Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Meniru Langkah Orang Tua Ketika Memilih Tanaman Buah Dibandingkan Bunga

3 November 2020   18:24 Diperbarui: 19 Juli 2021   05:44 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah pilihan hidup, memilih yang investasinya bertahan lama dibandingkan yang sementara, pohon buah atau bunga. Demi menghijaukan pekarangan dan investasi bagi generasi selanjutnya.

Kami mungkin salah satu keluarga yang aneh dan kuno, ketika banyak orang yang begitu menggandrungi tanaman bunga, eh kami malah memilih tanaman buah-buahan. Padahal siapa yang saat ini tidak mengenal bunga Janda Bolong yang begitu booming di jagat emak-emak kolektor bunga. 

Harga bunga Janda Bolong yang varietas tertentu harganya bisa puluhan juta. Dan aneka bunga lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu karena memang tidak seberapa hafal namanya. Yang kisaran harganya dihitung perdaun. Padahal ada di antara bunga-bunga itu yang awalnya sama sekali tidak dilirik lantaran dianggap gulma oleh masyarakat.

Seperti perbincangan kami pagi tadi, dan beberapa hari yang lalu sudah memperbincangkan untuk membeli jenis tanaman, hingga muncul perdebatan kecil antara bunga dan tanaman buah.

Dengan pertimbangan yang macam-macam, dan karena memang melihat masa tanam dan usia pemanfatannya akhirnya kami memutuskan membeli tanaman buah-buahan.

Ada enam jenis tanaman yang kami pilih untuk ditanamani di pekarangan rumah yang tak seberapa luas. Yaitu alpukat, cempedak,  mangga, kelengkeng, durian dan kelapa genjah. Semua bibit tanaman tersebut tersebut kami beli di sekitaran pasar Pekalongan Lampung Timur. Di sana memang sentral penjualan bibit-bibit tanaman. 

Hampir semua jenis tanaman tersedia. Dari mulai bunga-bungaan dari yang sudah lawas atau yang masih kondang saat ini. Tanaman hias juga ada beraneka jenis, dan yang paling kami minati adalah jenis buahan-buahan tersebut. Bahkan rencananya beberapa batang tanaman alpukat hendak kami tanam di pekarangan lain yang juga cukup untuk investasi masa depan.

Dengan pertimbangan bahwa tanaman bunga meskipun harganya mahal untuk saat ini, ternyata ketahanan harga di pasaran begitu mudah jatuh. Sang pembeli atau pedagang acapkali sudah memborong beragam jenis tanaman bunga dengan harga yang fantasis, dengan harapan mendapatkan keuntungan yang berlipat karena memang saat ini lagi hot-hotnya. Meskipun beberapa kali dibuat booming, nyatanya tanaman hias ini sulit bertahan lama harga harga jualnya, lantaran semakin sepi peminatnya. Bayangkan saja bunga dengan harga 25 juta, bukankah bisa menguras kantong kita?

Pernah suatu ketika di era 2000 an, jenis bunga Gelombang Cinta pernah merajai tanaman koleksi para emak-emak. Eh, tidak beberapa lama tanaman itu jatuh harganya. 

Bagi pembeli maupun pedagang eceran, bak jatuh ditambah tertimpa tangga. Padahal ketika tanaman tersebut masih mentereng, banyak terjadi aksi pencurian. Giliran harga itu jatuh, jangankan dijual mahal, dikasihkan tetangga saja langsung menolak.

Nah, karena pertimbangan tersebut, maka kami memilih tidak membeli tanaman hias. Alasan pertama karena harga yang tidak sesuai atau terlalu mahal, juga tidak bisa bertahan lama.

Bagaimana dengan tanaman buah?

Kami memilih tanaman buah  karena menurut kami meskipun masa pertumbuhannya lebih lama untuk mendapatkan hasil, kira-kira 3 tahun baru bisa memetik buahnya, namun dari pertimbangan masa panennya jauh lebih lama, kecuali jika tanaman tersebut terkena penyakit maka bisa saja mati sebelum waktunya membuahkan hasil.

Menanam buah, antara penghijauan dan warisan anak cucu

Sebagai masyarakat kecil seringkali melihat hal-hal yang sepele menjadi sangat bermakna jika dikaitkan dengan apakah yang hendak diwariskan pada anak cucu kelak. Seperti halnya orang tua dulu kalau menanam tanaman buah selalu saja mengatakan bahwa "bapak tanam ini untuk kalian dan cucu-cucu bapak nanti." 

Dan benar apa yang menjadi tujuan dan cita-cita para leluhur, ketika mereka menanam satu saja tanaman buah di pekarangan, maka ahli warisnya yang akan menikmatinya. 

Bagaimana dengan orang yang bisa dibilang mampu, tentu untuk hal tanaman buah kami rasa kalau untuk anak cucu kurang begitu diperhatikan, lantaran warisan mereka adalah emas atau perhiasan, perusahaan atau investasi yang bernilai tinggi. Sedangkan masyarakat kecil, cukup bertanam pepohonan, maka mereka akan mewariskan generasi dengan sesuatu yang bisa dimanfaatkan dalam waktu yang lama.

Seperti yang kami rasakan ketika musim alpukat, durian, rambutan, kelapa dan lain-lain yang masa tanamnya relatif lama, tentu sang penanam tidak langsung bisa menikmati hasilnya, tapi bagi anak cucunya, InsyaAllah akan mendapatkan warisan yang begitu berharga. Apalagi jika generasi selanjutnya mengikuti langkah yang sama dalam menciptakan penghijauan di pekarangan rumah. 

Memiliki tanah boleh jadi tak lebih dari seperempat hektar misalnya, tapi jika tanah tersebut dipenuhi tanaman-tanaman yang subur dengan buah-buahan yang lebat, tentu menjadi kekayaan yang akan bertahan lama.

Salam

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun