Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Gini Masih Ribut, Nggak Capek?

2 Mei 2018   10:17 Diperbarui: 10 Mei 2018   21:42 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alhamdulillah pagi ini sembari beristirahat, saya sempatkan bersyukur atas nikmat Tuhan YME, pagi-pagi sudah menikmati sarapan dan sudah bertemu banyak orang. 

Dan bersyukur lagi, orang-orang yang dicintai masih diberikan kesehatan. Sekaligus melihat senyum para petani karena padinya sudah mulai dituai. 

Nampaknya mereka bergitu berbahagia karena harganya masih bisa menutup modal. Dan kebetulan sebentar lagi kan puasa Ramadhan, berharap panen ini bisa untuk modal beribadah di bulan itu.

Sembari menikmati gorengan yang dibeli di Kantin Sekolah, tiba-tiba saya melihat beranda facebook yang isinya ribut-ribut yang terjadi di acara Car Free Day (CFD) Jakarta. 

Selayaknya sebuah moment untuk bisa berkumpul dan bersilaturrahmi, tentu hendaknya bisa diisi dengan silaturrahmi. 

Bertemu sahabat atau sang tokoh pun juga boleh. Yang penting kemasannya bisa untuk menyambung rasa kangen karena aktivitas yang padat.

Melihat screen shoot yang dibagikan saya sih kaget, mengapa acara yang seharusnya untuk relax ternyata tidak relax lagi. 

Semestinya bisa bertemu kawan lama, justru tercoreng dengan aksi yang justru merusak citra CFD sendiri. Lagi pula CFD kan memang ingin menghindari kebisingan kendaraan (mobil) dan pengapnya asap, mengapa justru dihiasi oleh keributan? 

Menurut saya sungguh aneh sekali. Dan nggak banget loh. Sebab bagaimanapun acaranya kalau berujung keributan kan gak asyik. Ya kaan?

Terlepas dari keributan di CFD Jakarta, saya tidak mau terlibat keributan tersebut. Apakah murni kesalahan kerumunan orang yang katanya mem-bully, atau justru orang yang mengaku sebagai korban. 

Maklum, saat ini lagi tahun panas, jadi boleh jadi semua moment yang adem, bisa menjadi panas.

Mengapa kita masih ribut?

Pertanyaan ini sepertinya sepele ya? Menanyakan kenapa setiap hari terjadi keributan. 

Keributan yang kadang bernuansa politis pun cenderung menghiasi dunia pergaulan kita. Karena perbedaan kaos dan pakaian ternyata membuat bangsa ini larut dalam keributan. 

Dan tepat di hari CFD masyarakat diberitakan ribut lantaran perbedaan dalam mengenakan kaos. Buruh ketika demonstrasi memperingati Hari Buruh (May Day) di Jogjakarta pun diisi dengan keributan. Belum lagi di media sosial foto tokoh Papua seperti dilecehkan. 

Sepertinya di setiap suasana dipenuhi dengan keributan. Meskipun tidak semua orang suka ribut, ternyata masih ada saja yang memancing keributan. 

Entah membully, memancing untuk dibully, menyebar foto-foto hoax, hasutan, fitnah dan beragam cara yang membuat suasana menjadi gaduh  dan mencekam. 

Kalau boleh jujur, ketika kita suka ribut jangan-jangan kejiwaan kita sedang sakit. Sakit karena didera persoalan yang seharusnya bisa dihindari. Memikirkan harga-harga yang cenderung melambung sedangkan pendapatan cenderung stagnan. 

Belum lagi para penggede pun terlihat suka menunjukkan keributan, memberikan pernyataan-pernyataan yang bermuara sentimen kelompok tertentu. Atau urusan kehidupan yang karena gaya hidup membuat hidup semakin sengkarut. 

Kehidupan masih susah, tapi penampilan bergaya orang kegedean. Begitu pula sebaliknya para penggede pun bertindak seolah-olah bukan penggede lagi, lantaran bisa disebut penggede jika kepribadiannya juga bagus dan menjaga kehormatannya di mata publik.

Bagaimana masyakat bawah tidak suka ribut, jika para punggawanya juga terlibat konflik. 

Bagaimana rakyat kecil tidak suka ribut, jika para pembesar di negeri ini menunjukkan sikap jumawa dan kerendahan budi. Dan bagaimana mungkin rakyat menjadi tenang, jika tokoh-tokoh politik justru memperlihatkan kekerdilan dalam berpikir.

Belum lagi di mana ada keributan selalu ada tendensi negatif bahwa ada sosok yang memancing di air keruh dan menggerakkan situasi agar keributan selalu terjadi. 

Semoga sosok yang diduga berada di belakang keributan tersebut segera insyaf dan memohon ampun kepada Tuhan karena perbuatannya itu termasuk perbuatan yang membahayakan bagi ketertiban bersama.

Apakah rakyat menikmati ribut atau keributan?

Pertanyaan ini pun menjadi pertanyaan bagi saya sendiri, seperti dalam keluarga jika anggota kelurganya menyukai keributan sudah dapat dipastikan kehidupannya berantakan. 

Sang ayah menyalahkan sang ibu, ibu balik menyalahkan sang ayah, ibu menyalahkan ke anak dan seterusnya. Setiap hari dipenuhi konflik yang tidak berkesudahan. Muaranya tentu kehidupan keluarga tidak lagi bisa diselamatkan. 

Jangankan berpikir bagaimana membangun keluarga yang harmonis, menahan ego sendiri saja belum mampu. 

Bagaimana membangun masa depan generasi muda, membagun diri sendiri saja masih sering alpa. 

Meskipun di media sosial maupun pada moment-moment tertentu masih sering ribut, semoga di tahun politik semua bisa diredam demi kemaslahatan bersama. 

Cukuplah memandang pada kehidupan anak-anak desa yang begitu menyukai ketenangan demi kehidupan yang menyenangkan. Mereka begitu ceria bermain dan bercanda dalam keharmonisan. 

Ribut itu nggak enak banget dan sebaliknya bikin capek jiwa dan raga.

Pertanyaan pamungkas, apakah anda memang suka ribut dan keributan? 

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun