Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Ketika Maskapai Penerbangan Seperti "Menipu" Konsumen

1 Juni 2018   20:37 Diperbarui: 2 Juni 2018   03:26 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi; satujam.com

Siapa yang tidak ingin perjalanannya lancar tanpa hambatan yang berarti. Sepertinya saya mewakili semua pengguna moda transportasi apapun yang ingin menikmati saat-saat melelahkan karena harus segera sampai ke tujuan. Entah moda transportasi apapun, saya kira tidak ada yang ingin merugi atau merasa dikadalin karena moda transportasi tersebut tidak memenuhi keinginan penggunanya.

Ketika berbicara moda transportasi, tentu juga tidak terlepas dari kenyamanan dan ketepatan waktu untuk sampai ke tujuan. Tak hanya kenyamanan dan ketepatan, fasilitas yang ada serta layanan bagi penumpangnya pun menjadi point penting apakah moda transportasi tersebut layak disebut "baik" atau sebaliknya. Dan sepertinya tidak ada loh yang ingin dicap "jelek" oleh penumpangnya, kan?

Yap. Karena dengan nilai bintang lima misalnya, tentu konsumen pun akan lebih ketat dalam menyeleksi atau selektif dalam menentukan moda transportasi apa yang akan membantunya menikmati saat-saat dalam perjalanan itu. 

Sebut saja pesawat terbang. Moda tansportasi yang cukup modern tersebut, ternyata saat ini banyak saya temui hal-hal yang kurang mengenakkan hati. Boleh jadi karena defisit keuntungan, gagal memenuhi pencapaian penumpang karena terjadinya kelesuan ekonomi di tingkat masyarakat, dampaknya target penerimaan keuntungan menurun drastis. 

Dampak yang lebih mengkhwatirkan lagi jika suatu saat nanti maskapai yang tadi mendapatkan penghargaan sebagai maskapai penerbangan terbaik, eh tiba-tiba terjun bebas lantaran layanan bagi konsumen yang cenderung berkurang atau semakin buruk. Entahlah, saya kira pihak pemerintah dan maskapai penerbangan lebih memahami situasi pelik ini.

Terlepas situasi bisnis yang boleh jadi lesu karena kurs dolar yang cenderung naik seperti tidak terkendali, karena hal tersebut adalah kuasa pemilik maskapai dan pemerintah sendiri. Namun, bagi konsumen, melihat moda transportasi yang saya anggap mewah ini tentu memiliki kriteria penilaian secara subjektif. Yang menurut saya kurang, mungkin orang lain menganggap sudah bagus sekali. Tidak masalah tentunya.

Apakah kendaraannya masik laik jalan dengan fasilitas di dalamnya yang juga membuat nyaman, apakah layanan di dalamnya juga membuat betah penumpangnya, atau sebaliknya merasa tidak mood dan bosan karena merasa terganggu dengan layanan yang tidak mengenakkan. Dan lebih menarik lagi apakah kelebihan pelayanan bagi penumpang juga disertai dengan harga tiket yang kompetitif. 

Atau lebih cenderung murah karena memang itulah yang dicari oleh para traveller, yang notabene selalu ingin menemukan layanan yang baik dengan harga tiket yang murah. Secara gitu loh, kalau ada yang murah mengapa milih yang mahal? Dan siapa yang mau membayar lebih mahal jika pelayanannya relatif sama? Kalau saya mah ogah.

Bukan berarti saya punya banyak uang sehingga memilih maskapai yang mahal, atau bukan berlaku ala borjuis yang begitu mudahnya membeli fasilitas VVIP yang notabene harganya bisa dua kali lipat. 

Tidak. Sama sekali tidak. Lantaran bagi masyarakat menengah ke bawah tentulah pilihan dalam berkendara atau fasilitas penerbangan memilih yang tidak menguras dompet. Belum lagi ketepatan waktu yang cenderung selalu menjadi prioritas apakah moda transportasi itu akan dipilih atau tidak.

Seperti misalnya saya yang modalnya cupet alias pas-pasan, untuk melakukan perjalanan yang cepat tentu akan memilih maskapai penerbangan yang juga cepat dan tepat dengan harga terjangkau. Melihat lagi apakah di dalam pesawat disediakan minuman atau snack sebagai pengganjal perut. Dan tentu menentukan apakah pesawat itu nyaman atau tidak selama melakukan perjalanan.

Faktanya tidak semua maskapai penerbangan bisa memenuhi harapan konsumennya. Di satu sisi mungkin segala macam fasilitas terpenuhi, namun sayangnya tiketnya juga selangit. Untuk ukuran saya pastilah kantong lansung bocor. Namun, ada pula pilihan maskapai penerbangan yang murah dengan risiko menerima konsekuensi kenyamanan yang kurang karena bisa jadi di dalamnya ada aksi transaksi yang cenderung berisik dan mengganggu orang yang tengah beristirahat. 

Belum lagi fasilitas seperti air minum kadang tidak tersedia. Untuk urusan hidangan tentu tidak terlalu menjadi persoalan karena ada pula yang tidak seberapa suka dengan makanan dalam pesawat karena kondisi sudah kenyang.

Namun point paling urgen dalam tulisan ini ada beberapa hal yang membuat ketidak nyamanan penumpang secara umum dan saya sendiri yang cukup sering menggunakan transportasi udara ini.

Pertama, harga jual tiket yang begitu cepat mengalami kenaikan

Saya kira yang saya alami sama situasinya dengan calon penumpang lain. Dengan harga yang biasanya dianggap murah, eh ternyata begitu cepat mengalami kenaikan. Saya dan penumpang lain yang boleh jadi sudah menghitung budget untuk tiket pun terkadang dibikin riweuh. Bagaimana tidak riweuh jika kenaikannya sangat signifikan dan cenderung tinggi. 

Saya tetap sepakat jika di hari-hari biasa harganya stabil, dan mendekati lebaran atau liburan harganya juga naik karena moda transportasi apapun akan melakukannya. Namun jangan sampai ketika hari biasa pun harganya dibuat naik yang kadang saya sendiri tidak tepat dalam mempertimbangkan kenaikannya.

Bagi masyarakat bawah tentu hal ini sungguh tidak mengenakkan, karena harga penjualan tiket yang tidak stabil tentu berbuntut kekecewaan bagi calon penumpangnya. Yang biasanya dihitung sudah cukup, gilirang dua hari kemudian harganya sudah tidak sesuai lagi.

Siapapun orangnya entah yang bermodal besar maupun yang pas-pasan tentu menginginkan harga tiket yang sesuai dengan isi kantong, dan tentu saja harus sesuai dengan pelayanannya.

Kedua, Timing perjalanannya yang tidak tepat

Boleh jadi saya adalah salah satu di antara penumpang yang suka ngedumel jika jadwal penerbangan tidak tepat waktu. Karena beberapa tahun yang lalu ada salah satu maskapai yang juga dibuat kalang kabut karena calon penumpang menuntut ganti rugi lantaran pesawat yang delay terlalu lama, bahkan ada yang penerbangannya dibatalkan sepihak.

Melihat betapa pentingnya waktu, karena siapa saja yang ingin terbang dengan pesawat tentu karena menilai moda transportasi ini memberikan layanan kecepatan yang lebih baik. 

Selain layanan penerbangan yang cepat tentu karena waktunya lebih bisa diukur. Misalnya jika saya pukul delapan sudah harus berada di Jakarta, maka pukul enam pagi saya sudah stand by di bandara, dan sejam kemudian saya harus ceck in. Atau sejam sebelumnya saya harus sudah ceck in karena khawatir ketinggalan pesawat.

Repotnya di sini, ketika penumpang sudah menunggu sesuai jadwal yang ditentukan, eh tiba-tiba pihak maskapai atau agen mengirimkan sms pemberitahuan kalau penerbangannya akan diundur. 

Dalam situasi seperti ini tentu calon penumpang sudah kecewa. Mereka sudah jauh-jauh hari mempertimbangkan waktu penerbangan agar sesuai jadwal yang ditentukan, eh tiba-tiba kecewa karena harus sampai di tujuan dengan waktu yang lebih lama. 

Terlambat sudah pasti didapat namun ganti rugi jarang diberikan. 

Ada juga pengumuman itu mendadak ketika berada di bandara. Tentu penumpang manapun akan mengerutkan dahi karena kecewa.

Masih bisa ditolerir sih kalau perubahan jadwal karena cuaca atau kendala teknis yang memaksa harus mengubah jadwal.

Jika ada kompensasi atas keterlambatan biasanya pihak maskapai memberikan nasi kotak atau snack untuk menghibur calon penumpangnya. Namun waktu yang sudah ditentukan tetap tidak berubah.

Pada situasi ini apakah calon penumpang bisa minta ganti rugi? Jarang yang melakukannya. Paling sekedar protes menerima kompensasi nasi kotak yang nilainya tidak seberapa dibandingkan waktu yang tergadai.

Sebagai moda transportasi yang mewah dan mahal, seyogyanya dan semestinya penghargaan atas waktu milik calon penumpang menjadi prioritas. 

Bukan berarti karena mahal dan mewah, seola-olah penumpang awam seperti tidak punya hak sama sekali dalam menentukan pilihan maskapai mana yang terbaik. Seandainya ingin memilih tentu terkendala kondisi pesawat yang akhir-akhir ini semakin berkurang karena penumpangnya yang mulai sepi.

Dalam kondisi ini pilihannya adalah apa boleh buat, daripada tidak bisa terbang,ya tetap saja ikut terbang dengan risiko ketertinggalan acara penting misalnya.

Ketiga, Egois dalam menentukan waktu keberangkatan

Boleh dibilang pihak maskapai penerbangan terlalu egois. Egois dalam hal ini selalu merasa benar meskipun sudah salah. Contoh; ketika penumpangnya memesan tiket sesuai jadwal, pihak maskapai secara sepihak memajukan atau memundurkan jadwal semau sendiri tanpa mempertimbangkan kondisi calon penumpang. 

Tapi pada gilirannya ketika penumpang terlambat, pesawat pun begitu mudahnya meninggalkan penumpangnya dan menerima konsekuensi tiketnya hangus.

Apakah ini bukan disebut egois? Egois kan? Yap. Sungguh kondisi yang membuat miris dan terkesan menipu penumpang dengan aturan yang sepihak dan subjektif. Padahal dalam UU Konsumen, setiap konsumen berhak mendapatkan pelayanan terbaik karena sudah membeli fasilitas yang disediakan.

Meskipun demikian, tetap saja banyak konsumen yang hanya bisa pasrah dengan keadaan tanpa berani menuntut.

Keempat, pelayanan yang kurang baik dan berisik

Saya bukan bermaksud merendahkan maskapai penerbangan yang sudah memberikan layanan terbaiknya. Namun yang saya maksudkan adalah sebenarnya maskapai penerbangan terebut teramat murah, tapi tingkat kenyamanannya kurang karena ada aksi transaksi di dalam pesawat.

Bagi penumpang tentu saja sangat mengganggu. Namun karena itu kebijakan pesawat, rata-rata penumpang pun harus mengalah dan pasrah bongkoan dengan kondisi yang tidak nyaman tersebut.

Beberapa hal  di atas sebenarnya  belum mewakili sepenuhnya kondisi moda transportasi udara yang cenderung mengalami penurunan kualitas pelayanannya. 

Karena ada banyak lagi keluhan yang boleh jadi sudah disampai lewat email, surat atau sms. Namun kadang menggunakan jalur tersebut bisa mengundang persoalan tersendiri jika pihak maskapai tidak menerima teguran dengan bijak.

Yang pasti, demi menjadi moda transportasi yang memang memenuhi syarat bagi kenyamanan dan keamanan penumpang, semestinya aturan-aturan atau regulasi yang dibuat harus memenuhi hak-hak dan kewajiban penumpang tanpa merugikan satu sama lain.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun