Tapi belakangan saya sering menemui apa yang Jejeboy gambarkan dalam BLUES LENDIR nya di keseharian. Itu pun cuma meminta negara untuk tak ikut campur urusan percampuran dua insan, pabila itu terjadi "DIATAS RANJANG, DIBAWAH TANAH, DIRANAH PRIVAT 17 TAHUN KE ATAS".Â
CINTA ITU BUTA adalah salah.Â
CINTA itu tak buta, tapi MEMBUTAKAN. Tapi, seperti Thaf si gadis buta pengendali tanah yang jadi sangat sangat peka dan mampu membaca getaran, tangan pangeran burung itu, yang tak punya mata seperti kaki (mata kaki), jadi sangat peka, menelusuri sumber detak si jantung hati, terselimut lemak nabati. 😅
Kata Ari Lasso "SENTUHLAH DIA TEPAT DI HATINYA, DIA KAN JADI MILIKMU SELAMANYA. SENTUH DENGAN SETULUS JIWA, BUATLAH DIA TAMPAK MELAYANG.."
Benar saja, si burung melompat saat si katak melayang #eh
-ME-
***
Tentu, tulisan ini tak bermaksud untuk mengemukakan pembenaran atau ngesah. Justru, ini semacam pengantar untuk mendiskusikan tentang bagaimanakah BATASAN MALU & KEMALUAN DI ERA YANG MAKIN LIBERAL INI, terutama di Indonesia yang masih menjunjung adat istiadat tradisional.
Apakah ketika Bung Karno memproklamirkan KEMERDEKAAN INDONESIA lantas Indonesia serta merta merdeka (de facto maupun de jure) ???
Begitupun dengan artikel ini, saya tak sedang berusaha menyalahkan pihak lain dan menampakan diri seolah yang paling suci. Ini semacam cita-cita untuk menjadi orang yang lebih baik (ibaratnya Proklamasi Kemerdekaan), yang mana sekarang masih berada di titik yang dapat dibilang buruk (ibaratnya sementara Berjuang Untuk Merdeka).Â
Diskusi ini lebih menitik-beratkan ETIKA PUBLIK vs ETIKA PRIVAT.
Saya sangat terbuka dengan DISKUSI dan PERTUKARAN WACANA.Â
Bagi saya "SETIAP ORANG WAJIB BERPENDAPAT, TETAPI TIDAK WAJIB DITERIMA"