Pada saat itu semua mata terlihat nanar. Wajah yang semula merona, kini pucat seperti es batu. Kesedihan yang awalnya dirasakan sang Papah, ternyata menyebar ke seluruh isi rumah.
"Tapi, semuanya sudah terjadi. Dan kini kita hanya bisa mendoakan Ibu dengan doa-doa terbaik. Mudah-mudahan di alam sana ibbu mendapatkan tempat yang terbaik."
Alhamdulillah, sampai hari ini, kita masih bisa menikmati nikmatnya kolak dan semoga apa yang kita rasakan saat ini, dirasakan oleh Ibu di sana.
"Iya, Pah. Semoga nenek mendapatkan surganya Allah ya, Pah". Anak pertama sedikit mengurai kesedihan.
"Benar sekali. Di bulan yang penuh ampunan ini, mari kita doakan Nenek kalian dengan doa-doa terbaik. Lanjut Mahmud.
Tak terasa, suasana semakin larut, dan warna jingga bertebaran di langit. Suara-suara Adzan mulai terdengar syahdu. Seperti syahdunya malam maghrib ketika kerongkongan yang kering teraliri oleh manis dari kolak yang sudah tersedia di meja.
Suasana yang nampak haru itupun berubah menjadi bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H