Sesekali kepala Arya tengak-tengok ke arah jendela. Siapa tahu ada sosok yang mengawasinya. Istri atau anaknya. Bisa-bisa ikutan ngajak ribut. Sambil ia buang abunya ke dalam asbak ia meneruskan ceritanya.
"Sejak lama aku ingin pisahan dengan istriku, karena kami tak lagi nyaman. Kami selalu berbeda paham dalam mengelola keluarga. Apalagi jika terjadi perbincangan masalah keluarga, tidak pernah ketemu jalan tengahnya. Semua menjadi masalah yang besar."
Jawab Arya sambil kembali memungut rokok yang sisa separuh bungkus itu. Tiba-tiba Anton bertanya pada Arya, "Mau nambah kopi nggak? Â Kalau mau nambah ngomong aja sama mbak penjualnya."Â
Arya menjawab spontan, "enggak, perutku sudah kembung. Bisa-bisa muntah kebanyakan kopi.Â
"Baiklah, lanjutkan ceritamu!" Pinta Anton pada temannya itu.
"Selain kami tak pernah merasa cocok saat ini, sepertinya istriku telah bosan padaku dan sepertinya ia sudah memiliki pria idaman lain."Â
"Apa???" tanya Anton terperanjat. Bisa-bisanya kamu langsung memvonis istrimu berselingkuh. Bukannya istrimu menerimamu dulu juga dengan apa adanya? Papar Anton kemudian.
 "Aku bukannya menuduh, tapi aku gak bisa menerima ini begitu saja. Siapa sih Ton, suami yang mau diabaikan dan gak dianggap lelaki? Lanjut Arya. "Iya juga sih!" kata Anton dengan menepuk jari tangan ke keningnya. Nampak ia mulai berpikir dengan apa yang dialami temannya itu.
"Tapi sekali lagi, anakmu kan juga sudah besar, apa anak lujuga bersikap sama dengan istrimu, cuek sama kamu? Wajah Anton nampak serius.
"Enggak juga, sih." Jawab Arya.Â
Beberapa saat kemudian keadaan menjadi hening. Masing-masing menyeruput kopi yang mulai dingin.Â