Beliau dan tokoh-tokoh lain yang termasuk dalam institusi BPIP sepertinya ingin menunjukkan bahwa "kami ini berjasa dan jasa kami harus dihargai mahal". Meskipun pemberian honor, gaji atau tunjangan tersebut memang terlampau mahal. Dengan sederet alasan yang menguatkan beliau dan tokoh-tokoh lain memiliki argumen, apa yang diberikan nanti sudah sesuai dengan beban kerja dalam mendidik rakyat akan Pancasila tersebut. Padahal yang sebenarnya menjadi ujung tombak diamalkannya Pancasila bukannya para tokoh tersebut, melainkan para guru yang mengajarkan anak didiknya akan nilai-nilai Pancasila. Para guru yang boleh jadi hanya honorer yang digaji ratusan ribu ternyata lebih berkepentingan dan berkewajiban mengemban amanah untuk mendidik rakyat yang berpancasila. Bahkan para orang tua yang pancasilaislah yang sebenarnya berhak mendapatkan pernghargaan sebagai tokoh penjaga Pancasila.
Dan sudah bukan rahasia umum lagi, bahwa pemberian gaji atau tunjangan jika melebihi dari beban kerjanya tentu menelurkan polemik dan kontroversi di tengah masyarakat.
Saya dan boleh jadi publik tidak mempermasalahkan hak gaji atau tunjangan yang besar itu, karena itu kewenangan presiden, namun ketika dikembalikan kepada kondisi para guru yang sejatinya lebih sulit dalam membina ideologi Pancasila terhadap anak didiknya tentu menjadi pertanyaan serius. Apakah para tokoh ini tega menikmati honor yang begitu tinggi ketika dibandingkan dengan para honorer dan pegawai negeri yang mendapatkan penghasilan yang minim tersebut?
Ketika ujung tombak Pancasila ada di tangan para guru
Bolehlah beranggapan bahwa honor tersebut sesuai dengan pengabdiannya yang begitu berat dalam menjaga ideologi Pancasila, namun seberapa berat sih dibandingkan dengan para guru-guru di seluruh nusantara yang boleh jadi tingkat kenakalan anak-anak yang luar biasa sulitnya diatasi dan boleh jadi mereka mengabdi di daerah pedalaman dan perbatasan yang begitu susahnya membangun pondasi kepercayaan terhadap ideologi Pancasila ditengah terpaan arus disitengrasi bangsa? Ditambah lagi apakah tidak membandingkan betapa sulitnya para guru ngaji yang hanya dihonor kecil harus berjuang meyakinkan jamaah bahhwa ideologi Pancasila adalah ideologi terbaik bagi bangsa ini?
Sekali lagi, pertanyaan-pertanyaan ini terus saja bergelayut dan mengalir seperti aliran sungai yang begitu jernih betapa kejernihan hati amat dibutuhkan di sini. Bahkan bapak Prof. Salim Said begitu tegasnya menyatakan bahwa pembelaan diri seorang profesor tersebut sudah menyakiti rakyat di mana saat ini rakyat tengah mengalami kesulitan hidup.
Dan tentu saja dalam persoalan ini seorang profesor bisa saja mengalami pergolakan dan pergulatan berpikir dan batin antara menerima atau tidak, seorang profesor tentu menemukan titik tumpul dalam memahami kondisi bangsa dan negara. Bagaimana rakyat yang saat ini berjuang dalam kehidupan yang serba sulit, dengan perjuangannya membela keputusan pemimpin tertinggi atas nilai rupiah yang dibilang "fantastis" tersebut, meskipun penuh dengan pergolakan emosi di tingkat bawah. Rakyat yang berjuang menjaga amanah konstitusi dan menjaga keharuman ideologi Pancasila di tengah-tengah beban hidup yang semakin sulit.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H