a. Identifikasi Wacana Dominan, Identifikasi wacana dominan yang mendukung treaty shopping. Misalnya:
- Wacana Ekonomi: Argumen yang mendukung efisiensi ekonomi, daya saing global, dan optimalisasi pajak.
- Wacana Hukum: Penggunaan perjanjian pajak internasional untuk melegitimasi praktik ini sebagai sah secara hukum.
b. Analisis Kekuasaan dan Pengetahuan, Analisis bagaimana kekuasaan beroperasi melalui wacana tentang treaty shopping:
- Peran Institusi: Pemerintah negara maju, OECD, dan perusahaan multinasional memiliki kekuasaan signifikan dalam membentuk kebijakan pajak internasional dan mendefinisikan praktik treaty shopping sebagai sah atau tidak sah.
- Produksi Pengetahuan: Laporan, studi, dan kebijakan yang mendukung treaty shopping sering dihasilkan oleh entitas yang memiliki kepentingan dalam mempertahankan praktik ini.
c. Pemeriksaan Subjektivitas dan Identitas, Analisis bagaimana wacana tentang treaty shopping membentuk identitas dan subjektivitas aktor-aktornya:
- Perusahaan Multinasional: Digambarkan sebagai aktor rasional yang mencari efisiensi dan optimalisasi keuntungan.
- Negara Berkembang: Sering digambarkan sebagai korban dari praktik ini atau sebagai entitas yang tidak efisien dalam memungut pajak.
d. Resistensi dan Alternatif, Identifikasi bentuk-bentuk resistensi terhadap wacana dominan tentang treaty shopping:
- Gerakan Masyarakat Sipil: Organisasi seperti Tax Justice Network yang menentang praktik treaty shopping dan mempromosikan keadilan pajak.
- Kebijakan Alternatif: Usaha dari negara-negara berkembang untuk mengimplementasikan kebijakan pajak yang lebih adil dan menutup celah untuk treaty shopping.
Analisis Wacana Diskursif pada Penghindaran Pajak Berganda dengan Pendekatan Paul-Michel Foucault
Foucault memandang wacana sebagai struktur pengetahuan yang mempengaruhi cara berpikir, berbicara, dan bertindak. Wacana berfungsi sebagai alat kekuasaan yang mendefinisikan dan mengatur kenyataan. Foucault menekankan bahwa kekuasaan tidak hanya dimiliki oleh individu atau institusi tertentu tetapi tersebar melalui praktik-praktik diskursif yang membentuk kebenaran.
Langkah-langkah Analisis:
a. Identifikasi Wacana Dominan, Identifikasi wacana dominan yang mendukung penghindaran pajak berganda. Contohnya:
- Wacana Ekonomi: Argumen yang mendukung efisiensi ekonomi, daya saing global, dan optimalisasi keuntungan melalui penghindaran pajak.
- Wacana Hukum: Penggunaan kerangka hukum internasional dan perjanjian pajak untuk membenarkan praktik penghindaran pajak.
b. Analisis Kekuasaan dan Pengetahuan, Analisis bagaimana kekuasaan beroperasi melalui wacana tentang penghindaran pajak berganda:
- Peran Institusi: Pemerintah negara maju, OECD, dan perusahaan multinasional memiliki kekuasaan signifikan dalam membentuk kebijakan pajak internasional dan mendefinisikan praktik penghindaran pajak sebagai sah atau tidak sah.
- Produksi Pengetahuan: Laporan, studi, dan kebijakan yang mendukung penghindaran pajak berganda sering dihasilkan oleh aktor-aktor yang memiliki kepentingan dalam mempertahankan praktik ini.
c. Pemeriksaan Subjektivitas dan Identitas, Analisis bagaimana wacana tentang penghindaran pajak berganda membentuk identitas dan subjektivitas para aktor:
- Perusahaan Multinasional: Digambarkan sebagai aktor rasional yang berusaha memaksimalkan keuntungan dan efisiensi.
- Negara Berkembang: Sering digambarkan sebagai entitas yang tidak efisien dalam memungut pajak dan membutuhkan reformasi pajak.
d. Resistensi dan Alternatif, Identifikasi bentuk-bentuk resistensi terhadap wacana dominan tentang penghindaran pajak berganda:
- Gerakan Masyarakat Sipil: Organisasi seperti Tax Justice Network menentang praktik penghindaran pajak dan mempromosikan transparansi dan keadilan pajak.
- Kebijakan Alternatif: Usaha dari negara-negara berkembang dan beberapa negara maju untuk mengimplementasikan kebijakan pajak yang lebih adil dan menutup celah untuk penghindaran pajak.