Dalam dunia pendidikan, sosok guru menjadi salah pendukung berhasilnya tujuan pendidikan itu sendiri. Karena berjalannya roda pendidikan dan aktualisasi pelaksanaan tujuan pendidikan itu sangat dipengaruhi oleh guru. Â Maka dari itu, keberadaan guru, sangatlah bersentuhan dengan aneka rencana, tugas dan target-target yang harus dipenuhi, agar tujuan pendidikan dapat tercapai.
Guru adalah sosok yang setiap harinya bergelut dengan profesi yang sangat menguras energi, waktu dan biaya.Â
Bagaimana mereka setiap hari harus menyusun rencana pembelajaran, melakukan tatap muka dengan pembelajaran bersama para siswanya, melakukan evaluasi atau penilaian, serta refleksi, yang semua itu membutuhkan kerja keras guru dan membutuhkan waktu yang tidak sedikit.
Sebagaimana dijelaskan oleh Jamal Ma'mur Asmani, bahwa "Guru adalah aktor utama perubahan di tengah masyarakat. Guru juga kreator kader-kader masa depan yang mewarnai peradaban manusia. Besar tanggung jawab guru harus didukung oleh kualitas sumberdaya manusia yang memadai, baik wawasan, skill, moral, kapasitas, dan integritas keilmuannya. Kualitas tesebut akan mendorong guru untuk berbuat dan berkarya yang terbaik demi keharuman individu, bangsa dan dunia."
Maka dari itu, mengingat begitu beratnya beban guru dalam mengaktualisasikan prinsip atau semboyan ing ngarso sung tulodo (didepan memberikan teladan), ing madyo mangun karso (di tengah memberikan dukungan), turwuri handayani (di belakang memberikan dorongan), dengan menerapkannya sebagai fasilitator, motivator dan dinamisator pendidikan, maka sangat memungkikan setiap guru akan mengalami kelelahan dan kejenuhan dalam menjalani rutinitas profesinya.
Sebagaimana yang terjadi pada guru pada umumnya, di saat menjalani segenap tugas keprofesian maka mereka akan menemukan aneka persoalan. Baik persoalan yang berasal dari tugasnya sebagai pendidik, juga persoalan dalam lingkup kehidupan keluarga dan masyarakat. Baik yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi guru dalam mengatasi hambatan belajar pada siswa, juga menghadapi persoalan keluarganya.
Dengan segenap persoalan tersebut apakah seorang guru akan begitu saja menyerah dalam kondisi yang menjadi beban tugas dan kehidupannya? Atau berusaha mencari alternatif terapi yang akan menyembuhkan rasa lelah fisik, fikiran maupun jiwa tenaga profesional ini? Jawabannya tentu tidak, mereka harus sepenuhnya mencari kiat-kiat agar embanan amanah bagi tugas-tugas keprofesian tersebut tidak terkendala. Salah satunya adalah dengan menulis.
Banyak ahli yang mengatakan bahwa  menulis adalah bentuk pengobatan atas tekanan-tekanan dalam kehidupannya. Ada juga berpendapat bahwa menulis sebagai bentuk terapi kejiwaan bagi penyandang tekanan kerja. Dan menulis adalah terapi yang paling murah dan mudah untuk proses relaksasi persoalan yang dihadapinya.
Satu persoalan saja yang bisa dilewati dengan mudah ketika guru merasa jenuh dalam tugasnya, maka mereka akan menulis pengalamannya dalam diary-diary pribadi.Â
Rasa-rasanya beban persoalan dan pengalaman yang boleh jadi kurang baik begitu mudahnya untuk dituliskannya. Satu masalah bisa selesai hanya dengan menuliskannya dalam sebuah catatan kecil tersebut. Apalagi ada guru yang terkadang tidak mau mengungkapkan persoalannya pada orang lain karean alasan privasi.
Lain halnya jika guru tersebut setiap harinya ingin menceritakan semuanya tanpa rasa malu dan tanpa ada yang harus ditutupi ketika menghadapi tekanan dalam pekerjaan misalnya.Â
Maka mereka cukup dengan membagikan cerita keluh kesah kepada orang lain. Meskipun belum tentu juga orang lain akan mampu menyelesaikan persoalan orang lain.Â
Permasalahannya adalah setiap orang memiliki masalah yang sama, dan cenderung tidak mau mendapatkan beban masalah yang sama dari orang lain.
Setelah mereka menuliskannya dalam catatan pribadi, biasanya akan membuat catatan lain yang akan memberikan solusi kongkrit atas persoalan yang dihadapi. Tentu saja ada rentang waktu yang bisa dihabiskan untuk menyelesaikan tahap demi tahap paling sederhana.
Mengatasi persoalan pribadi dengan menuliskannya dalam catatan pribadi merupakan salah satu terapi lelah atas beban tugas yang dihadapi seorang profesional ini.
Selain persoalan yang bersifat individual, seorang guru selalu akan menghadapi gejala-gejala yang mengarah pada persoalan lain dari diri siswanya. Bagaimana siswa menemukan masalah yang ternyata ketika dilakukan pembelajaran konvensional tetap saja mengalami jalan buntu. Maka sang guru mau tidak mau akan mencari alternatif pemecahan masalah dengan membuat penelitian. Mereka melakukan pengamatan secara seksama bagian-bagian mana yang oleh siswa belum dipahami dan belum mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Ditelusuri permasalahan mendasarnya apa, yang kemudian mencari media atau metode pembelajaran yang bisa menjadi solusi atas persoalan siswa.
