Mengapa anak-anak berkebutuhan khusus sulit mengalami perkembangan dalam segi kemandirian?
Pertama, anak-anak berkebutuhan khusus dianggap sebagai anak yang tidak tahu apa-apa (bodoh). Padahal tidak ada anak berkebutuhan khusus yang bodoh, melainkan mereka membutuhkan proses yang berbeda dalam menerima dan memahami informasi yang diberikan. Selain itu setiap anak memiliki kecenderungan, bakat dan kemampuan yang berbeda dan itu menjadi potensi yang bisa dikembangkan.
Kedua, kecenderungan orang tua yang khawatir jika anak-anak berkebutuhan khusus ini diberikan kemandirian di rumah, akan mengalami kecelakaan kerja atau merusak alat-alat yang digunakan. Padahal tidak ada kehidupan manusia yang tidak melakukan kesalahan. Bahkan seseorang yang dianggap jenius pun masih memiliki peluang untuk melakukan kesalahan dan kecelakaan dalam pekerjaan mereka.
Ketiga, orang tua siswa minder dan takut dengan kata-kata orang atau tetangga terkait kondisi anak-anak mereka, yang akibatnya orang tua menyembunyikan anak-anaknya di kamar dan menjauhkan mereka dari pergaulan. Kondisi ini mengakibatkan sang anak akan semakin minder dan mengalami stagnasi dalam kemandirian. Padahal semakin dini seorang anak mendapatkan layanan yang tepat, maka bakat, kebutuhan dan potensi yang ada akan semakin terasah dan dapat dioptimalkan dengan lebih baik.
Dengan tidak mengikutsertakan anak-anak berkebutuhan khusus ke dalam pendidikan formal, non formal atau informal karena kesibukan, maka memberikan efek negatif yang justru membuat anak-anak mereka terpuruk ke dalam ketidak mampuan dan sulit mencapai kemandirian.
Pengembangan diri siswa dalam keterampilan membuat keripik pisang di era Pandemi
Siapa yang dapat menyangkal bahwa pandemi Covid-19 sedikit banyak telah memutus mata rantai kemajuan anak-anak berkebutuhan khusus dan peserta didik pada umumnya dalam mencapai kemandirian pribadi? Pasalnya karena pandemi ini hampir semua lini kehidupan mendapatkan imbasnya.Â
Proses pembelajaran pun sempat terganggu serta mengurangi intensitas layanan bagi peserta didik karena belajar dan bekerja dari rumah. Meskipun demikian, dengan keadaan yang serba terbatas, pemerintah tetap memberikan alternatif yang paling sesuai bagi guru dan siswa dalam menyampaikan pengetahuan dan keterampilan bagi peserta didik. Salah satunya dengan pembelajaran Daring baik offline maupun online, dan pemberlakuan tatap muka terbatas (PTM).Â
Demikian halnya dalam pembelajaran pengembangan diri yang menyangkut kemampuan anak dalam mengolah makanan ringan pun mengalami sedikit hambatan, meskipun semua hambatan bisa diminimalisir dengan bimbingan orang tua di rumah serta bimbingan guru di sekolah ketika pemberlakuan tatap muka terbatas.
Peserta didik masih bisa mengikuti segenap kegiatan pembelajaran secara lebih sederhana dan alat-alat yang sederhana pula dengan mematuhi protokol kesehatan meskipun dalam waktu yang amat terbatas.
Pada awal pembelajaran anak-anak diperkenalkan dengan jenis-jenis pisang yang bisa dibuat menjadi keripik, apa alat-alat yang digunakan, serta bagaimana cara pembuatannya serta cara menyimpannya.