Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melihat Sisi Terang dan Gelap TKW di Luar Negeri

6 November 2017   05:26 Diperbarui: 9 November 2017   04:58 2260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Persoalan pokok mengapa para wanita ingin bekerja ke luar negeri adalah: faktor ekonomi, broken home dan status sosial

Benarkah anggapan tadi? Benar. Itu menurut saya pribadi yang hidup bersama-sama sosok yang kini menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW). 

Bukan hanya keluarga sendiri, karena saat ini pun di lingkungan saya, banyak pria yang mendadak jomblo. Jomblo bukan ditinggal mati atau meninggalnya sang istri, tapi jomblo karena harus menjadi "aceng". Para wanita kebanyakan berprofesi sebagai buruh migran. Mereka menjalani kontrak sebagai TKW.

Meskipun para pria pun banyak pula yang berprose sama, tapi untuk saat ini didominasi para kaum hawa ini.

Kog saya mendadak gemes ya kalau liat sinetron di salah satu tv swasta itu? Tauk ah.

Faktor ekonomi menjadi faktor utama mengapa kaum hawa "nekat" menjadi pekerja di luar negeri. 

Yap, ekonomi atau kebutuhan hidup selalu menjadi energi mengapa para wanita ini mau mengerahkan tenaga, waktu, dan pikirannya untuk mencari sesuap nasi.

Sesuap nasi yang sejatinya bisa dicari di negeri sendiri ternyata tak sebanyak jika dibandingkan dengan mencarinya di rantau orang. 

Misalnya saja seorang pekerja kantoran yang dengan pakaian serba necis di perusahaan dalam negeri, akan jauh pengasilannya jika dibandingkan dengan seorang penjaga nenek-nenek atau pengurus orang tua. 

Dengan UMP sebesar 2,5 juta rupiah pun akan jauh banget hasilnya dengan mereka yang bekerja di Korea, Jepang, Taiwan, Brunei Darussalam atau Amerika Serikat. Karena di negeri-negeri tersebut penghasilannya bisa mencapai 12 juta bahkan lebih jika mereka bisa mencari tambahan lain. Atau para pekerja pabrik yang jika mendapatkan lembur atau objekan lain, maka penghasilannya bertambah.

Tambahan ini bisa yang halal dan bisa juga yang haram tergantung ketertarikan sang pekerja atau buruh migran tadi. Meskipun tidak termasuk negeri Jiran Malaysia yang gajinya paling kecil untuk ukuran Asia.

Si Mimin misalnya, bekerja di Korsel ternyata bisa mendapatkan upah sampai dengan 30 juta, maka tidak butuh puluhan tahun untuk membangun rumah mewah di kampung, mobil mercy dan kekayaan lain yang bisa diperoleh. 

Bahkan beberapa waktu lalu ada salah satu TKI yang diundang mengisi acara di OVJ di salah satu televisi swasta. Berangkat dengan boleh jadi penampilan biasa-biasa saja, lima tahun kemudian terlihat perlente.

Itulah daya tarik dari segi ekonomi. Mereka memilih berkarir di luar negeri dengan segenap profesionalisme seperti keterampilan bahasa, skill pekerjaan dan tentu saja siap untuk terpisah jarak. 

Bekerja diluar negeri bukan lagi aib, karena justru adalah prestice bagi kehidupan mereka. Beda jauh jika bekerja di dalam negeri, untuk bisa membeli sepeda motor saja butuh kredit selama 3 tahun.

Faktor kedua mengapa nekat ke luar negeri adalah faktor keluarga yang hancur (broken home).

Di antara mereka yang alasan ekonomi ternyata ada pula yang karena rumah tangga yang hancur atau berantakan. 

Pasangan yang mengalami kegagalan dalam berumah tangga ini memilih mencangkul rezeki di negeri orang karena ingin memperbaiki taraf hidup mereka. Kegagalan karena perselingkuhan dan atau kondisi ekonomi rumah tangga pula. 

Seperti penuturan Denok (bukan nama sebenarnya) mengatakan bahwa kepergiannya ke luar negeri karena suaminya telah berselingkuh. Dia nekat membalaskan sakit hatinya dengan mencari uang yang banyak. Setelah itu ia bercita-cita bisa melanjutkan kehidupannya yang lebih baik dengan pria lain.

Menjadi TKW memiliki segudang konsekuensi atau akibat yang diterima. Baik dari sisi terang maupun gelapnya.

Jika menjadi TKI ternyata sukses, tentu ini adalah titik terang ke luar negeri bagi para pemburu mata uang asing ini. Mereka yang sukses bisa ribuan orang, namun yang gagal juga tidak sedikit.

Mereka yang mendapat kemudahan ketika bekerja di luar negeri ternyata diawali oleh kebijakan pemerintah yang saat ini sangat memperhatikan nasib TKI/TKW ini. 

Mulai dari rekrutmen pekerja, pengurusan administrasi dan pelatihan di pusat trainingnya juga sangat diawasi pemerintah. Tak ada toleransi bagi lembaga penyalur tenaga kerja yang tidak layak. Kebanyakan mereka yang tidak profesional akan dicabut izinnya.

Selain dari sisi perusahaan penyalur, ternyata para calon pekerja juga bukan asal comot. Mereka diseleksi secara ketat. Bagaimana data kependudukannya dan tentu status manusianya, sehat atau sebaliknya.profesional dalam bahasa dan skill kerja juga menjadi tuntutan yang tidak bisa diabaikan.

Jika pada tahap rekrutmem mereka lolos, maka perjalanan menjadi TKI kemungkinan besar akan mulus sampai habis kontrak.

Mereka insyaAllah akan bisa bekerja dengan baik dan mendapatkan hasil yang baik pula. Meakipun proses ketika bekerja juga memicu keberhasilan para penyumbang devisa negara ini. Apakah mereka disiplin, "bener" dalam bergaul dan yang pasti apakah mereka gemi atau justru boros. Segala pernak-pernik kemudahan di sana menjadi ujian bagi pekerja yang ingin sukses.

Beruntung sekali yang mereka terampil dalam bahasa dan skill, pertemanan yang baik dan juga kondisi tuan rumah yang juga ramah. Ramah dalam arti memperkerjakan pekerjanya dengan penghargaan yang tinggi.

Tak sedikit mereka yang suksea bisa menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi dan memperbaiki kondisi ekonomi, tapi tak sedikit pula yang berakhir tragis. Pulang tanpa hasil malah justru nambah momongan yang tidak tahu siapa ayahnya. Bahkan ada yang lebih kasihan lagi pulang sudah tak bernyawa. Miris.

Sisi gelap bekerja di luar negeri

Ada sisi terang dan ada sisi gelapnya. Sama seperti naturalnya kehidupan ini ada gelap dan terang. Ada hitam dan putih dan sudah pasti ada tangis dan tawanya. Itu adalah dua sisi yang selalu mengiringi kehidupan manusia.

Begitu pula sisi gelapnya para pemburu uang ini. Di antara mereka ada yang harus mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari tuan rumahnya. Khususnya pekerja informal.

Para majikan belum mengindahkan asas kebebasan dalam beragama. Seperti bagaimana mereka bisa menikmati makanan halal. Makanan halal adalah menu istimewa yang cukup sulit didapatkan. Dan itu sudah pasti, lantaran untuk pekerja yang bekerja di negara yang non muslim, untuk sekedar menikmati makanan halal adalah kesulitan tersendiri. Bagaimana mereka harus membagi waktu dalam bekerja dan beribadah pun amat sulit dilakukan.

Belum lagi makanan yang disediakan kebanyakan adalah makanan yang tidak boleh dikonsumsi oleh seorang muslim. Akibatnya, para pekerja yang muslim harus terpaksa menikmati makanan yang tidak halal itu atau justru merogoh kocek yang lebih dalam agar bisa membeli makanan di luar yang halal.

Meskipun begitu, tidak sedikit pula tuan rumah yang respect dan memberikan kebebasan bagi pekerjanya.

Selain faktor di tempat bekerja, ternyata kehidupan di perantauan seperti surga dunia. Seperti penuturan para TKI yang secara jujur menceritakan bahwa kehidupan glamor di negeri orang turut menjebak para TKI dan TKW ini untuk kendapatkan kebebasan dan kepuasan tanpa dibatasi oleh apapun. Terkecuali negara yang notabene memegang agama sebagai sandaran kehidupan.

Bagitu mudahnya sesama TKI menjalin asmara meskipun pada bukan pasangannya yang sah. Akibatnya, kehidupan rumah tangganya berantakan dan hasil bekerjanya ludes tak berbekas untuk bersenang-senang.

Bahkan ada TKI yang sampai tersangkut narkoba dan minumam keras lantaran begitu mudahnya mereka mendapatkan semuanya.

Beberapa gambaran sisi terang dan gelap tentu bisa saja terjadi bagi para pekerja. Tak hanya di luar negeri, karena di dalam negeri pun bisa dialami.

Konsisten berjuang dan bertahan dalam iman dan keyakinan yang akan membawa para pekerja ini selamat sampai tujuan akhirnya.

Salam

Gambar: liputan6.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun