Mohon tunggu...
MAKRIPUDDIIN
MAKRIPUDDIIN Mohon Tunggu... Guru - Guru

Sebagai seorang guru jiwa selalu meronta untuk membantu siswaku meraih kesuksesan, tidak perduli lelah dan letih bagi saya mereka adalah teman sekaligus rasa bangga saya ketika melihat mereka berhasil meraih mimpinya. Bisa dibilang sudah menjadi bagian dari hobi selain membaca, menulis dan nonton film animasi. Berbagi cerita dengan siswa, mendengar kegundahan dan membantu mereka untuk berani melawan rasa takut mereka memiliki makna tersendiri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Berharap Dia adalah Ayahku (Bagian 2)

3 Desember 2022   23:35 Diperbarui: 4 Desember 2022   00:00 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap hari beliau tidak ada kata lelah, beliau habiskan sisa hidupnya untuk mengabdi kepada keluarga, pulang dari sawah, beliau menjadi tukang cukur keliling, selesai shalat magrib beliau menyempatkan diri mengajar anak-anak kampung untuk mengaji.

Saya tinggal di daerah pemukiman nelayan, rumah kami tidak jauh dari laut, kurang lebih sekitar 1 Km jaraknya dari bibir pantai. Sehingga rumah masyarakat kebanyakan terbuat dari kayu yang sering disebut dengan rumah panggung. Mata pencaharian masyarakatnya adalah sebagai nelayan dan pedagang.

Sesekali saya sempat melihat beliau mencukur anak-anak kampung yang datang untuk merapikan rambut mereka ke rumah, memang orang kampung kebanyakan mempercayakan ayah untuk mencukur mereka. Disamping karena hasilnya bagus dan rapi, tarip yang diberikan ayah jauh lebih murah dari barbershop lainya. Tangan tua itu sesekali terlihat gemetaran memegang gunting dan alat cukur manual yang sedang menari di atas kepala pelanggannya, saya berpikir mungkin karena alat yang digunakan masih manual, kemudian saya berinisiatif untuk membelikan ayah alat cukur listrik dari hasil menjual ayam. Tapi tetap saja tangan beliau gemetaran.

Bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun