- Apa pengertian Hukum Perdata Islam di Indonesia?
Dalam pandangan umum masyarakat, pengertian hukum sering kali di fahami sebagai hak yang mengarah pada peraturan atau ketentuan moral dari berbagai bahasa yang sering di sebut istilah right, recht. Hukum di artikan sebagai undang-undang yang mengarah pada aturan yang di bentuk oleh lembaga terkait (legislative) yang dalam berbagai bahasa di sebut istilah law, lex. Hukum pun di artikan sebagai kaidah, ilmu pengetahuan, dan putusan. Sementara itu hukum islam dalam arti peraturan perundang undangan adalah Al-Qanum. Istilah hukum perdata pertama kali di perkenalkan oleh Prof. Djojodiguno sebagai terjemahan dari burgerlijkrecht pada masa pendudukan jepang.
Hukum perdata islam di Indonesia sendiri berasal dari perpaduan antara hukum perdata, hukum adat, dan hukum islam yang hidup dan berkembang di Indonesia yang mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan subjek hukum yang lain dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan. Hukum perdata bertujuan sebagai jaminan kepastian hubungan antara satu orang dengan orang lain, baik sebagai anggota masyarakat maupun benda di dalam masyarakat. Dalam terminologi Islam, istilah perdata ini sepadan dengan makna muamalah. Hukum Perdata Islam didalamnya meliputi munakahat, munakahat disini mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan, perceraian, serta akibatnya. Lalu yang kedua surat perintah, yang mengatur segala hal yang berkaitan dengan waris, ahli waris, pewarisan, dan pembagian warisan. Hukum waris Islam ini juga dikenal dengan ilmu fara'id. Yang ketiga, mu’amalat dalam arti khusus, mengatur masalah kebendaan dan hak atas benda, hubungan manusia dalam hal jual beli, sewa, pinjam meminjam, persekutuan, dan sebagainya.
- Prinsip perkawinan dalam UU 1 tahun 1974 dan KHI
Perkawian adalah ikatan lahir batin antara seorang lelaki dengan seorang perempuan dimana kedudukanya sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam UU no 1 tahun 1974 pengertian perkawinan sendiri merupakan ikatan dari laki-laki dan perempuan sehingga timbul hak serta kewajiban atas perkawinan yang telah di laksanakan serta bertujuan untuk menaati perintah agama. Sehingga, perkawinan itu bukanlah perkara yang bisa dikatakan hal sepele. Karena perkawinan itu sacral dan berhubungan dengan kehidupan di dunia dan di akhirat. Perkawinan di harapkan menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Sehingga dalam praktiknya memiliki unsur-unsur yang harus di penuhi agar perkawinan itu menjadi perkawinan yang sah sesuai dengan perintah agama
Didalam UU nomor 1 tahun 1974 juga menerangkan mengenai prinsip prinsip perkawinan, yang diamana prinsip tersebut memiliki landasa hokum yang tegas dalam Al-Qur’an dan Hadis. Adapun prinsip perkawinan menurut UU No. 1/1974 adalah:
1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal;
2. Sahnya perkawinan sangat tergantung pada ketentuan hukum agama dan kepercayaan masing-masing;
3. Asas monogami;
4. Calon suami dan istri harus telah dewasa jiwa dan raganya;
5. Mempersulit terjadinya perceraian;
6. Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang.
Dan didalam KHI di nyatakan bahwa perkawinan itu bersifat monogami atau beristri satu, namun dalam keadaan tertentu seorang suami di perbolehkan untuk menikahi lebih dari satu perempuan dengan syarat bahwa mendapatkan izin dari istri yang sebelumnya serta mampu memberikan jaminan bagi istrinya untuk bersikap adil dalam pemberian nafkah, baik nafkah batin maupun dzahir dan juga adil dalam memberikan nafkah kepada anaknya
- Pentingnya pencatatan perkawinan dan apa dampak yang terjadi bila pernikahan tidak dicatatkan sosiologis, religious dan yuridis?
