Bejo dan Maman terlihat sudah hadir dan ngobrol ngalor-ngidul. Ia seperti mempunyai uneg-uneg yang ingin disampaikan ke sesama anggota karang taruna.Â
Bisa jadi masalah kemarin lusa yang masih mengganjal dalam pikirannya. Apa dia belum bisa menerima hasil musyawarah?Â
Entahlah, aku berusaha menenangkan diri. Biarkan saja dia ngomong apa, nanti aku tampung dan saya floor kan dalam rapat. Meskipun aku sudah capek rapat, ujung-ujungnya ribut sesama anggota.
"Baiklah kawan-kawan, apa kita perlu rapat lagi? Sebab saya melihat tidak semua anggota menerima ide untuk membuat Gapura Desa dengan dilengkapi gambar pahlawan."Â
Kataku membuka acara pagi itu.
"Sebenarnya saya sudah malas rapat." Bejo menyela.
"Kenapa, Jo?"Apa  kamu sudah gak punya ide lagi? Atau sudah gak mau diajak berunding? Aku terpaksa berkata agak kasar.
"Aku paham, eh maksudnya kita juga harus sama-sama paham bahwa keputusan rapat sudah diterima kemarin sesuai hasil rapat. Kenapa kamu masih tidak mau menerima?"
Yang lain terlihat menantap kami berdua yang nampak serius. Ada perdebatan kecil yang sedikit banyak seperti mengganggu fokus untuk rapat kali ini.Â
Ada beberapa orang yang berbisik di belakang. Ada yang wajahnya terlihat kecut karena merasa keliru. Tapi tak sedikit yang justru memicingkan mata seolah-olah kata-kataku tidak berarti.Â
Meski demikian, tetap saja kue-kue di piring semakin banyak berkurang. Kopi yang sudah disediakan pun tinggal separuh. Tapi rapat yang akan dilakukan urung dimulai.