Mohon tunggu...
MAKKATUL MUKARRAMAH
MAKKATUL MUKARRAMAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Magister Akuntansi - NIM 55522120025 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pajak Internasional dan Audit Pajak - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TB 1 Pajak International - Fenomena BEPS Action Plan Antara Realitas dan Paradoks Kepentingan Perpajakan - Prof Apollo

17 April 2024   08:20 Diperbarui: 17 April 2024   09:53 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa itu BEPS?

BEPS, atau Base Erosion and Profit Shifting, mengacu pada strategi perencanaan pajak yang digunakan oleh perusahaan multinasional untuk mengeksploitasi kesenjangan dan ketidaksesuaian dalam peraturan perpajakan di berbagai yurisdiksi. Praktik ini memungkinkan perusahaan-perusahaan tersebut mengalihkan keuntungan dari yurisdiksi dengan pajak lebih tinggi ke yurisdiksi dengan pajak lebih rendah atau tanpa pajak, sehingga mengurangi keseluruhan kewajiban pajak mereka. Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) memprakarsai proyek BEPS untuk mengatasi masalah ini dengan mengembangkan strategi dan tindakan komprehensif untuk memerangi penghindaran pajak dalam skala internasional.

Base erosion and Profit Shipting (BEPS) adalah praktik perpindahan laba dan pengurangan basis pajak oleh perusahaan multinasional, dimana laba dipindahkan ke yurisdiksi dengan pajak rendah atau tanpa pajak untuk mengurangi kewajiban pajak. Untuk mengatasi masalah ini, OECD (Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi) memulai proyek BEPS pada 2013. Proyek ini bertujuan untuk mengembangkan solusi untuk menanggulangi penghindaran pajak, memastikan keadilan pajak global, dan memperkuat integritas sistem pajak internasional. BEPS Action Plan mengidentifikasi 15 tindakan yang dirancang untuk menutup celah perpajakan dan mendorong transparansi dan kerjasama antarnegara dalam pertukaran informasi pajak. Tindakan tersebut mencakup aspek seperti pengaturan harga transfer, penanganan hybrid mismatch arrangements, dan penguatan kerjasama internasional dalam pertukaran informasi pajak. Implementasi BEPS Action Plan membutuhkan partisipasi luas dari negara-negara di seluruh dunia dan berbagai pihak terkait, termasuk perusahaan multinasional, agar efektif dalam mengatasi tantangan perpindahan laba global.

Perusahaan multinasional mengeksploitasi kesenjangan dan ketidaksesuaian antara sistem pajak di berbagai negara berdampak pada semua negara. Ketergantungan yang lebih tinggi pada pajak penghasilan badan di negara-negara berkembang berarti negara-negara tersebut menderita BEPS) secara tidak proporsional. Bisnis beroperasi secara internasional, sehingga pemerintah harus bertindak bersama untuk mengatasi BEPS dan memulihkan kepercayaan terhadap sistem perpajakan domestik dan internasional. Dalam laporan OECD Corporate Tax Statistics Fourth Edition menyatakan bahwa Dampak buruk terhadap fiskal dan ekonomi dari strategi penghindaran pajak telah menjadi fokus Proyek BEPS sejak dimulainya pada tahun 2013. Pada tahun 2015, penelitian Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) memperkirakan bahwa biaya penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional (MNE) berkisar antara USD 100 hingga $240 miliar, yang setara dengan 4-10% pendapatan pajak penghasilan badan (CIT) global. Selain kerugian pendapatan yang signifikan, BEPS juga menyebabkan dampak ekonomi yang merugikan lainnya, seperti memberikan keuntungan bagi perusahaan multinasional yang agresif terhadap pajak, memperburuk bias utang korporasi, mendistorsi lokasi aset tidak berwujud yang sangat mobile dan salah mengarahkan investasi asing langsung.

Document pribadi (2024)
Document pribadi (2024)

Apa itu BEPS Action? 

Aksi BEPS mengacu pada berbagai langkah dan tindakan yang dituangkan dalam proyek BEPS, yang diprakarsai oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan negara-negara G20. Tindakan BEPS sangat penting karena beberapa alasan:

  • Keadilan > Hal ini membantu memastikan bahwa semua bisnis, terlepas dari ukuran atau lokasinya, membayar pajak mereka secara adil, sehingga mendorong kesetaraan dalam sistem perpajakan global
  • Perlindungan Pendapatan > Dengan mengatasi strategi penghindaran pajak, Aksi BEPS melindungi pendapatan pajak pemerintah, yang penting untuk mendanai layanan publik dan infrastruktur.
  • Transparansi > Tindakan BEPS meningkatkan transparansi dalam masalah perpajakan internasional, sehingga mempersulit perusahaan untuk terlibat dalam perencanaan pajak yang agresif atau pengalihan laba .
  • Konsistensi > Hal ini bertujuan untuk memberikan konsistensi yang lebih besar terhadap peraturan perpajakan bagi perusahaan multinasional, mengurangi ketidakpastian dan kompleksitas dalam perpajakan lintas batas.

Apa saja 15 action BEPS 

1. Action 1: Tax Challenges Arising from DigitalisationAksi 1 berfokus pada mengatasi tantangan perpajakan yang timbul dari digitalisasi. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi digital yang pesat, peraturan perpajakan tradisional menghadapi kesulitan dalam menangkap dan mengenakan pajak pada transaksi digital secara efektif. Permasalahan utama meliputi:

  • Bentuk Usaha Tetap (BUT) > Menentukan kapan kehadiran digital merupakan suatu BUT kena pajak merupakan hal yang rumit karena sifatnya yang tidak berwujud dan jangkauan aktivitas digital yang lintas negara.
  • Penciptaan Nilai > Mengalokasikan keuntungan dari bisnis digital ke yurisdiksi tempat terciptanya nilai menimbulkan tantangan karena aturan alokasi keuntungan tradisional mungkin tidak mencerminkan model bisnis digital secara akurat.
  • Data dan Partisipasi Pengguna > Memungut pajak pada bisnis digital berdasarkan partisipasi pengguna dan aktivitas pengumpulan data menghadirkan tantangan dalam menentukan basis dan alokasi pajak yang tepat.
  • Aturan Perjanjian Pajak dan Nexus > Perjanjian pajak dan aturan nexus yang ada saat ini mungkin tidak cukup menangani transaksi digital, sehingga menyebabkan kesenjangan dalam yurisdiksi perpajakan dan potensi penghindaran pajak.

2. Action 2: Neutralising The Effects of Hybrid Mismatch Arrangements

Aksi 2 bertujuan untuk menetralisasi dampak pengaturan hybrid mismatch. Pengaturan ini mengeksploitasi perbedaan perlakuan pajak antar yurisdiksi untuk mencapai keuntungan pajak. Tujuan utamanya meliputi:

  • Rekomendasi untuk Peraturan Domestik > OECD memberikan rekomendasi bagi negara-negara untuk menerapkan peraturan domestik guna mengatasi dampak ketidakcocokan hibrida.
  • Perubahan pada Model Konvensi Pajak OECD > Laporan ini mencakup usulan perubahan pada Model Konvensi Pajak OECD untuk mengatasi pengaturan ketidakcocokan hibrida dan mencegah non-pajak ganda.
  • Mencegah Penghindaran Pajak > Dengan mengatasi ketidaksesuaian hibrid, Aksi 2 berupaya mencegah strategi penghindaran pajak yang mengeksploitasi kesenjangan atau inkonsistensi undang-undang perpajakan antar negara.
  • Meningkatkan Transparansi Pajak > Penerapan langkah-langkah untuk menetralisir ketidakcocokan hibrida berkontribusi terhadap transparansi dan keadilan pajak yang lebih besar dalam perpajakan internasional.

3. Action 3: Controlled Foreign Compani

Aksi 3 ini berfokus pada rekomendasi untuk desain peraturan Controlled Foreign Company (CFC). Aturan ini dimaksudkan untuk mencegah perusahaan multinasional mengalihkan keuntungan ke yurisdiksi dengan pajak rendah dengan mendirikan anak perusahaan di lokasi tersebut. Aspek-aspek utama dari Tindakan 3 meliputi:

  • Rekomendasi untuk Peraturan CFC > Aksi 3 memberikan panduan mengenai perumusan undang-undang domestik mengenai peraturan CFC. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa aturan-aturan ini secara efektif menangkal strategi penghindaran pajak yang melibatkan penggunaan anak perusahaan asing.
  • Elemen Penyusun Aturan CFC yang Efektif > Rekomendasi OECD disajikan sebagai elemen dasar untuk merancang aturan CFC yang efektif. Blok bangunan ini berfungsi sebagai kerangka bagi yurisdiksi untuk mengembangkan peraturan yang disesuaikan dengan keadaan spesifik mereka.
  • Meningkatkan Transparansi Pajak > Dengan menerapkan peraturan CFC yang kuat, negara-negara dapat meningkatkan transparansi pajak dan memastikan bahwa perusahaan multinasional membayar bagian pajak mereka secara adil di yurisdiksi tempat mereka beroperasi

4. Action 4: Limitation On Interest Deductions

Aksi 4 berfokus pada membatasi erosi dasar yang melibatkan pengurangan bunga. Hal ini bertujuan untuk mencegah perusahaan multinasional mengeksploitasi beban bunga untuk mencapai pengurangan pajak yang berlebihan atau untuk membiayai kegiatan yang menghasilkan pendapatan yang dikecualikan atau ditangguhkan. Poin-poin penting mengenai Aksi 4 meliputi:

  • Pendekatan Umum > Pendekatan yang direkomendasikan secara langsung menghubungkan pengurangan bunga bersih suatu entitas dengan tingkat aktivitas ekonominya, memastikan bahwa pengurangan tersebut selaras dengan penghasilan kena pajak.
  • Mencegah Pengurangan Berlebihan > Dengan membatasi pengurangan biaya pendanaan bersih, Aksi 4 mencegah eksploitasi biaya bunga untuk pengurangan pajak yang berlebihan.
  • Menargetkan Erosi Basis > Fokus utama Aksi 4 adalah untuk mengatasi strategi erosi basis yang melibatkan manipulasi pengurangan bunga, sehingga menjaga pendapatan pajak dan mendorong perpajakan yang adil

5. Action 5: Harmful Tax Practices

Aksi 5 berfokus pada penanganan praktik perpajakan yang merugikan untuk mencegah penghindaran pajak dan memastikan perpajakan yang adil secara global. Poin-poin penting meliputi:

  • Standar Global > Aksi 5 menetapkan standar global untuk mencegah penyalahgunaan rezim pajak preferensial, memastikan bahwa pendapatan bisnis mobile tidak dapat diparkir di yurisdiksi dengan pajak nol atau rendah tanpa aktivitas ekonomi yang besar.
  • Tinjauan Sejawat > Yurisdiksi menjalani tinjauan sejawat untuk menilai penerapan standar internasional berdasarkan Aksi 5. Tinjauan ini mencakup bidang-bidang seperti penerapan kriteria "aktivitas substansial" dan kerangka transparansi untuk pertukaran informasi mengenai peraturan perpajakan.
  • Partisipasi Indonesia > Indonesia, seperti yurisdiksi lainnya, berpartisipasi dalam penerapan Aksi 5 untuk melawan praktik perpajakan yang merugikan. Hal ini melibatkan penanganan rezim pajak preferensial, tarif atau basis pajak yang dapat dinegosiasikan, dan memastikan transparansi dalam pertukaran informasi perpajakan.

6. Action 6: Prevention Of Tax Treaty Abous

Aksi 6 ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan perjanjian pajak, khususnya treaty shopping, yang merupakan sumber utama kekhawatiran BEPS. Treaty shopping melibatkan individu atau entitas yang mencoba mengakses secara tidak langsung manfaat perjanjian pajak antara dua yurisdiksi. Tindakan tersebut berfokus pada penetapan langkah-langkah untuk mencegah penyalahgunaan tersebut dan memastikan bahwa perjanjian pajak digunakan sesuai tujuan yang dimaksudkan, bukan untuk strategi penghindaran pajak yang dibuat-buat.

