Mohon tunggu...
A, Malik Mughni
A, Malik Mughni Mohon Tunggu... -

seorang pembelajar kehidupan, yang tengah mencari kesejatian hidup, kehidupan, dan penghidupan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Gus Dur Adalah Kunci! (1)

12 Maret 2015   21:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:44 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Propinsi Papua terdiri dari 27 Kabupaten/Kota dengan luas 420.540 km².
warga yang terbagi dalam ratusan suku dan bahasa. Dengan dimensi geografisnya yang dikitari pegunungan dan lautan, setiap daerah di Papua sampai saat ini masih sulit dijangkau oleh alat transportasi biasa.

Dari Jayapura, menuju Kabupaten Sorong, atau Manokwari misalnya, tak  bisa ditempuh kecuali dengan pesawat atau kapal laut. Program transmigrasi yang  digulirkan sejak era Orde Baru, ditambah dengan otonomi khusus yang diterapkan tahun 2001 lalu, membuat wajah Papua agak berubah.

Engel menguraikan, masyarakat adat setempat, kini telah berbaur dengan para pendatang. Animisme yang dianut pun perlahan terkikis. Kini banyak masyarakat adat memeluk agama Islam dan Nasrani. Sebagian warga Papua masih mempertahankan tradisi asli mereka. Tak kurang daari 255 suku dengan dialek bahasa masing-masing, terdapat di Tanah Tabi. Mereka tinggal di gunung-gunung, di pedalaman Papua. Meski begitu, menurut Budayawan Sentani, Engel Wally, seluruh warga Papua, mengerti bahasa Indonesia. Di Sentani saja, yang notabene merupakan salah satu Kecamatan di
Kabupaten Jayapura, terdapat puluhan suku yang punya dialek bahasa
beragam.

“Sentani, dibagi sentani timur, tengah dan barat. Masing-masing punya bahasa masing-masing dengan dialek berbeda. Tapi semua warga Papua tahu bahasa Indonesia. Di pedalaman sekali saya tak akan bicara bahasa saya atau bahasa mereka. Tapi kami akan bicara bahasa Indonesia. Sejak tahun 30-an bahasa Indonesia masuk lewat para penduduk pendatang dan penginjil,” kata Engel.

Ia mencontohkan, sapaan Selamat Pagi, di Sentani timur adalah Renevoy. Sementara di Barat, sapaan itu berbunyi Denevoy. Dua kata tersebut, menurut Engel adalah bahasa asli Sentani, yang bukan kata serapan dari bahasa mana pun. Karenanya, bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan di Papua. “Kami banyak mendengar dan mengejanya sendiri. Sekali mendengar, pelan-pelan  akan mengikuti berbicara bahasa Indonesia. Begitu pun bahasa Inggris,” imbuhnya.

Meski saat ini warga Papua terdiri dari beragam suku, bahsa dan agama, Engel berani menjamin bahwa agama, suku dan bahasa yang berbeda itu tak membuat warga di Papua berperang. “Kami saling menghargai agama, suku dan bangsa sesama. Inilah miniature Indonesia. Siapa pemimpin yang mengerti soal itu, selain Gus Dur? ,” kata Engel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun