Apa sebenarnya yang terjadi dengan persoalan dunia pendidikan dewasa ini? Apakah memang terdapat kesenjangan antara kecerdasan pikiran (kognisi), sikap (afeksi) dengan pengamalan atau keterampilan dalam  kehidupan sehari-hari?Â
Bagaimanakah sosok pelajar Pancasila?
Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024:
"Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif."Â
Makna pelajar Pancasila tersebut semestinya berimplikasi pada guru dan siswanya, yakni salah satunya adalah berakhlak mulia dan berkebinekaan global.Â
Mereka boleh saja beriman kepada Tuhan YME, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis dan kreatif, namun  jika tidak memiliki akhlak yang terpuji serta tidak memiliki wawasan kebinekaan global, maka sudah dapat dimungkinkan kedepannya mengalami persoalan dalam membina nilai-nilai sebagai pelajar Pancasila.
Bahkan jika berpijak pada tujuan pendidikan nasional menempatkan akhlak yang terpuji atau budi pekerti yang luhur sebagai satu sendi yang utama dalam membangun manusia-manusia Indonesia yang seutuhnya. Ditambah lagi jika dikaitkan adanya perbedaan latar belakang, baik suku, agama, budaya, asal daerah, asal negara dan tingkat ekonomi, tentu kasus perundungan dan pelecehan yang dilakukan oleh siswa maupun oleh para pendidik akan bisa dihindari.
Apalagi sikap penerimaan perbedaan latar belakang kesukuan maupun taraf ekonomi merupakan pondasi dasar bagi terciptanya masyarakat yang rukun dan harmonis.
Amatlah bijak jika nilai-nilai Pancasila benar-benar merasuk dalam jiwa dan dilaksanakan oleh para pelaku pendidikan, baik guru maupun siswanya, yang tentunya akan menuju proses pendidikan manusia yang hakiki seperti dalam pendidikan agama dan budi pekerti bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling baik budi pekertinya.
Mengikis Egosentrisme Daerah dengan Sikap Egaliter dalam Potret Pelajar Pancasila