7. Action 7: Permanent Establishment Status

Aksi 7 berfokus pada pencegahan penghindaran status bentuk usaha tetap (PE) secara artifisial dalam perjanjian pajak. Hal ini membahas pengaturan bermotif pajak yang dirancang untuk menghindari pembuatan PE, yang dapat mengarah pada penghindaran pajak. Tindakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa bisnis dikenakan pajak secara tepat di yurisdiksi tempat mereka melakukan aktivitas ekonomi yang signifikan, terlepas dari struktur hukumnya untuk menghindari klasifikasi PE. Hal ini melibatkan modifikasi definisi PE dalam perjanjian pajak untuk melawan strategi yang bertujuan menghindari status PE secara artifisial.

8. Action 8-10: Transfer Pricing

Aksi 8-10 berfokus pada transfer pricing. Hal ini mencakup penanganan permasalahan yang berkaitan dengan transaksi terkendali, khususnya transaksi yang tidak berwujud, dan memastikan bahwa hasil transfer pricing selaras dengan penciptaan nilai. Tindakan tersebut bertujuan untuk mencegah pengalihan keuntungan melalui misalokasi keuntungan yang dilakukan perusahaan multinasional. Hal ini mencakup penyesuaian terhadap Pedoman Penetapan Harga Transfer OECD untuk mengatasi transaksi berisiko tinggi dan memastikan bahwa transaksi antar perusahaan terkait diberi harga yang tepat berdasarkan substansi ekonominya.

9. Action 11: Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Data Analysis

Aksi 11 berfokus pada penetapan metodologi untuk mengumpulkan dan menganalisis data terkait erosi dasar dan pengalihan keuntungan (BEPS). Tujuannya adalah untuk mengukur dan memantau dampak ekonomi dan fiskal dari praktik penghindaran pajak. Hal ini mencakup analisis berbagai faktor yang berkontribusi terhadap BEPS, seperti transfer pricing, aset tidak berwujud, dan strategi perencanaan pajak lainnya. Dengan mengumpulkan data yang komprehensif, pembuat kebijakan dapat lebih memahami cakupan permasalahan BEPS dan mengembangkan strategi efektif untuk mengatasinya.

10. Action 12: Mandatory Disclosure

Tindakan 12 berfokus pada merekomendasikan penerapan aturan pengungkapan wajib. Aturan-aturan ini dirancang untuk memaksa wajib pajak dan penasihat untuk mengungkapkan pengaturan perencanaan pajak yang agresif. Tujuannya adalah untuk meningkatkan transparansi dan memberikan otoritas pajak akses awal terhadap informasi mengenai praktik perpajakan yang berpotensi berisiko. Dengan mewajibkan pengungkapan, suatu negara dapat dengan cepat merespons risiko pajak yang muncul dan meningkatkan kemampuan mereka untuk memerangi strategi penghindaran pajak.

11. Action 13: Country By Country Reporting

Berdasarkan Aksi BEPS 13, perusahaan multinasional (MNE) diberi mandat untuk menyiapkan laporan Negara demi Negara (CbC). Laporan ini memberikan data agregat mengenai alokasi pendapatan global, pajak yang dibayarkan, dan indikator tertentu mengenai lokasi kegiatan ekonomi di antara yurisdiksi tempat mereka beroperasi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan transparansi dan memfasilitasi penetapan harga transfer tingkat tinggi dan penilaian risiko terkait BEPS lainnya. OECD telah merilis panduan untuk memberikan kejelasan kepada administrasi perpajakan dan kelompok MNE mengenai penerapan Pelaporan Negara-demi-Negara.