Pencatatan pernikahan adalah kegiatan menulis yang dilakukan oleh seorang mengenai suatu peristiwa yang terjadi. Pencatatan pernikahan sangat penting dilaksanakan oleh pasangan mempelai, karena buku nikah yang mereka peroleh merupakan bukti otentik tentang keabsahan pernikahan, baik secara agama maupun negara. Pencatatan pernikahan dapat memberikan perlindungan terhadap status pernikahan, memberikan kepastian terhadap status hukum suami-istri maupun anak, serta memberikan perlindungan terhadap hak-hak yang diakibatkan oleh adanya pernikahan. Hal ini juga sebagai suatu upaya yang diatur melalui perundang-undangan untuk melindungi martabat dan kesucian pernikahan, khususnya bagi kaum perempuan dan anak dalam kehidupan rumah tangga guna melindungi hak-haknya. Melalui pencatatan pernikahan yang dibuktikan oleh buku nikah, apabila terjadi perselisihan di antara suami istri, maka salah satu di antaranya dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh hak masing-masing.
Dampak apabila pernikahan tidak dicatatkan berakibat pada kedudukan dan status anak yang sah serta hubungan warisnya. Kedudukan dan status anak yang dilahirkan terdapat pada Pasal 42 UU Perkawinan yang menjelaskan bahwa “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”. Oleh karena itu, jika anak terlahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan, maka status anak yang dilahirkan sama halnya dengan anak luar kawin. Kemudian dalam hal kewarisan tersebut dijelaskan pada Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”. Oleh karena itu, anak tidak dapat mewaris dari ayahnya dan tidak terjadi hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. Dan dari aspek sosiologis akan berdampak pada kehidupan social masyarakatnya, pernikahan yang tidak dicatatkan akan menimbulkan fitnah seperti menikah karena hamil diluar nikah atau bagi pihak perempuan akan dianggap sebagai perempuan simpanan.
- Pendapat ulama dan Kompilasi Hukum Islam tentang perkawinan wanita hamil.
Perkawinan sendiri merupakan ikatan dari laki-laki dan perempuan sehingga timbul hak serta kewajiban atas perkawinan yang telah di laksanakan serta bertujuan untuk menaati perintah agama. Realitas kehidupan masyarakat tidak dapat dihindari adanya hamil diluar nikah. Hamil diluar nikah adalah tindakan yang pada dasarnya sangat tidak dianjurkan oleh agama, karena agama mengajarkan manusia pada kebajikan, namun demikian praktek ini masih banyak kita jumpai di masyarakat
Beberapa ulama berbeda pendapat mengenai hokum perkawinan wanita hamil, menurut Imam Ahmad bin Hanbal tidak boleh melangsungkan pernikahan antara wanita hamil karena zina dengan laki-laki sampai ia melahirkan kandungannya. Kedua, menurut Imam Syafi'i berpendapat bahwa menikahi wanita hamil karena zina dibolehkan bagi yang telah menghamilinya maupun bagi orang lain. Dalam pandangan madzhab ini, wanita yang zina itu tidak mempunyai iddah. Adapun jika melangsungkan pernikahan, maka nikahnya tetap sah. Ketiga, menurut Imam Hanafi wanita yang hamil diluar nikah boleh menikah dengan laki laki yang menghamilinya atau yang bukan. Keempat, Imam Maliki, tidak sah perkawinannya kecuali dengan laki-laki yang menghamilinya dan ini harus memenuhi syarat, yaitu harus taubat terlebih dahulu.
Sedangkan menurut KHI bahwa wanita yang hamil di luar nikah bisa langsung di nikahkan dengan laki-laki yang menghamilinya tanpa menunggu wanita itu melahirkan kandugannya dan sah hukumnya. Sesuai dengan yang tertera dalam Kompilasi Hukum Islam Bab VIII pasal 5 ayat (1), (2), (3) menyatakan: (1) jika wanita yang hamil diluar nikah harus dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya (2) perkawinan dapat dilakukan tanpa harus menunggu wanita itu melahirkan (3) perkawinan tidak perlu diulangi lagi setelah wanita melahirkan.
- Perceraian adalah perbuatan yang dibenci Allah dan halal, apa yang dilakukan untuk menghindari perceraian?
Perceraian merupakan berakhirnya masa perkawinan oleh pasangan suami dan istri karena adanya talak yang telah diucapkan. Perceraian merupakan perbuatan yang memang di perbolehkan, namun di benci oleh Allah. Sehingga apabila dalam berumah tangga dan erjadi prselisihan lebih di anjurkan dan di utamakan untuk berdamai daripada bercerai.
Hal hal yang dapat dilakukan untuk menghindari perceraian:
1. Menjaga komunikasi yang baik dengan pasangan karena komunikasi yang baik merupakan salah satu kunci utama dalam menjaga keharmonisan rumah tangga. Serta berusaha untuk terbuka dan jujur dalam berkomunikasi dengan pasangan, dan juga mendengarkan pendapat dan perasaan pasangan dengan seksama.
2. Menghargai pasangan dan memperlakukannya dengan baik dan pernah melakukan tindakan yang merugikan atau menyinggung perasaan pasangan.
3. Menghindari tindakan kekerasan. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu faktor yang bisa menyebabkan perceraian. Oleh karena itu, sebaiknya menghindari tindakan kekerasan dalam bentuk apapun terhadap pasangan.
4. Menghindari sikap egois, jangan selalu memikirkan kepentingan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan pasangan
5. Jika terjadi konflik atau salah paham dengan pasangan, sebaiknya cepat memperbaiki kesalahan dengan jujur dan tulus. Jangan pernah menyimpan dendam atau kemarahan yang bisa mengganggu keharmonisan rumah tangga.
6. Berdoa kepada Allah dan berserah diri kepada-Nya, merupakan salah satu cara yang efektif untuk menjaga keharmonisan rumah tangga. Memohon pertolongan dan petunjuk kepada Allah dapat membantu menyelesaikan masalah yang terjadi dalam rumah tanggan
- Jelaskan judul buku, nama pengarang dan kesimpulan tentang buku yang anda review, inspirasi apa yang anda dapat setelah membaca buku tersebut!
Buku yang say abaca berjudul Dinamika Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Analisis legalisasi hukum perkawinan Islam dalam sistem hukum nasional) karya Prof. Dr. Sabri Samin, M.Ag. kesimpulan dari buku yang saya baca adalah upaya untuk menempatkan hukum Islam pada tempat yang layak dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia, ditandai dengan berlakunya UU RI. No. 1 Tahun 1974 dan KHI yakni memposisikan hukum Islam sebagai hukum nasional yang sejak lama terkungkung oleh hukum adat dan melepaskan diri dari hukum kolonial. Legislasi hukum Islam sebagai hukum agama dalam UU RI. No. 1 Tahun 1974 dan KHI memberikan angin segar terhadap penerapan hukum perkawinan Islam, meskipun oleh sebagaian orang menilai undang-undang itu tidak dapat disebut hukum Islam.
Hukum Islam telah memiliki konsep atau kedudukan yang kuat dalam tataran yuridis formal. Dengan demikian, menurut teori implementasi bahwa hukum Islam tidak sekadar konsep saja, tetapi hukum Islam harus diaktualisasikan melalui kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. baik dari dimensi ibadah maupun dimensi muamalah. Dengan begitu, Buku Dinamika Hukum Perdata Islam, Analisis Legislasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, secara global membahas problematika hukum perkawinan baik dalam tataran teori maupun dalam tataran praktis. Tataran teori membahas tentang sejarah pertumbuhan, sumber dan rujukan pembentukan hukum Islam, dan teori keberlakuan hukum Islam di Indonesia, dinamika UU RI. No. 1 Tahun 1974 dalam sistem hukum nasional, eksistensi KHI dalam sistem hukum nasional, definisi perkawinan, tujuan perkawinan, rukun dan syarat perkawinan, asas atau prinsip perkawinan. Tataran praktis membahas larangan perkawinan, penetapan asal-usul anak, pencatatan perkawinan, aspek hukum perkawinan wanita hamil di luar nikah, pembahasan status hukum anak luar nikah, problematika perceraian dan akibat hukumnya, nilai- nilai keadilan poligami dan penetapan hak dan kewajiban suami istri.
Setelah membaca buku berjudul Dinamika Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Analisis legalisasi hukum perkawinan Islam dalam sistem hukum nasional) karya Prof. Dr. Sabri Samin, M.Ag. saya sedikit lebih tahu mengenai dinamika hukum perdata islam di Indonesia yang berkaitan dengar perkawinan, mulai dari pengertian, tujuan, hingga hak dan kewajibannya. mempelajari buku ini membuat pengetahuan saya mengenai program studi saya lebih meningkat.
Malika Alea Casta_212121016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H