Pembahasan
Fenomena artis terjun dunia politik Indonesia bukanlah hal baru melainkan sudah terjadi sejak tahun 1971, saat itu artis berperan bukan sebagai calon legislatif seperti sekarang ini, melainkan sebagai penghibur masyarakat saat kampanye (Akbar, 2021). Belakangan ini sudah banyak artis yang termotivasi dan mencoba untuk bersaing dalam pemilihan umum, Kemunculan mereka menjelang pemilu seolah-olah sebagai pencari keberuntungan akan kekuasaan, Tercatat pada Pemilu 2019, 15/71 orang artis dari 10 partai terpilih sebagai anggota DPR (Nabilah dkk., 2022).
Suburnya Fenomena ini tak dapat dilepaskan juga dari kepentingan parpol. Dimana parpol harus mendapatkan minimal 3,5 persen kursi parliamentary Threshold (PT) suara untuk bisa mendapat kursi legislatif pusat, sehingga partai harus berusaha keras untuk mendapatkan suara sebanyak mungkin, salah satunya dengan cara merekrut dan mengusung artis menjadi bakal calon legislatif (Bacaleg) partai mereka (Lubis, 2015). Sehingga Ada yang berpendapat bahwa perekrutan atris sebagai kader sebenarnya hanya dimanfaatkan oleh partai politik. Tetapi pendapat lain bahwa artislah yang memanfaatkan partai politik untuk menjadikan sumber pendapatan baru bagi para artis (Fikri, 2012).
Perekrutan ini justru menimbulkan pertanyaan besar terkait kualitas kaderisasi partai itu sendiri. Pasalnya, artis Indonesia yang masuk kedalam dunia politik, tidak banyak yang punya latar belakang politik yang mumpuni, dan sangat sedikit di antara para artis yang terpilih memberikan kontribusi nyata dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat, malahan beberapa diantara mereka masih sibuk menjalankan peran keartisan (Lubis, 2015).
Degradasi inilah yang kemudian berimbas pada asumsi “tidak ada jenjang karir yang jelas yang perlu dimiliki seseorang untuk menjadi pejabat politik maupun anggota parlemen”. Diperparah lagi dengan minimnya peran serta pemahaman masyarakat tentang calon kandidat, sehingga kemampuan dan pengalaman dibidang pembangunan masyarakat menjadi hal yang tidak penting bagi masyarakat umum (Nabilah dkk., 2022).
Keterlibatan artis dalam pemilu memang bukanlah sebuah larangan sebagaimana dalam Pasal 43 Ayat (1 dan 2) UU No. 39 Th. 1999 tentang HAM yang menyatakan, “setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Namun, Fenomena ini membawa perubahan sosial di indonesia yaitu perubahan orientasi perpolitikan yang awalnya rasional menjadi orientasi popularitas kandidat, penurunan kualitas kandidat dan orang-orang yang berkecimpung dalam politik, degradasi visi-misi dan program dari partai politik, hingga munculnya ketidakpercayaan masyarakat pada partai politik (Akbar, 2021).
Kesimpulan
Fenomena artis terjun dunia politik Indonesia bukanlah hal baru, dan terjadi akibat adanya ambisi N-ach dari kalangan artis dan partai politik. Pasalnya, artis Indonesia yang masuk kedalam dunia politik, tidak banyak yang punya latar belakang politik yang mumpuni, dan sangat sedikit di antara para artis yang terpilih memberikan kontribusi nyata dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat, malahan beberapa diantara mereka masih sibuk menjalankan peran keartisan.
Keterlibatan artis dalam pemilu memang bukanlah sebuah larangan sebagaimana UU HAM No. 39 Th. 1999 Namun, membawa perubahan sosial yang cukup signifikan dalam orientasi politik di Indonesia.
Saran