6. Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang.
Dan didalam KHI di nyatakan bahwa perkawinan itu bersifat monogami atau beristri satu, namun dalam keadaan tertentu seorang suami di perbolehkan untuk menikahi lebih dari satu perempuan dengan syarat bahwa mendapatkan izin dari istri yang sebelumnya serta mampu memberikan jaminan bagi istrinya untuk bersikap adil dalam pemberian nafkah, baik nafkah batin maupun dzahir dan juga adil dalam memberikan nafkah kepada anaknya
- Pentingnya pencatatan perkawinan dan apa dampak yang terjadi bila pernikahan tidak dicatatkan sosiologis, religious dan yuridis?
Pencatatan pernikahan adalah kegiatan menulis yang dilakukan oleh seorang mengenai suatu peristiwa yang terjadi. Pencatatan pernikahan sangat penting dilaksanakan oleh pasangan mempelai, karena buku nikah yang mereka peroleh merupakan bukti otentik tentang keabsahan pernikahan, baik secara agama maupun negara. Pencatatan pernikahan dapat memberikan perlindungan terhadap status pernikahan, memberikan kepastian terhadap status hukum suami-istri maupun anak, serta memberikan perlindungan terhadap hak-hak yang diakibatkan oleh adanya pernikahan. Hal ini juga sebagai suatu upaya yang diatur melalui perundang-undangan untuk melindungi martabat dan kesucian pernikahan, khususnya bagi kaum perempuan dan anak dalam kehidupan rumah tangga guna melindungi hak-haknya. Melalui pencatatan pernikahan yang dibuktikan oleh buku nikah, apabila terjadi perselisihan di antara suami istri, maka salah satu di antaranya dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh hak masing-masing.
Dampak apabila pernikahan tidak dicatatkan berakibat pada kedudukan dan status anak yang sah serta hubungan warisnya. Kedudukan dan status anak yang dilahirkan terdapat pada Pasal 42 UU Perkawinan yang menjelaskan bahwa “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”. Oleh karena itu, jika anak terlahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan, maka status anak yang dilahirkan sama halnya dengan anak luar kawin. Kemudian dalam hal kewarisan tersebut dijelaskan pada Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”. Oleh karena itu, anak tidak dapat mewaris dari ayahnya dan tidak terjadi hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. Dan dari aspek sosiologis akan berdampak pada kehidupan social masyarakatnya, pernikahan yang tidak dicatatkan akan menimbulkan fitnah seperti menikah karena hamil diluar nikah atau bagi pihak perempuan akan dianggap sebagai perempuan simpanan.
- Pendapat ulama dan Kompilasi Hukum Islam tentang perkawinan wanita hamil.
Perkawinan sendiri merupakan ikatan dari laki-laki dan perempuan sehingga timbul hak serta kewajiban atas perkawinan yang telah di laksanakan serta bertujuan untuk menaati perintah agama. Realitas kehidupan masyarakat tidak dapat dihindari adanya hamil diluar nikah. Hamil diluar nikah adalah tindakan yang pada dasarnya sangat tidak dianjurkan oleh agama, karena agama mengajarkan manusia pada kebajikan, namun demikian praktek ini masih banyak kita jumpai di masyarakat
Beberapa ulama berbeda pendapat mengenai hokum perkawinan wanita hamil, menurut Imam Ahmad bin Hanbal tidak boleh melangsungkan pernikahan antara wanita hamil karena zina dengan laki-laki sampai ia melahirkan kandungannya. Kedua, menurut Imam Syafi'i berpendapat bahwa menikahi wanita hamil karena zina dibolehkan bagi yang telah menghamilinya maupun bagi orang lain. Dalam pandangan madzhab ini, wanita yang zina itu tidak mempunyai iddah. Adapun jika melangsungkan pernikahan, maka nikahnya tetap sah. Ketiga, menurut Imam Hanafi wanita yang hamil diluar nikah boleh menikah dengan laki laki yang menghamilinya atau yang bukan. Keempat, Imam Maliki, tidak sah perkawinannya kecuali dengan laki-laki yang menghamilinya dan ini harus memenuhi syarat, yaitu harus taubat terlebih dahulu.
Sedangkan menurut KHI bahwa wanita yang hamil di luar nikah bisa langsung di nikahkan dengan laki-laki yang menghamilinya tanpa menunggu wanita itu melahirkan kandugannya dan sah hukumnya. Sesuai dengan yang tertera dalam Kompilasi Hukum Islam Bab VIII pasal 5 ayat (1), (2), (3) menyatakan: (1) jika wanita yang hamil diluar nikah harus dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya (2) perkawinan dapat dilakukan tanpa harus menunggu wanita itu melahirkan (3) perkawinan tidak perlu diulangi lagi setelah wanita melahirkan.
- Perceraian adalah perbuatan yang dibenci Allah dan halal, apa yang dilakukan untuk menghindari perceraian?
Perceraian merupakan berakhirnya masa perkawinan oleh pasangan suami dan istri karena adanya talak yang telah diucapkan. Perceraian merupakan perbuatan yang memang di perbolehkan, namun di benci oleh Allah. Sehingga apabila dalam berumah tangga dan erjadi prselisihan lebih di anjurkan dan di utamakan untuk berdamai daripada bercerai.
Hal hal yang dapat dilakukan untuk menghindari perceraian:
1. Menjaga komunikasi yang baik dengan pasangan karena komunikasi yang baik merupakan salah satu kunci utama dalam menjaga keharmonisan rumah tangga. Serta berusaha untuk terbuka dan jujur dalam berkomunikasi dengan pasangan, dan juga mendengarkan pendapat dan perasaan pasangan dengan seksama.
2. Menghargai pasangan dan memperlakukannya dengan baik dan pernah melakukan tindakan yang merugikan atau menyinggung perasaan pasangan.