12. Action 14: Mutual Agreement

Aksi 14 berfokus pada Prosedur Kesepakatan Bersama (MAP). Prosedur ini bertujuan untuk menyelesaikan perselisihan antara administrasi perpajakan dari yurisdiksi yang berbeda mengenai penerapan perjanjian perpajakan dan atribusi keuntungan kepada wajib pajak masing-masing. Tujuannya adalah untuk menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa yang efisien dan efektif untuk mencegah pajak berganda dan memastikan penerapan ketentuan perjanjian pajak yang tepat. Kerangka Inklusif OECD/G20 tentang BEPS telah menetapkan standar minimum dan praktik terbaik untuk menilai kerangka hukum dan administratif yurisdiksi mengenai implementasi MAP.

13. Action 15: Multilateral Instrument

Aksi 15 berfokus pada pengembangan Instrumen Multilateral (MLI). Instrumen ini bertujuan untuk mengubah perjanjian pajak bilateral yang sudah ada antara beberapa pihak secara bersamaan. Daripada mengubah perjanjian secara terpisah, MLI menawarkan pendekatan yang lebih efisien untuk menerapkan rekomendasi BEPS di berbagai yurisdiksi. Hal ini memungkinkan negara-negara untuk mengadopsi langkah-langkah untuk mencegah erosi dasar dan pengalihan keuntungan (BEPS) tanpa perlu melakukan negosiasi ulang perjanjian bilateral secara ekstensif. MLI membahas berbagai langkah terkait perjanjian pajak untuk mencegah BEPS, memberikan solusi nyata untuk menutup kesenjangan dalam perjanjian yang ada dan meningkatkan kerja sama perpajakan internasional.

Kenapa BEPS action di perkenalkan?

Rencana Aksi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) diperkenalkan sebagai respons terhadap praktik penghindaran pajak yang merugikan yang dilakukan oleh perusahaan multinasional. Praktik ini melibatkan eksploitasi celah dan perbedaan dalam regulasi pajak antarnegara, yang mengakibatkan pengurangan pendapatan pajak bagi negara-negara dengan tarif pajak tinggi. Tujuan akhirnya adalah untuk mencegah pengalihan keuntungan perusahaan dari yurisdiksi dengan tarif pajak tinggi ke yurisdiksi dengan tarif pajak yang lebih rendah, serta untuk memastikan keadilan dalam sistem perpajakan global. Rencana Aksi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) bertujuan untuk meminimalkan kerugian akibat Base erosion and profit shifting (BEPS) dan mengembalikan integritas dalam sistem perpajakan internasional.

Bagaimana pengaruh BEPS terhadap perpajakan internasional?

Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) mempengaruhi perpajakan internasional dengan mempengaruhi alokasi laba kena pajak antar negara. Perusahaan multinasional mengeksploitasi ketidakkonsistenan dalam peraturan perpajakan untuk meminimalkan kewajiban pajak mereka, yang menyebabkan hilangnya pendapatan bagi negara-negara dengan tarif pajak yang lebih tinggi. Fenomena ini mendorong perlunya tindakan terkoordinasi antar negara untuk merevisi standar pajak internasional dan mencegah pengalihan keuntungan.

Document Pribadi (2024)
Document Pribadi (2024)

Bagaimana Memantau implementasi BEPS Action?

Memantau implementasi BEPS Action Plan melibatkan beberapa langkah:

  • Pemerintah dan lembaga terkait memantau kebijakan yang telah diadopsi untuk memastikan kesesuaian dengan rekomendasi BEPS Action Plan.
  • Pelaporan periodik dilakukan untuk mengevaluasi kemajuan dalam implementasi, termasuk perubahan regulasi yang diadopsi untuk mengatasi praktik perpindahan laba yang merugikan.
  • Institusi penelitian melakukan analisis dan penelitian terkait implementasi BEPS Action Plan untuk mengidentifikasi tantangan dan strategi yang diperlukan.
  • Kolaborasi dengan lembaga internasional, seperti Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) , membantu dalam memantau dan mengevaluasi langkah-langkah yang diambil serta memberikan panduan bagi negara-negara anggota.

Melalui langkah-langkah ini, pemerintah dan lembaga terkait dapat memastikan implementasi yang efektif dari rekomendasi BEPS Action Plan, yang pada gilirannya akan membantu meningkatkan kepatuhan perpajakan dan meminimalkan penghindaran pajak.

