"Ada apa? Kok datang ke sini dengan wajah besengut?" Tanya Anton memecah hiruk pikuknya para pemungut rezeki di pagi ini.Â
Anton tengah asik menikmati kopi di sebuah kedai kopi di pasar kecil bersama seorang lelaki yang begitu dekat dengannya. Dialah Arya. Yap, dialah pria teman sejak kecil yang terus terpisah karena pendidikan dan kari. Kini bertemu di tempat yang biasanya mereka berkumpul.
Selain mereka berdua, penduduk bumi berlalu-lalang dengan gembolannya masing-masing, ada yang membawa umbi-umbian, sayur-sayuran, tempe, oncom, ayam dan lain sebagainya yang siap mereka perjual belikan di pasar sederhana ini.
"Hei, kenapa si kau, Arya? Agak senewen ya? Ditanya gak juga dijawab, malam bengong aja! Bilang ada masalah apa Bro! Ejek Anton sambil tertawa. Namun itu hanya sebatas guyonan yang sering mereka lontarkan sejak lama. Sesekali dia menghirup sebatang rokok yang masih terjepit di antara jari tengah dan telunjuk. Sedangkan Arya, tatapan nampak kosong.
"Nggak ada apa-apa." Suara Arya terdengar agak serak yang mungkin habis teriak-teriak atau seperti  penyanyi rok yang baru saja menyelesaikan konsernya.
"Biasanya kamu ngajakin ngobrol apa kek. Ngobrol pekerjaan atau apalah. Apalagi kamu kan sudah berkeluarga, kenapa gak diceritain kalau lagi ada masalah. Siapa tahu aku bisa ngebantu seperlunya. Kalau uang jangan minta bantu lo ya, sorry uangku gak sebanyak uangmu! Ejek Anton lagi.
Arya nampak meringis dan tangannya terlihat menggapai bungkus rokok milik Anton. "Aku minta sebatang ya! Mulutku asem, pingin merokok lagi" dan sebatang rokok pun mengeluarkan asap pekat.
"Eh, kayaknya kamu sudah lama nggak merokok. Kok sekarang merokok lagi? Wah benar dugaanku, kamu lagi sutressss ya? Atau lagi pusing tujuh keliling?" Seloroh Anton.
"Sudah lama aku ingin merokok, tapi aku selalu berusaha menghindarinya. Aku  ingin hidup sehat tanpa asap, tapi kadang pikiranku kalut dan selalu memaksaku untuk merokok. Ya sekali-kali kalau lagi nongkrong kayak gini. Nah, baru kali ini aku bisa bebas merokok dan ketemu teman lama yang bisa diajak ngobrol."
"Kembali ke asal muasal tadi bengong kenapa? Apa lagi ada masalah dengan keluarga atau istrimu?" Tanya Anton yang sedari tadi penasaran dengan apa yang terjadi pada lelaki gagah itu.
Sebenarnya, aku kepingin cerita dari tadi, tapi aku malu, Ton. Kan kamu tahu sendiri, kalau aku gengsian. Apalagi cerita masalah keluarga, anti bagiku. Jawaban Arya tidak sesuai dengan apa yang ditanyakan Anton barusan. Semakin menambah rasa penasaran pada diri Anton.
Sesekali kepala Arya tengak-tengok ke arah jendela. Siapa tahu ada sosok yang mengawasinya. Istri atau anaknya. Bisa-bisa ikutan ngajak ribut. Sambil ia buang abunya ke dalam asbak ia meneruskan ceritanya.
"Sejak lama aku ingin pisahan dengan istriku, karena kami tak lagi nyaman. Kami selalu berbeda paham dalam mengelola keluarga. Apalagi jika terjadi perbincangan masalah keluarga, tidak pernah ketemu jalan tengahnya. Semua menjadi masalah yang besar."
Jawab Arya sambil kembali memungut rokok yang sisa separuh bungkus itu. Tiba-tiba Anton bertanya pada Arya, "Mau nambah kopi nggak? Â Kalau mau nambah ngomong aja sama mbak penjualnya."Â
Arya menjawab spontan, "enggak, perutku sudah kembung. Bisa-bisa muntah kebanyakan kopi.Â
"Baiklah, lanjutkan ceritamu!" Pinta Anton pada temannya itu.
"Selain kami tak pernah merasa cocok saat ini, sepertinya istriku telah bosan padaku dan sepertinya ia sudah memiliki pria idaman lain."Â
"Apa???" tanya Anton terperanjat. Bisa-bisanya kamu langsung memvonis istrimu berselingkuh. Bukannya istrimu menerimamu dulu juga dengan apa adanya? Papar Anton kemudian.
 "Aku bukannya menuduh, tapi aku gak bisa menerima ini begitu saja. Siapa sih Ton, suami yang mau diabaikan dan gak dianggap lelaki? Lanjut Arya. "Iya juga sih!" kata Anton dengan menepuk jari tangan ke keningnya. Nampak ia mulai berpikir dengan apa yang dialami temannya itu.
"Tapi sekali lagi, anakmu kan juga sudah besar, apa anak lujuga bersikap sama dengan istrimu, cuek sama kamu? Wajah Anton nampak serius.
"Enggak juga, sih." Jawab Arya.Â
Beberapa saat kemudian keadaan menjadi hening. Masing-masing menyeruput kopi yang mulai dingin.Â
Sedangkan Anton memungut pisang goreng yang teronggok tak berdaya di atas piring kaca itu. Pisang goreng yang menggoda siapa saja yang merasakan lapar.
Sedangkan Arya menikmati kembali rokok yang tersisa sedikit. Suasana semakin sesak karena asap yang memenuhi warung kecil itu.
"Maaf ya Bro. Kamu kerja di mana sekarang? Penghasilanmu gede gak?" Anton nampak mengalihkan pertanyaannya.
"Sekarang aku nganggur. Aku kena PHK gara-gara Covid kemarin." Jawab Arya yang tiba-tiba membuat suasana nampah agak terenyuh. Tak seperti tadi yang biasa-biasa saja.
"Jadi kamu sekarang gak kerja sama sekali? tanya Anton lagi.Â
"Ya iyalah, nyari pekerjaan sekarang susah. Ada sih pekerjaan tapi jadi konten kreator di Tiktok sambil mandi lumpur. Masak iya aku yang ganteng ini mandi lumpur? Dapat saweran juga nggak, eh dapatnya kena gudik."
 "Ya nggak gitu juga kali', kan ada kerja serabutan selain mainan tiktok!" tandas Anton.
"Kerja apaan? tanya Arya lagi. Sekarang kan banyak kerjaan nguli, ya mening dapat 80 ribu sehari. Lumayan untuk beli beras."
"Maaf ya Bro. Bukan aku menghina dan merendahkanmu, mana ada istri melihat suaminya nganggur tapi minta makan dan minta tidur bareng?" Apalagi lihat anakmu yang masih sekolah, darimana mereka dapat uang sakunya kalau bukan dari bapaknya?"
Tiba-tiba tangan Arya mengepal dan ia tempelkan dikeningnya. Sepertinya ia sadar, bahwa selama ini karena masalah uang. Bukan soal perselingkuhan atau hal lain.
"Lah, Kamu ada pekerjaan nggak buat aku? Lumayan untuk tambahan beli beras." Jangan-jangan gajimu gede ya?" Tanya Arya.
"Ah nggak juga, kan aku belum menikah, jadi aku bebas mengutang. Sekarang hutang besok bayar. Ya kan Mbak?" Sambil kepala Anton menoleh ke penjualnya. Sang penjual hanya tersenyum kecut.
Tak disangka-sangka, Anton berlalu keluar, sambil mengatakan "Mbak, ini ngebon lagi, besok tak bayar ya!" Tak lupa ia menepuk pundak temannya itu sambil berkata, "sabar ya bro, punya istri itu bikin pusing, hehe"
Wajah Arya tibat-tiba pucat, dan ia kembali menghabiskan sisa kopinya.
End
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H