Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

BPIP, Ketika Sang Profesor dan Tokoh Bangsa Pun Dibully

7 Juni 2018   05:38 Diperbarui: 7 Juni 2018   08:49 864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang anda bayangkan jika anda adalah seorang ternama, publik figur, tokoh masyarakat dan seorang guru besar atau seorang ulama karena kedalamannya ilmu tiba-tiba dibully oleh masyarakat? Apakah anda merasa senang atau justru sedih? Atau anda berusaha membela diri dan berusaha menaklukkan seluruh kata-kata kritikan yang keluar dari orang lain dengan bahasa membela diri? Jawabannya tentu beragam respon. 

Ada yang menerima dengan pasrah dan mendengarkan setiap kritikan dengan lapang dada dan disertai rasa penerimaan bahwa boleh jadi kata-kata atau kalimat kritikan memang bermaksud memperbaiki kekurangannya. Namun tidak sedikit yang dengan angkuhnya mengatakan; "Anda tahu apa? Saya orang yang mengerti hukum loh, saya orang yang tinggi ilmunya, jadi apa yang saya pahami adalah sebuah kebenaran."

Dua cara berpikir yang berbeda ini tentu berdasarkan argumen individualistis dan berdasarkan asas kemerdekaan berpikir. Boleh jadi pendapat pertama karena sosok tersebut mengakui bahwa memang apa yang dilakukannya sebuah kesalahan, jadi karena merasa legowo, semua bentuk kritikan entah itu pedas ataupun manis, semua diterima dengan lapang dada. 

Orang-orang ini begitu beraninya membuang sika ego demi mendapatkan respon yang lebih baik dari orang-orang yang berada di lingkungannya secara luas. Meskipun belum tentu apa yang dikritikkan berupakan kebenaran. Namun karena semua menyangkut eksistensi ketokohan dan kehormatan bagi seorang yang berjuluk ulama, maka sikap mengalah adalah lebih utama.

Berbeda 180 derajat dengan sosok yang kedua, karena merasa dirinya sudah benar, keputusan yang diambil sudah sangat tepat menurutnya, maka sampai kapanpun keputusan itu harus diperjuangkan, meskipun apa yang menjadi keputusannya boleh jadi sebuah kesalahan. Meskipun orang-orang yang mengkritik memiliki dasar hukum atau landasan berpikir yang kuat dan benar.

Orang kedua selalu memberikan alasan bahwa apa yang dilakukannya selalu benar dan apa yang dipandang oleh orang lain adalah kesalahan. Maka bagaimanapun juga, apapun kritik yang disampaikan hanya dianggap angin lalu dan seperti sampah yang keluar dari tong-tong yang dikerubuti lalat.

Kedua orang di atas memiliki cara pandang yang berbeda akan sesuatu. Dan tentu saja siap mendapatkan risiko yang terberat atas keputusan yang diambil. Mereka akan selalu memiliki dasar yang dianggap kuat untuk mendukung pendapatnya. Dan itu adalah hak semua orang, tidak boleh memaksa untuk menerima pendapat orang yang berbeda.

Namun yang perlu digarisbawahi bahwa setiap keputusan akan mendapatkan konsekuensinya yang bisa logis maupun tidak logis. Ketika dirinya mengakui kesalahannya misalnya, maka setiap orang yang mengkritik akan terpuaskan dan masyarakat menilai bahwa sosok tersebut lebih terbuka karena setiap orang tidak ada yang benar-benar tepat keputusannya diluar batas-batas kemanusiaan.   Namun sebaliknya ketika ada sosok yang begitu amat dikagumi ternyata memiliki sikap yang alot dan terkesan "keras kepala", padahal keputusan itu boleh jadi salah  maka bersiaplah dicap sebagai sosok yang keras kepala pula. Tidak menutup kemungkinan seorang petinggi negeri atau tokoh ternama mendapatkan stempel ini.

Liputan6.com
Liputan6.com
Ketika Profesor Dr. Mahfud MD. dan Tokoh Bangsa  pun dibully

Saya adalah salah satu dari deretan masyarakat awam yang sangat mengagumi sosok Profesor Dr. Mahfud MD. Karena sifat kerendahan hati dan kesederhanaannya dalam menjalani kehidupan tersebut membuat saya semakin simpati dan menaruh bangga. Betapa sosok yang berpendidikan tinggi dan pernah menduduki jabatan penting dalam ranah kehakiman ini ternyata memiliki sikap yang sunggu bijaksana. Maka saya tidak heran selama menduduki jabatan penting tersebut nama beliau jauh dari panggilan buruk. Jauh dari prasangka korupsi yang biasa disandang oleh para pejabat yang menduduki kursi basah tersebut.

Namun, sayang sekali, akhir-akhir ini nama baik sang profesor seperti jatuh di titik terendah. Karena sikapnya yang terlihat membela diri dengan dasar-dasar berpikir yang bersifat individualis mengakibatkan tokoh ini seolah-olah berada dalam kesalahan yang terdalam. Bagaimana sikap beliau yang begitu keukeunya membela kebijakan pemberian gaji yang tinggi terhadap tokoh-tokoh yang masuk dalam institusi penjaga pancasila tersebut. BPIP sebagai wadah untuk melindungi degradasi ideologi Pancasila di tengah bangsa ini. Lembaga yang diharapkan Presiden mampu memperbaiki marwah pancasila menjadi satu-satunya ideologi bernegara Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun