Mohon tunggu...
Muhammad Malindo
Muhammad Malindo Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Kata

Suka kopi, kata, musik, rindu, dan puisi.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Membaca Puisi Anak Pencuri karya Joko Pinurbo

14 April 2023   14:17 Diperbarui: 29 April 2023   12:34 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Joko Pinurbo terkenal dengan puisinya yang sederhana, humor, dan ironis sekaligus. Ia banyak memberi judul puisinya dengan hal-hal sederhana seperti celana, toilet, kamar mandi, dsb. Selain judul, bahasa yang digunakan penyair ini pun tergolong sederhana dan mudah dipahami.

Namun, menemukan makna puisi seksualitas karya Joko Pinurbo, tidak cukup dengan hanya sekali baca. Puisi-puisi beliau banyak mengandung kiasan-kiasan khas  tak terduga. Kekhasan kiasan itulah yang membuat Joko Pinurbo tampak lain dari penyair-penyair lainnya.

Adapun puisi yang akan dibahas dalam tulisan kali ini ialah puisi yang berjudul "Anak Pencuri".  Salah satu puisi dalam antologi "Buku Latihan Tidur" (kumpulan puisi Joko Pinurbo).

Anak Pencuri

Pada hari ulang tahunnya saya bertandang
ke rumahnya dan hanya ditemui oleh anaknya.
"Selamat malam. Saya mencari bapakmu."
"Maaf, ayah sedang sibuk mencuri."

Ia suguhkan secangkir kopi. Harum kopinya
mengandung bau keringat bapaknya.
"Apakah ini kopi curian bapakmu?"
"Justru kopi yang sudah mencuri jam tidur ayah."

Lama saya tunggu, bapaknya tak kunjung datang.
"Jam berapa bapakmu pulang mencuri?"
"Jadwal mencuri ayah tidak pasti.
Kalau sedang mencuri, ayah sulit dicari."

Jangan-jangan ia sedang mencuri kesedihan kita
dan menyerahkannya kepada kata-kata.

"Baiklah, saya pamit. Salam buat bapakmu.
Semoga ia tidak hilang dicuri hujan."

Dalam perjalanan menuju pulang saya dengar
suara anak pencuri itu dalam derai hujan

(2015)

Pada baris pertama dan kedua bait pertama, Joko Pinurbo menceritakan kedatangannya ke rumah seseorang yang sedang berulang tahun. Akan tetapi seorang yang ingin ditemui oleh Joko Pinurbo itu sedang tidak berada di rumah. Adapun alasan mengapa seseorang yang sedang berulang tahun itu tidak berada di rumahnya termuat dalam baris keempat bait pertama. Alasan tersebut tidak lain tidak bukan adalah karena sedang sibuk mencuri.

Lalu pada bait kedua, Joko Pinurbo menceritakan bahwa dirinya disuguhkan secangkir kopi oleh seorang anak pencuri. Kopi yang disuguhkan oleh anak seorang pencuri itu  mengandung bau keringat bapaknya. Barangkali hal inilah yang membuat Joko Pinurbo bertanya pada anak pencuri itu dalam baris ketiga bait kedua, "Apakah ini kopi curian bapakmu?"  Kemudian si anak pencuri itu menyanggah dengan jawaban, "Justru kopi yang sudah mencuri jam tidur ayah."

Tak berhenti sampai di situ, dialog antara Joko Pinurbo dan anak pencuri itu masih berlanjut. Hal itu terdapat dalam bait ketiga baris pertama dan kedua.
"Jam berapa bapakmu pulang mencuri?"
"'Jadwal ayah mencuri tidak pasti.
Biasanya kalau mencuri ayah sulit dicari."

Nah, pada bait keempat Joko Pinurbo sepertinya curiga pada seorang pencuri yang sedang tidak berada di rumah.
"Jangan-jangan ia sedang mencuri kesedihan kita
dan menyerahkannya kepada kata-kata."
Hal ini tentu saja  membuat pembaca (saya waktu pertama kali membaca puisi ini) bertanya-tanya.

Setiap pembaca puisi ini akan berfokus dan bertanya-tanya tentang  makna 'mencuri'  dan 'pencuri' dalam puisi tersebut. Bukankah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pencuri memiliki arti orang yang mencuri; maling?

Demikianlah makna kata dalam puisi yang tidak selalu sama dengan kata-kata dalam kamus. Hal ini karena adanya penyimpangan arti, penggantian arti, dan penciptaan arti yang membuat puisi menjadi buram. Adapun penggantian arti disebabkan penggunaan metafora dan metonimia. Penyimpangan meliputi ambiguitas, kontradiksi, dan nonsene. Sedangkan penciptaan arti berupa bentuk visual
yang secara linguistik tidak berarti, tetapi menimbulkan makna.