Realitas Kepentingan Perpajakan

Kepentingan perpajakan mencerminkan hubungan yang kompleks antara pemerintah, masyarakat, dan perekonomian. Pemahaman dan penegakan kepentingan perpajakan memainkan peran penting dalam menciptakan keseimbangan antara kebutuhan negara dan masyarakat, serta dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Berikut adalah beberapa realitas terkait kepentingan perpajakan:

  • Pemerintah mengandalkan pajak sebagai sumber utama pendapatan untuk membiayai pengeluaran publik, termasuk infrastruktur, pendidikan, dan Kesehatan.
  • Pajak digunakan untuk membiayai layanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan, yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat.
  • Melalui pajak, pemerintah dapat membiayai pembangunan ekonomi, termasuk infrastruktur dan program ekonomi lainnya yang mendukung pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.
  • Pajak dapat digunakan sebagai alat redistribusi kekayaan dengan memungut pajak dari yang lebih mampu untuk mendukung yang kurang mampu, sehingga membantu mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi.
  • Kesadaran dan ketaatan wajib pajak penting dalam memastikan pemenuhan kewajiban pajak, yang pada gilirannya mendukung pembangunan dan keberlanjutan fiskal negara.

Paradoks Kepentingan Pajak

Paradoks kepentingan pajak mengacu pada situasi di mana individu atau entitas, seperti pejabat pajak, seharusnya menjadi contoh dalam ketaatan pajak, namun mereka tidak patuh dalam pelaporan dan pembayaran pajak. Ini menciptakan konflik kepentingan antara peran mereka sebagai pengawas atau penegak hukum pajak dan kewajiban mereka sebagai wajib pajak. Contoh seperti Rafael Alun Trisambodo, seorang mantan pejabat pajak yang terlibat dalam kasus ketidakpatuhan pajak, menunjukkan paradoks ini. Paradoks juga terjadi dalam konteks pajak internasional, di mana praktik Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) menyebabkan hilangnya pendapatan negara yang signifikan, meskipun tujuannya adalah untuk memastikan kepatuhan dan keadilan pajak global. Ini menciptakan ketegangan antara upaya untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan memperkuat sistem pajak internasional.

Apa kaitan Fenomena BEPS Action Plan dengan Realitas kepentingan perpajakan

Rencana Aksi BEPS (Base Erosion and Profit Shifting) menjawab realitas kepentingan perpajakan dengan tujuan mencegah perusahaan multinasional mengeksploitasi kesenjangan dan kelemahan sistem perpajakan untuk mengurangi kewajiban perpajakannya. Fenomena ini, dimana perusahaan mengalihkan keuntungan ke yurisdiksi dengan pajak rendah, melemahkan keadilan dan integritas sistem perpajakan secara global. Inisiatif Rencana Aksi, yang dikembangkan oleh OECD, memberikan kerangka kerja bagi negara-negara untuk berkolaborasi dan menerapkan langkah-langkah untuk memerangi strategi penghindaran pajak. Rencana Aksi BEPS selaras dengan realitas kepentingan perpajakan dengan mengedepankan transparansi, keadilan, dan kerja sama antar negara untuk memastikan bahwa peraturan perpajakan ditegakkan secara efektif dan bahwa keuntungan dikenakan pajak ketika kegiatan ekonomi terjadi.

Apa kaitan Fenomena BEPS Action Plan dengan paradoks kepentingan perpajakan

Fenomena Rencana Aksi BEPS bersinggungan dengan paradoks kepentingan perpajakan. Di satu sisi, Rencana Aksi BEPS (Base Erosion and Profit Shifting), yang dikembangkan oleh OECD, bertujuan untuk mengatasi strategi penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan multinasional, yang mengikis basis pajak suatu negara. Namun terdapat paradoks mengenai kepentingan perpajakan, khususnya mengenai keseimbangan antara menarik investasi asing melalui insentif pajak dan menerapkan langkah-langkah untuk mencegah pengalihan keuntungan dan penghindaran pajak. Meskipun negara-negara berupaya mempertahankan daya saing dalam menarik investasi, negara-negara tersebut juga bertujuan untuk memastikan keadilan pajak dan mencegah terkikisnya basis pajak mereka. Hal ini menciptakan tantangan yang kompleks dalam merancang kebijakan perpajakan yang menyeimbangkan antara kepentingan-kepentingan yang saling bersaing.

Bagaimana realitas kepentingan perpajakan dengan fenomena BEPS action plan

Kepentingan perpajakan, yang meliputi maksimalisasi penerimaan pajak dan memastikan keadilan dalam sistem perpajakan, bertabrakan dengan fenomena BEPS Action Plan. Di satu sisi, negara-negara berusaha memastikan bahwa mereka dapat mengumpulkan pajak yang adil dari perusahaan multinasional, sementara di sisi lain, perusahaan-perusahaan tersebut berupaya memanfaatkan celah dalam hukum pajak untuk mengurangi kewajiban perpajakan mereka melalui praktik perpindahan laba dan erosi basis pajak. Sebagai tanggapan, BEPS Action Plan dirancang untuk mengatasi tantangan ini dengan memberikan kerangka kerja dan rekomendasi untuk memperbaiki kerentanan dalam sistem perpajakan global, sehingga memastikan bahwa perusahaan membayar pajak sesuai dengan tempat mereka melakukan bisnis. Namun, implementasi rencana ini menghadapi kompleksitas dalam menyeimbangkan antara mendorong investasi dan melindungi pendapatan pajak negara-negara.

Bagaimana Paradoks Kepentingan Perpajakan dengan Fenomena BEPS Action Plan

Paradoks kepentingan perpajakan muncul dalam konteks implementasi BEPS Action Plan. Di satu sisi, negara-negara ingin memaksimalkan penerimaan pajak dan memastikan perusahaan membayar pajak yang adil. Namun, di sisi lain, perusahaan cenderung mencari celah hukum untuk menghindari pajak, seperti dengan praktik perpindahan laba dan erosi basis pajak.

Fenomena BEPS Action Plan hadir sebagai upaya untuk menangani paradoks ini dengan mengeluarkan rekomendasi dan kerangka kerja untuk memperbaiki kerentanan dalam sistem perpajakan global. Meskipun demikian, implementasi rencana tersebut dapat memunculkan tantangan dalam menyeimbangkan antara mendorong investasi dan melindungi pendapatan pajak negara-negara. Dalam konteks ini, diperlukan kerjasama antarnegara dan pemangku kepentingan untuk menemukan solusi yang seimbang dan efektif.

Document Pribadi (2024)
Document Pribadi (2024)

Kenapa Fenomena BEPS Action Plan Antara Realitas dan Paradoks Kepentingan Perpajakan

Fenomena BEPS Action Plan melibatkan realitas kompleks dalam upaya menangani praktik penghindaran pajak perusahaan multinasional dan paradoks kepentingan perpajakan. Realitasnya adalah bahwa BEPS merupakan masalah nyata dalam sistem perpajakan global, di mana perusahaan multinasional memanfaatkan celah dalam peraturan pajak untuk mengurangi kewajiban pajak mereka. Sementara itu, paradoks kepentingan perpajakan mencakup berbagai kepentingan yang harus diselaraskan, seperti keadilan pajak, perlindungan basis pajak, dan daya saing investasi. BEPS Action Plan, yang disusun oleh OECD, bertujuan untuk menyeimbangkan kepentingan ini melalui langkah-langkah seperti pengembangan aturan dan instrumen domestik dan internasional serta peningkatan transparansi dalam pelaporan keuangan perusahaan. Namun, implementasinya menghadapi tantangan dalam mengatasi perbedaan kebijakan dan kepentingan nasional yang kompleks.

Daftar Pustaka

Wikipedia. BEPS.

https://en.wikipedia.org/wiki/Base_erosion_and_profit_shifting#:~:text=Base%20erosion%20and%20profit%20shifting%20(BEPS)%20refers%20to%20corporate%20tax,the%20higher%2Dtax%20jurisdictions%20using

OECD. BEPS

https://en.wikipedia.org/wiki/Base_erosion_and_profit_shifting#:~:text=Base%20erosion%20and%20profit%20shifting%20(BEPS)%20refers%20to%20corporate%20tax,the%20higher%2Dtax%20jurisdictions%20using

Think Tank. European Parliament. (2019). Understanding BEPS: From tax avoidance to digital tax challenges. https://www.europarl.europa.eu/thinktank/en/document/EPRS_BRI(2019)642258

OECD. BEPS ACTION. https://www.oecd.org/tax/beps/beps-actions/

Togatorop, G., & Tambunan, M. R. (2020). Analisis Penerapan Ketentuan Perpajakan Atas Perbandingan Hutang Dan Modal Di Indonesia. Masalah-Masalah Hukum, 49(2), 112-124. 10.14710/mmh.49.2.2020.112-124

Mulyono, R. D. P. (2018). Melawan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Demi Menyelamatkan Penerimaan Negara Indonesia. Media Mahardhika, 17(1), 131-141. https://doi.org/10.29062/mahardika.v17i1.65

Wahyuni, A. T., & Anggoro, A. W. (2018). Assessment of the Potential Benefit of Implementation of Country by Country Report to Tackle BEPS in Indonesia. Prosiding Simposium Nasional Keuangan Negara, 1273-1286. https://jurnal.bppk.kemenkeu.go.id/snkn/article/view/265

Grantthornton.global. (2017). Successes and setbacks: What the BEPS progress report tells us about the road ahead.

https://www.grantthornton.global/globalassets/1.-member-firms/global/insights/article-pdfs/2017/successes-and-setbacks_final-final.pdf

Indonesia Siap Menyongsong Pilar 2 BEPS 2.0: Menjembatani Paradoks Global Minimum Tax VS Tax Holiday Regime (2023). https://fia.ui.ac.id/indonesia-siap-menyongsong-pilar-2-beps-2-0-menjembatani-paradoks-global-minimum-tax-vs-tax-holiday-regime/

Trusted Indonesia Tax New Portal. (2017). BEPS https://news.ddtc.co.id/apa-itu-beps-11361

Ibrahim, H., & Sari, D. (2024). Penerapan BEPS Action Plan 4 sebagai Penangkal Penghindaran Pajak melalui Pembebanan Biaya Pinjaman. Owner: Riset dan Jurnal Akuntansi, 8(2), 1732-1745. 10.33395/owner.v8i2.2043

BAKEUDA. (2021). Fungsi, Manfaat dan Jenis Pajak untuk Pembangunan Negara https://bakeuda.agamkab.go.id/Home/view/22

Jaya, I. M. L. M. (2019). Realita kesadaran pajak di kalangan generasi muda (mahasiswa) Yogyakarta dan Surabaya. Jurnal Ilmiah Akuntansi, 4(2), 161-183.

https://doi.org/10.23887/jia.v4i2.21885
detiknews. (2023). "Paradoks Rafael Alun Eks Pejabat Pajak tapi Tak Patuh Bayar Pajak" https://news.detik.com/berita/d-6608722/paradoks-rafael-alun-eks-pejabat-pajak-tapi-tak-patuh-bayar-pajak.\
Hikmah, M. (2020). Penerapan Regulatory Impact Analysis Dalam Penetapan But Di Indonesia Di Era Ekonomi Digital. Simposium Nasional Keuangan Negara, 2(1), 699-718. Retrieved from https://jurnal.bppk.kemenkeu.go.id/snkn/article/view/577

Firmansah, B., & Rahayu, N. (2020). Analisis kesiapan otoritas pajak dalam pemajakan atas ekonomi digital. JPSI (Journal of Public Sector Innovations), 5(1), 13-22. https://doi.org/10.26740/jpsi.v5n1.p13-22

Palupi, D. S. (2017). Analisis Rekomendasi Base Erosion and Profit Shifting Action Plan 12: Mandatory Disclosure Rules di Indonesia. https://lib.ui.ac.id/detail?id=20467975&lokasi=lokalL

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun