja menanggapi pertanyaan Gea.