Alfin dalam bukunya Apresiasi Sastra Indonesia mengutip Geoffrey Leech yang membagi penyimpangan kecenderungan mutakhir puisi Indonesia menjadi sembilan bagian.

1. Penyimpangan leksikal
2. Penyimpangan semantik
3. Penyimpangan fonologis
4. Penyimpangan morfologis
5. Penyimpangan sintaksis
6. Penyimpangan dialek
7. Penyimpangan register
8. Penyimpangan histories
9. Penyimpangan grafologis

Penyimpangan leksikal dalam puisi ini bisa ditemui dari baris keempat di bait pertama.
"Maaf, ayah sedang sibuk mencuri."
Kata "mencuri" dalam baris tersebut memiliki makna lain di luar pengertian biasa (kata mencuri dalam puisi ini bukan berati negatif melainkan sebaliknya). Adapun makna "mencuri" dalam puisi ini mengungkapkan seorang ayah yang sibuk bekerja sebagai petani kopi.

Makna mencuri sebagai bekerja di kebun kopi terkandung di balik diksi, Harum kopinya/mengandung bau keringat bapaknya. Akan lebih jelas lagi bila puisi ini dibaca secara teliti dari awal bait.

Dalam bait pertama di awal-awal baris sebetulnya Joko Pinurbo sedang menceritakan tentang kesibukan kerja seseorang yang hidupnya penuh dengan kesusahan. Saking susahnya hidup seseorang itu, ia sampai tak bisa merayakan hari ulang tahunnya seperti kebanyakan orang.

Hal ini diperjelas oleh Joko Pinurbo pada makna di balik baris-baris bait kedua.
Ia suguhkan secangkir kopi. Harum kopinya
mengandung bau keringat bapaknya.
"Apakah ini kopi curian bapakmu?"
"Justru kopi yang sudah mencuri jam tidur ayah."

Jadi, makna kata kopi dalam puisi ini tidak lagi sama seperti kata kopi yang ada dalam kamus. Kopi dalam puisi ini memiliki makna hidup. Kopi yang disuguhkan adalah hidup yang sebetulnya sedang diceritakan oleh seorang anak kepada Joko Pinurbo.  Harum kopinya/mengandung bau keringat bapaknya. "Harum kopi" dalam puisi ini berarti kondisi hidup keluarga anak itu yang ditopang oleh hasil keringat ayahnya sebagai petani kopi.

Lebih jelas lagi dalam baris ketiga dan keempat bait kedua puisi tersebut.
"Apakah ini kopi curian bapakmu?"
Joko Pinurbo sebetulnya bertanya mengenai kondisi hidup keluarga anak itu, apakah kehidupan keluarga anak itu ditopang oleh hasil curian bapaknya?

Lalu seorang anak itu pun menjawab,
"Justru kopi yang sudah mencuri jam tidur ayah." Baris ini berisi  ungkapan seorang anak tentang kesusahan hidup yang membuat ayahnya jarang tidur karena harus banting tulang. Hal tersebut pun diperkuat oleh Joko Pinurbo pada bait ketiga di baris pertama yang berbunyi,
 Lama saya tunggu bapaknya tak kunjung datang.

Lalu dengan sengaja Joko Pinurbo bertanya lagi dalam baris kedua bait ketiga,
"Jam berapa bapakmu pulang mencuri?"
Jadwal ayah mencuri tidak pasti.
Dua baris puisi berisi pertanyaan dan jawaban yang mengungkapkan jadwal kepulangan kerja seorang ayah yang tidak pasti.

Hal itulah yang membuat Joko Pinurbo merasa iba pada keluarga anak itu. Kepada pembaca, Joko Pinurbo berkata dalam bait ketiga puisinya,  Jangan-jangan ia sedang mencuri kesedihan kita/dan menyerahkannya kepada kata-kata.

Baiklah, saya pamit. Salam buat bapakmu.
Semoga ia tidak hilang dicuri hujan
Bait ini mengungkapkan harapan Joko Pinurbo atas keselamatan ayah anak itu.

Sedangkan pada bait terakhir, Joko Pinurbo secara metaforis menceritakan kesedihan seorang anak.
"Dalam perjalanan menuju pulang saya dengar
suara anak itu dalam derai hujan.
Derai hujan menjadi kiasan suara tangis atau kesedihan seorang anak yang baru saja usai berdialog dengan Joko Pinurbo.

Demikianlah makna puisi Anak Pencuri karya Joko Pinurbo. Makna yang ditangkap dari antologi puisi "Latihan Tidur" lalu diikat dalam tulisan ini. Semoga tak menyakiti makna (apresiasi) lain puisi tersebut.  Tabik!

Mekko 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun