Tentu saja, ada prioritas, dan ini juga merupakan pilihan pada saat itu - memenuhi kebutuhan hidup selalu menjadi prioritas utama, mereka berpandangan tidak bijaksana untuk duduk di gunung emas dan mati kelaparan.
AS dan Jepang adalah kedua negara yang memulai sangat awal di bidang penelitian aplikasi LTJ. AS memiliki tambang Mountain Pass sendiri yang terkenal. Meskipun banyak jalur produksi telah dikeringkan karena lekukan industri, tambang tersebut masih ada; Jepang pada dasarnya tidak memilikinya. Namun, sementara Tiongkok yang sedang sibuk mengisi perutnya, mereka telah mengumpulkan sejumlah besar LTJ Tiongkok dengan harga murah. Diperkirakan tidak akan ada masalah untuk menggunakannya selama ratusan tahun.
Sampai munculnya Xu Guangxian, orang gila kimia Tiongkok, Xu Guangxian adalah seorang ahli kimia fisik Tiongkok dan akademisi Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok. Untuk mematahkan monopoli teknologi tanah jarang oleh beberapa negara kuat, pada tahun 1974, Xu Guangxian menemukan teknologi ekstraksi kaskade tanah jarang, dan koefisien pemisahan memecahkan rekor dunia. Tiongkok tidak hanya dalam satu manuver, telah memecahkan blokade teknologi dan berdiri di puncak dunia, dan berhasil mengembangkan teknologi tanah jarang paling wahid di dunia.
Pada awal tahun 2021, sebuah peristiwa besar terjadi di bidang sumber daya - Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi Tiongkok mengeluarkan draf "Peraturan Pengelolaan Tanah Jarang".
Begitu berita itu keluar, tidak hanya pasar saham yang bergerak, tetapi negara-negara dunia menatap tiga perusahaan tanah jarang Tiongkok paling punya kaitan erat dengan sumber daya ini yaitu AS, Jepang, dan Eropa.
AS dan Jepang telah menarik India dan Australia untuk berbicara tentang tanah jarang, sambil mengincar Mongolia, yang bekerja sama dengan Tiongkok dan Rusia. Sebuah think tank Inggris telah mulai mengusulkan bahwa mereka akan pergi ke Greenland untuk mengembangkan tambang tanah jarang untuk membentuk sistem pasokan baru.
Mulai Perang Memperebutkan Tambang Logam Tanah Jarang
Pada tahun 1963, diadakan Konferensi Industri Tanah Jarang Tiongkok. Tapi mempertimbangkan latar belakang kurangnya industri berat dan kurangnya teknologi tanah jarang pada waktu itu, konferensi memutuskan untuk "sementra itu mengutamakan biji besi untuk dikembangkan secara komprehensif", dan menyimpan sumber daya tanah jarangnya  dalam mineral menjadi tailing. Dan menunggu hingga saat teknologi sudah matang baru dieksploitasi kemudian.
Kedengarannya bagus, tetapi kenyataannya sering tidak memuaskan. Saat itu, Tiongkok tidak memiliki proses produksi tanah jarang, tetapi ada permintaan untuk penggunaan tanah jarang. Hanya bisa menjual tanah jarang ke AS dengan harga murah, lalu membeli kembali tanah jarang yang diekstraksi oleh AS dengan harga tinggi. Negara-negara yang memiliki teknologi produksi telah memberlakukan blokade teknologi terhadap Tiongkok, yang memiliki harta karun terbesar di dunia, tetapi hanya dapat mengimpor tanah jarang dengan harga tinggi. Slogan "teknologi adalah tenaga produktif utama" adalah fakta yang sangat berat pada waktu itu.
Pada 15 Januari 2021, Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi Tiongkok mengeluarkan draft "Peraturan Pengelolaan Tanah Jarang", yang mencakup seluruh proses perlindungan tanah jarang, pertambangan, peleburan, tata kelola bahkan perdagangan, terutama ekspor. Dengan kata lain, ini adalah pertanda dari standarisasi lebih lanjut dari pengelolaan seluruh rantai industri tanah jarang, dan juga merupakan tanda utama untuk meningkatkan posisi strategis industri tanah jarang di tingkat nasional Tiongkok.
Begitu berita itu keluar, pasar saham langsung memberikan gelombang reaksi. Di luar negeri, AS dan Jepang menempatkan masalah tanah jarang langsung di atas meja "Pembicaraan Kuartet", dan sebuah think tank Inggris juga telah mendengar berita tersebut.