Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Membumikan Sosok Pelajar Pancasila, Mengikis Egosentrisme Daerah

3 Maret 2022   20:38 Diperbarui: 5 Maret 2022   05:08 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pelajar Pancasila. Foto: Kompas.com/Suwandi

Beredar luas di  media sosial dan laman Youtube, seorang pria bercerita tentang sang adik wanitanya yang mendapatkan perundungan, yang pada akhirnya pria tersebut menemui pihak sekolah atas perlakuan yang dialami adik wanitanya itu. 

Berdasarkan narasi yang disampaikan dalam video tersebut, sang adik diejek lantaran memiliki suku Jawa, dan Jawa adalah suku yang hanya menumpang di Sumatera Barat. Sedangkan menurut informasi dari media Tribunnews.com, kasus itu sudah diselesaikan secara kekeluargaan dengan melibatkan anggota dewan dan pihak kepolisian di wilayah setempat.

Tak pelak video yang beredar luas hingga viral tersebut mendapatkan reaksi beragam dari pengguna internet. Ada yang membela pria yang menyebut sebagai kakak korban, dan ada pula yang menyangsikan informasi itu dan adapula yang tidak memihak kedua belah pihak lantaran informasinya belum sepenuhnya utuh.

Meskipun reaksi pengguna internet amat beragam, sepatutnya kasus seperti ini mendapatkan perhatian yang serius, mengingat pendidikan adalah menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan ke-Indonesiaan, menghargai perbedaan latar belakang suku, agama, adat istiadat dan yang pasti dilindungi oleh Undang-undang.

Sayangnya meskipun telah berdamai, pihak sekolah akan memperkarakan videonya di meja hijau atas viralnya kasus tersebut.

Lain lagi dengan kasus seorang siswa yang diolok-olok oleh dua orang guru sebagai anak miskin dan bodoh yang terjadi di daerah Sumatera Utara.  Kasus tersebut mencuat lantaran siswa tersebut mengunggahnya di media sosial. 

Kasus ini telah selesai dan pihak guru akhirnya mendapatkan sanksi secara kedinasan serta sanksi sosial berupa cemoohan dari netizen atas kasus ini. Meskipun begitu, pihak guru-guru lain seolah-olah menyalahkan siswa yang menyampaikan di media sosial. Sungguh fenomena pendidikan yang sedikit banyak mengiris hati.

Adapula kasus pembunuhan seorang ustadz oleh santrinya sendiri dan aksi pemukulan oleh guru kepada siswanya atau sebaliknya.

Semua kasus ini sungguh mengiris perasaan terdalam, betapa dunia pendidikan kita tengah mengalami masalah serius terkait karakter atau moral, baik yang dialami oleh para pendidik tersebut atau para peserta didiknya.

Selain kasus-kasus ini, kita akan banyak menemui kasus lain yang begitu banyak terjadi di jagat media terkait dunia pendidikan di Indonesia. 

Apa sebenarnya yang terjadi dengan persoalan dunia pendidikan dewasa ini? Apakah memang terdapat kesenjangan antara kecerdasan pikiran (kognisi), sikap (afeksi) dengan pengamalan atau keterampilan dalam  kehidupan sehari-hari? 

Sumber gambar: http://ditpsd.kemdikbud.go.id/hal/profil-pelajar-pancasila
Sumber gambar: http://ditpsd.kemdikbud.go.id/hal/profil-pelajar-pancasila

Bagaimanakah sosok pelajar Pancasila?

Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024:

"Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif." 

Makna pelajar Pancasila tersebut semestinya berimplikasi pada guru dan siswanya, yakni salah satunya adalah berakhlak mulia dan berkebinekaan global. 

Mereka boleh saja beriman kepada Tuhan YME, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis dan kreatif, namun  jika tidak memiliki akhlak yang terpuji serta tidak memiliki wawasan kebinekaan global, maka sudah dapat dimungkinkan kedepannya mengalami persoalan dalam membina nilai-nilai sebagai pelajar Pancasila.

Bahkan jika berpijak pada tujuan pendidikan nasional menempatkan akhlak yang terpuji atau budi pekerti yang luhur sebagai satu sendi yang utama dalam membangun manusia-manusia Indonesia yang seutuhnya. Ditambah lagi jika dikaitkan adanya perbedaan latar belakang, baik suku, agama, budaya, asal daerah, asal negara dan tingkat ekonomi, tentu kasus perundungan dan pelecehan yang dilakukan oleh siswa maupun oleh para pendidik akan bisa dihindari.

Apalagi sikap penerimaan perbedaan latar belakang kesukuan maupun taraf ekonomi merupakan pondasi dasar bagi terciptanya masyarakat yang rukun dan harmonis.

Amatlah bijak jika nilai-nilai Pancasila benar-benar merasuk dalam jiwa dan dilaksanakan oleh para pelaku pendidikan, baik guru maupun siswanya, yang tentunya akan menuju proses pendidikan manusia yang hakiki seperti dalam pendidikan agama dan budi pekerti bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling baik budi pekertinya.

Mengikis Egosentrisme Daerah dengan Sikap Egaliter dalam Potret Pelajar Pancasila

Setiap warga negara dimanapun berada seringkali bersinggungan dengan persoalan suku. Bahkan beberapa tahun ke belakang, kasus perselisihan antar suku cukup memancing perhatian masyarakat global. Sebab, kasus kekerasan atas nama kesukuan atau daerah ketika menjadi berita akan mudah sekali memancing respon publik, khususnya pengguna internet. Seperti perundungan yang terjadi baru-baru ini di Sumatera Barat maupun di Sumatera Utara, tentu amatlah mudah memancing respon sosial.

Setiap akar masalah perselisihan antar daerah atau antar suku bisa jadi muncul dari sikap egosentrisme kedaerahan, yang seolah-olah masyarakat lokal memiliki hak yang lebih dibandingkan masyarakat lainnya (pendatang). Padahal sesuai dengan yang termaktub dalam Undang-undang 1945 pasal 33, menyebutkan bahwa "Bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya adalah milik negara dan dipergunakan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat."

Pasal tersebut sangat jelas sekali tidak ada satu alasan pun untuk melakukan pembedaan-pembedaan, dikotomi, diskriminasi daerah, dan perlakuan yang istimewa ketika berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam bidang apapun, termasuk bidang bidang pendidikan, seharusnya pelaku pendidikan (pemerintah, guru dan siswanya) selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinekaan ini. Adanya nilai egaliter atau kesetaraan yang dimiliki oleh setiap warga negara yang juga harus dijalankan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab.

Dengan kata lain, segala bentuk perundungan atau diskriminasi sosial yang dialami oleh guru maupun siswa merupakan sebuah kesalahan fatal dan merupakan pelanggaran perundang-undangan yang berlaku. Belum lagi jika ada aksi pelecehan secara verbak maupun fisik, tentu ancamannya adalah pidana.

Namun, semua bentuk perundungan, diskriminasi dan egosentrisme kedaerahan dapat dicegah dengan proses pendidikan yang banyak menitikberatkan pada penyelesaian masalah (problem solving), diskusi, serta lebih banyak menggunakan metode project based learning. Dimana metode ini adalah pendekatan pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan pada akhirnya menghasilkan produk kerja yang dapat dipresentasikan kepada orang lain. 

Sesuai dengan prinsip dan potret pelajar Pancasila yaitu selalu berfikir kritis, selalu mengupayakan kerjasama dengan orang lain dan melakukan komunikasi dengan siapapun lintas latar belakang, suku, agama, daerah serta lintas negara agar tercipta generasi Pancasila yang berwawasan global serta kreatif dalam membangun dirinya, lingkungan, bangsanya serta dunia.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun