Mohon tunggu...
MAKRIPUDDIIN
MAKRIPUDDIIN Mohon Tunggu... Guru - Guru

Sebagai seorang guru jiwa selalu meronta untuk membantu siswaku meraih kesuksesan, tidak perduli lelah dan letih bagi saya mereka adalah teman sekaligus rasa bangga saya ketika melihat mereka berhasil meraih mimpinya. Bisa dibilang sudah menjadi bagian dari hobi selain membaca, menulis dan nonton film animasi. Berbagi cerita dengan siswa, mendengar kegundahan dan membantu mereka untuk berani melawan rasa takut mereka memiliki makna tersendiri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Berharap Dia adalah Ayahku (Bagian 2)

3 Desember 2022   23:35 Diperbarui: 4 Desember 2022   00:00 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Arief ayo makan!"

"Nak, Ayo Makan, Kamu sedang mikirin apa sayang?" kata bunda, menyadarkanku dari lamunan.

"Eh, iya ada apa bun? dengan suara terbata-bata.

"Kamu menghayal ya?" goda bunda.

"Ngak kok bun, ayo kita makan", ajakku berusaha mengalihkan pembicaraan.

Saya tidak mau jika bunda bertanya lebih panjang lagi, malu dong, jika bunda tahu saya menghayalkan suasana berumah tangga. Lah wong Sekarang, baru saja masuk SMA.

memang plecing buatan bunda sangat The Best, rasanya selalu pas di lidah,  cocok dengan lidah saya yang tidak suka pedas. Sebenarnya ingin rasanya nambah nasi, tapi nasi sudah di bagi-bagi sama bunda dan bunda selalu mengajarin kita untuk tidak serakah dan selalu bersyukur dengan apa yang kita punya. Bunda selalu bilang jangan banyak makan, nanti ngantuk pas belajar, nasi yang harus dimakan 1/3, sayuran 1/3 dan sisakan ruang untuk air minum dan udara.

Setelah menghabiskan sarapan, saya mencuci piring sendiri, hal ini sudah biasa saya lakukan pada saat mondok selama 3 tahun. Dan kemudian tikar alas untuk makan dilipat kembali dan kemudian saya taruh di tempat semula di sudut pojok dapur.

Setelah perpamitan dengan bunda, saya berangkat ke sekolah dengan semangat. O ya, sekolah saya cukup jauh.  Sekitar 11 Km.

Jadi untuk bisa sampai ke sekolah saya harus menaiki kedaraan umum, yang sering kami sebut bemo kota. Berkat kebaikan dan kasih sayang Ayah, yang selalu menyisihkan uang untuk ongkos bemo hingga saya bisa sampai ke sekolah.

Setiap hari beliau tidak ada kata lelah, beliau habiskan sisa hidupnya untuk mengabdi kepada keluarga, pulang dari sawah, beliau menjadi tukang cukur keliling, selesai shalat magrib beliau menyempatkan diri mengajar anak-anak kampung untuk mengaji.

Saya tinggal di daerah pemukiman nelayan, rumah kami tidak jauh dari laut, kurang lebih sekitar 1 Km jaraknya dari bibir pantai. Sehingga rumah masyarakat kebanyakan terbuat dari kayu yang sering disebut dengan rumah panggung. Mata pencaharian masyarakatnya adalah sebagai nelayan dan pedagang.

Sesekali saya sempat melihat beliau mencukur anak-anak kampung yang datang untuk merapikan rambut mereka ke rumah, memang orang kampung kebanyakan mempercayakan ayah untuk mencukur mereka. Disamping karena hasilnya bagus dan rapi, tarip yang diberikan ayah jauh lebih murah dari barbershop lainya. Tangan tua itu sesekali terlihat gemetaran memegang gunting dan alat cukur manual yang sedang menari di atas kepala pelanggannya, saya berpikir mungkin karena alat yang digunakan masih manual, kemudian saya berinisiatif untuk membelikan ayah alat cukur listrik dari hasil menjual ayam. Tapi tetap saja tangan beliau gemetaran.

Bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun