Mohon tunggu...
Muhammad Malindo
Muhammad Malindo Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Kata

Suka kopi, kata, musik, rindu, dan puisi.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Membaca Puisi Anak Pencuri karya Joko Pinurbo

14 April 2023   14:17 Diperbarui: 29 April 2023   12:34 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(2015)

Pada baris pertama dan kedua bait pertama, Joko Pinurbo menceritakan kedatangannya ke rumah seseorang yang sedang berulang tahun. Akan tetapi seorang yang ingin ditemui oleh Joko Pinurbo itu sedang tidak berada di rumah. Adapun alasan mengapa seseorang yang sedang berulang tahun itu tidak berada di rumahnya termuat dalam baris keempat bait pertama. Alasan tersebut tidak lain tidak bukan adalah karena sedang sibuk mencuri.

Lalu pada bait kedua, Joko Pinurbo menceritakan bahwa dirinya disuguhkan secangkir kopi oleh seorang anak pencuri. Kopi yang disuguhkan oleh anak seorang pencuri itu  mengandung bau keringat bapaknya. Barangkali hal inilah yang membuat Joko Pinurbo bertanya pada anak pencuri itu dalam baris ketiga bait kedua, "Apakah ini kopi curian bapakmu?"  Kemudian si anak pencuri itu menyanggah dengan jawaban, "Justru kopi yang sudah mencuri jam tidur ayah."

Tak berhenti sampai di situ, dialog antara Joko Pinurbo dan anak pencuri itu masih berlanjut. Hal itu terdapat dalam bait ketiga baris pertama dan kedua.
"Jam berapa bapakmu pulang mencuri?"
"'Jadwal ayah mencuri tidak pasti.
Biasanya kalau mencuri ayah sulit dicari."

Nah, pada bait keempat Joko Pinurbo sepertinya curiga pada seorang pencuri yang sedang tidak berada di rumah.
"Jangan-jangan ia sedang mencuri kesedihan kita
dan menyerahkannya kepada kata-kata."
Hal ini tentu saja  membuat pembaca (saya waktu pertama kali membaca puisi ini) bertanya-tanya.

Setiap pembaca puisi ini akan berfokus dan bertanya-tanya tentang  makna 'mencuri'  dan 'pencuri' dalam puisi tersebut. Bukankah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pencuri memiliki arti orang yang mencuri; maling?

Demikianlah makna kata dalam puisi yang tidak selalu sama dengan kata-kata dalam kamus. Hal ini karena adanya penyimpangan arti, penggantian arti, dan penciptaan arti yang membuat puisi menjadi buram. Adapun penggantian arti disebabkan penggunaan metafora dan metonimia. Penyimpangan meliputi ambiguitas, kontradiksi, dan nonsene. Sedangkan penciptaan arti berupa bentuk visual
yang secara linguistik tidak berarti, tetapi menimbulkan makna.

Alfin dalam bukunya Apresiasi Sastra Indonesia mengutip Geoffrey Leech yang membagi penyimpangan kecenderungan mutakhir puisi Indonesia menjadi sembilan bagian.

1. Penyimpangan leksikal
2. Penyimpangan semantik
3. Penyimpangan fonologis
4. Penyimpangan morfologis
5. Penyimpangan sintaksis
6. Penyimpangan dialek
7. Penyimpangan register
8. Penyimpangan histories
9. Penyimpangan grafologis

Penyimpangan leksikal dalam puisi ini bisa ditemui dari baris keempat di bait pertama.
"Maaf, ayah sedang sibuk mencuri."
Kata "mencuri" dalam baris tersebut memiliki makna lain di luar pengertian biasa (kata mencuri dalam puisi ini bukan berati negatif melainkan sebaliknya). Adapun makna "mencuri" dalam puisi ini mengungkapkan seorang ayah yang sibuk bekerja sebagai petani kopi.

Makna mencuri sebagai bekerja di kebun kopi terkandung di balik diksi, Harum kopinya/mengandung bau keringat bapaknya. Akan lebih jelas lagi bila puisi ini dibaca secara teliti dari awal bait.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun