Seringkali sekolah kami melakukan razia HP (ponsel), dan diketemukan tontonan yang tidak baik bagi anak-anak. Orang tua pun acapkali dipanggil ke sekolah terkait persoalan ini. Tapi faktanya masih ada saja guru yang kecolongan, ternyata anak masih bisa mengonsumsi tontonan yang tidak mendidik tersebut.
Entahlah, mungkin karena kesibukan, sehingga anak-anak ABK malah dianggap sepele dan dinomorduakan. Mencari kebutuhan ekonomi namun tidak sedikit yang justru mengorbankan anak-anaknya. Beruntung sekali, sampai saat ini anak saya tidak saya berikan fasilitas HP (ponsel), karena melihat belum siapnya mereka menerima teknologi modern itu.
Ketiga, karena anak ABK dianggap tidak mampu melakukan apa-apa, kerapkali orang tua menyepelekan pergaulannya. Maka yang terjadi ya seperti kasus yang banyak terjadi akhir-akhir ini justru si anak malah menjadi korban atau salah pergaulan hingga terjerat pada prilaku yang menyimpang.
Yang pasti, anak ABK adalah anak-anak istimewa yang semestinya mendapatkan perhatian yang lebih. Orang tua boleh saja mempercayai pergaulan anak-anak mereka, namun yang mesti dipahami bahwa perkembangan seksual anak ABK relatif sama dengan anak-anak pada umumnya meskipun secara mental dan kognisi agak terhambat atau terganggu.
Akhir kata, jangan pernah abaikan atau lalaikan kondisi anak-anak berkebutuhan khusus itu, karena merekapun sama bisa menjadi korban atau justru menjadi pelaku kejahatan.
Salam
Metro, Lampung, 5/3/2016
Â
NB:
Tulisan ini boleh dikomentari dan diberikan saran atau solusi jitu demi perbaikan pendidikan bagi ABK selanjutnya.
Tulisan lain yang menambah referensi: di sini, di sini