Mohon tunggu...
Malik Fajar
Malik Fajar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Lagi suka menulis

Hii, Seorang blogger yang suka menulis hal-hal random di internet. Mungkin tulisannya tidak sebagus dan serapi penulis-penulis lain yang sudah menggeluti dunia penulisan sejak lama.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

"Bertempur" dengan Kodok Tebu Sang Pembasmi Hama di Australia

1 Oktober 2023   09:27 Diperbarui: 10 Oktober 2023   11:16 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hama menjadi salah satu musuh terbesar para petani yang ingin merasakan hasil panennya. Segala upaya dilakukan untuk membarantas hama yang mengganggu tanaman mereka. 

Namun, nasib malang dialami oleh para petani di Australia. Awalnya ingin membasmi hama dengan mendatangkan kodok tebu, malah berakhir dengan masalah baru yang merepotkan satu negara.

Kedatangan Kodok Tebu ke Australia

Tebu telah ditanam secara komersial di Australia tepatnya di Queenisland sejak tahun 1860-an. Muncul kekhawatiran dari petani yang merasa hasil panennya terus menurun setiap tahunnya karena kumbang tebu yang terus memakan tanaman mereka.

Kekhawatiran para petani ini sampai ke telinga Pemerintah Queenisland dan pada tahun 1900 didirikan Bureau of Sugar Experiment Stations (BSES) yang bertujuan untuk meneliti tentang hama kumbang tebu dan mencari pembasminya.

Setelah 25 tahun meneliti mengenai hama kumbang tebu dan solusi yang tepat untuk mengatasinya, BSES pada akhirnya membawa kodok tebu ke Australia. BSES yakin kodok tebu adalah solusi untuk mengatasi permasalahan hama di Australia.

Pada tahun 1935, sebanyak seratus dua puluh kodok tebu dibawa dari Honolulu ke stasiun riset di perkebunan tebu di pantai timur laut Australia.

Supplied: Queensland Museum 
Supplied: Queensland Museum 

Hanya sekitar seratus satu kodok tebu yang berhasil bertahan hidup dan sampai dengan selamat. Kodok-kodok yang selamat tadi dikembangbiakan kembali, hingga setahun kemudian mereka menghasilkan 1,5 juta lebih telur. 

Anak-anak kodok yang menetas sengaja dilepas ke sungai dan kolam dekat lokasi perkembangbiakan dengan tujuan awal agar mereka bisa tumbuh dewasa dan mampu mengatasi hama di perkebunan. 

Invasi Kodok Tebu

Kodok tebu memiliki kemampuan berkembangbiak yang sangat cepat. Selama kurun waktu yang  singkat mereka telah menyebar ke seluruh daratan Australia. 

Dari Queensland mereka menyebar ke utara ke Semenanjung Cape York, dan selatan ke New South Wales. Pada tahun 1980-an mereka masuk Northern Territory. Pada 2005 kodok tebu mencapai tempat bernama Middle Point, di bagian barat Territory, tidak jauh dari Kota Darwin.

Pada tahap awal invasi, kodok tebu maju dengan laju sekitar 10 km per tahunnya. Beberapa decade kemudian, mereka maju dengan laju 20 km per tahun. Setelah sampai Middle Point mereka bergerak maju 50 km per tahun.

Para peneliti menemukan kodok-kodok yang berada di garis depan memiliki kaki yang lebih panjang dari pada kodok yang tetap berada di Queensland.

Source: Kearney, M, Phillips, BL, Tracy, CR, Christian, KA, Betts, G & Porter, WP 2008, ‘Modelling species distributions without using species distrib
Source: Kearney, M, Phillips, BL, Tracy, CR, Christian, KA, Betts, G & Porter, WP 2008, ‘Modelling species distributions without using species distrib

Kodok tebu bukan hanya memiliki ukuran yang sangat besar, tetapi juga sangat beracun. Mereka akan mengeluarkan lendir putih susu senyawa penghenti jantung. Racun akan bereaksi kepada hewan dan manusia yang memakan kodok tebu, dengan gejala awal mulut berbusa sampai henti jantung.

Kodok tebu menjadi sangat invasif karena di Australia tidak ada spesies kodok beracun. Jadi fauna aslinya tidak mewaspadai akan datangnya kodok tebu.

Kodok tebu menjadi ancaman karena hampir seluruh hewan asli Australia memakannya. Daftar spesies yang jumlahnya jatuh karena makan kodok tebu itu panjang dan beragam.

Di dalamnya ada: buaya air tawar Australia (Crocodylus johnstoni); biawak coklat (Varanus panoptes); kadal lidah biru utara (Tiliqua scincoides intermedia); naga air Australia (Intellagama lesueurii); berbagai ular berbisa dan ular biasa; dan Quoll utara (Dasyurus hallucatus).

Melawan Kodok Tebu

Image credit: Radio Pictures P/L 
Image credit: Radio Pictures P/L 

Dalam upaya menghambat kodok tebu, orang Australia telah mencoba berbagai macam cara cerdas dan kurang cerdas. Toadinator adalah jebakan dengan pengeras suara yang membunyikan nyanyian kodok tebu.

Para peneliti dari Universitas Queensland telah mengembangkan umpan untuk memancing kecebong kodok tebu agar dapat dibasmi. 

Orang menembak kodok tebu dengan senapan angin, menggetoknya dengan palu dan stik golf, sengaja melindasnya dengan mobil, membekukannya dalam kulkas, dan menyemprotkan dengan pembasmi kodok.

Langkah kecil untuk mengontrol perkembangan kodok tebu dengan mengambil telur-telur mereka yang tersebar di sungai dan kubangan air. 

Pemerintah Australia menghabiskan setidaknya 20 juta dollar Australia untuk mengurangi dampak dari serangan kodok tebu. Mereka melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kemampuan bertahan hidup spesies asli dan mengurangi dampak dari kodok tebu.

Pada tahun 200o, Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO) mengembangkan program pengendalian biologis kodok tebu yang didanai oleh Pemerintah Australia.

Tujuan diadakannya program tersebut untuk mengendalikan dampak biologis dari kodok tebu dalam jangka panjang. 

Program ini melibatkan rekayasa virus yang akan menginfeksi katak muda dan menghentikan mereka berkembangbiak menjadi katak dewasa.

Namun masih ada kendala terkait mengembangkan rekayasa virus untuk mengendalikan katak tebu, termasuk ketersediaan vektor virus yang dapat diterima.

Pada tahun 2008, program ini berakhir dengan kesimpulan bahwa pelepasan virus untuk mengontrol perkembangan kodok tebu mungkin tidak mendapatkan persetujuan karena peraturan tentang penggunaan organisme hasil rekayasa genetika di lingkungan.

Mengelola dampak lokal katak tebu dibandingkan memusnahkannya merupakan pendekatan jangka panjang yang lebih efektif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun