"Sekarang sudah pukul sembilan malam, mereka juga belum kelihatan batang hidungnya. Apakah mereka tak malu jika esok hari kampung kita gagal membuat gapura itu?" Ocehku sambil melanjutkan kembali pekerjaanku.
"Lihat saja, lukisanku saja baru setengahnya. Gara-gara catnya kurang sekaleng lagi. Padahal kemarin sudah diperhitugkan waktu rapat. Tapi gara-gara Bejo semuanya jadi amburadul."Â
"Sekarang saja target kerja malam ini belum selesai. Belum lagi besok, rencananya lebih banyak. Apalagi ada macam-macam lomba yang memang haru kita persiapkan."Â
Lanjutku menggerutu. Â
Lama-lama menggerutu malah seperti orang gila. Ngomong sendiri, ngomel sendiri.  Parahnya  kerap marah-marah sendiri. Sebagai ketua, aku harus bisa membuat tim ini solid. Jangan karena kepentingannya gak diapresiasi, tiba-tiba  ngambek dan ogah megawe. Padahal target tujuh belasan sudah ada di depan mata.
"Jun, apa kita pulang sekarang saja? Aku capek. Aku ingin istirahat." Kataku.
Aku merasa malam ini begitu menguras tenaga. Rasa-rasanya tak mampu lagi untuk meneruskan gawe ini. Biarlah aku istirahat, perkara besok akan dirapatkan lagi.
Esok harinya...
Pagi ini nampak cerah. Raja siang sudah menunjukkan batang hidungnya.Â
Ruang karang taruna sudah digelari tikar pandan. Waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Semua anggota sudah kumpul secara melingkar untuk mengadakan rapat ulang.Â
Di antara mereka sudah ada yang mulai memungut makanan untuk dimasukkan ke mulut. Sedangkan mulut mereka tak berhenti berbicara. Sungguh ramai sekai suasana pagi ini.