Setelah menemukan aneka permasalahan, maka guru bisa menentukan satu permasalahan pokok yang dialami siswa. Misalnya siswa tidak bisa membaca kalimat panjang. Maka dengan metode dan media tertentu  guru paling tidak berusaha mencari solusi yang pada akhirnya rasa lelah dalam membimbing siswa dapat terobati.
Pada prinsipnya semua berharap berjalan dengan begitu dinamis. Namun fakta di dunia kerja seringkali bertentangan dengan apa yang guru inginkan.
Seorang guru teladan, Arif Rachman pernah berkata "Kita juga berharap semua hal bisa dikendalikan dengan mudah. Termasuk lingkungan kerja kita. Kita berharap kondisi yang ideal, sehingga semuanya sesuai dengan yang kita harapkan. Tetapi kenyataannya, seringkali kondisi yang kita rasakan berbeda dari yang kita harapkan. (Dalam Arif Rachman, Guru, hal. 86)
Pada saat proses penyelesaian masalah pembelajaran ini, sangat dimungkinkan seorang guru membangun relasi dengan guru lain, atau melibatkan orang tua atau masyarakat, agar persoalan yang muncul bisa diatasi dengan semangat gotong royong memperbaiki masalah secara bersama-sama. Dan tentu saja sangat mendukung proses relaksasi fikiran kita dan tentu terapi persoalan yang ditemui setiap guru dalam mengembangkan tugas "sucinya" yaitu membangun peradaban manusia yang seutuhnya.
Menyelesaikan Tekanan Kerja, dalam Sebuah Karya Tulisan
Secara umum, para guru menganggap pekerjaan mereka biasa saja, tidak ada yang istimewa dan hanya pekerjaan rutin yang tidak memberikan kepuasan batin. Dan tidak sedikit para guru yang menganggap profesi yang digeluti sangat membosankan dan bahkan memuakkan.
Maka tidak jarang seorang guru menjalani rutinitas kerja dengan rasa lelah yang sangat karena terlalu banyak persoalan yang tidak bisa mengurai satu persatu persoalannya. Atau mengalami kebuntuan ketika bidang tugasnya tidak menghasilkan prestasi yang memuaskan. Belum lagi jika dikaitkan dengan penghasilan, seorang guru acapkali mendapati persoalan penghasilan ini menjadi beban yang tidak berujung pada solusi.
Tidak menampik bahwa seberapa penghasilan yang didapat, dianggap tidak mencukupi kebutuhan hidupnya---karena kebutuhan yang juga melonjak. Padahal seberapa pun besarnya gaji yang didapatkan seseorang, jumlah itu tidak akan pernah berhasil memuaskan orang tersebut.
Gaji yang bertambah biasanya diiringi dengan keinginan yang bertambah. Bahkan, gaji sering kali satu langkah kalah cepat dibandingkan keinginan atau kemauan. Sangat sedikit orang yang berpikir dan berkata cukup untuk hal yang menjadi keinginannya. (Arif Rahman)
Namun demikian, apakah setiap guru dilarang untuk mendapatkan penghasilan yang lebih di luar gaji yang diterima? Tentu tidak. Bahkan dalam ajaran Al Qur'an saja disebutkan:
"Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (Al Jumu'ah: 10)
Bahwa setiap orang diperintahkan bekerja atau memenuhi segala macam kebutuhan hidupnya, dengan cara baik dan halal. Baik itu yang melingkupi tugas pokoknya, atau penghasilan tambahan yang juga membantu memenuhi kebutuhan hidupnya.
Maka dari itu, bagaimana seorang guru bisa menyelesaikan persoalan lain terkait kehidupannya, tentu mencari sumber lain yang bisa menjadi alternatif penghasilan yang dapat menunjang kehidupan mereka. Â
Salah satunya kebiasaan menulis. Mengisi kegiatan menulis yang berhubungan dengan tugas-tugasnya di sekolah dan masyarakat, juga memanfaatkannya sebagai ajang mendapatkan penghasilan yang halal. Menulis dan membukukan setiap moment yang dijalani, untuk mengikat memori atau ingatan dalam sebuah karya yang bermanfaat.
Dengan kata lain, setiap guru adalah manusia yang memiliki kehidupan yang sama dengan orang lain, mereka membutuhkan kebutuhan materi dan immateri, mereka membutuhkan kenyamanan dalam bekerja dengan target yang terpenuhi, dan membutuhkan kenyamanan kehidupan karena ekonomi yang juga tercukupi. Asalkan tidak mengganggu tugas pokok sebagai tenaga pendidik.
Akhir kata, setiap guru akan mengalami kondisi yang normal dengan masalah kehidupannya. Kelelahan psikis maupun fisik, juga kelelahan dalam memenuhi kebutuhan ekonominya. Maka salah satu solusinya adalah dengan menulis.Â
Menulis yang bisa membangun kualitas guru sebagai tenaga profesional, dan kualitas kehidupannya sebagai manusia yang bermartabat dan mapan dalam finansial.
Catatan kaki:
Jamal Ma'mur Asmani, Tips Sukses PLPG Pendidikan dan Latihan Profesi Guru. Diva Press, Jakarta, 2011.
Arif Rachman, Guru, Erlangga, Jakarta, 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H