Sekutu AS di Asia juga tidak dapat diandalkan. Seorang pakar Amerika, David Goldman, menulis bahwa "Filipina secara sepihak menarik diri dari perjanjian pertahanan bersama dengan AS pada Februari 2020. Ketika sekutu tertua Asia pergi ke sisi lain, kita harus bertanya pada diri sendiri apa yang terjadi? "
Maka penandatanganan RCEP menjadi tonggak penting, banyak dari anggota RCEP adalah sekutu AS. Misalnya Jepang dan Korea Selatan, tetapi semua pihak tahu bahwa Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan selalu ingin menciptakan zona perdagangan bebas. Perekonomian ketiga negara itu sudah lama terkait erat. Masing-masing pihak sudah berkaitan erat dalam untung dan rugi. Tapi AS selalu menghalanginya.
Tapi dengan AS menghadapi pandemi Covid-19 dan pemilu yang menggoncang masalah dalam negerinya, sehingga kurang ada kesempatan untuk menghalangi penanda tanganan kesepakatan integrasi ekonomi Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan.
Oleh karena itu, Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan telah mampu mencapai suatu bentuk kawasan perdagangan bebas Tiongkok-Jepang-Korea Selatan di bawah kerangka RCEP. Hal ini sangat penting dalam kawasan perdagangan bebas yang tidak didominasi Barat.
Selama ini kita tahu Kawasan Perdagangan Bebas Amerika Utara atau Integrasi Uni Eropa, mereka tidak pernah melibatkan Asia, ini adalah hubungan internasional dan sistem internasional yang tidak setara selama ini.
Jadi RCEP justru menghilangkan ketimpangan ini untuk pertama kalinya negara-negara Asia memiliki kesadaran pada tubuh sendiri, kesadaran kolektif bahwa kita adalah Asia, yang harus menjadi lebih menonjol. Ini adalah zona perdagangan bebas pertama di dunia tanpa AS dan Eropa.
Kini negara-negara Asia juga dapat mempromosikan integrasi regional secara mandiri, dan RCEP berkeinginan untuk lebih meningkatkan posisi dominan Asia dalam ekonomi dunia.
Yang ketiga adalah masalah dengan Tiongkok. Selama empat tahun pemerintahan Trump, hubungan Tiongkok-AS telah mengalami pasang surut, termasuk perang perdagangan Tiongkok-AS, perang teknologi, perang keuangan, dan perang opini publik.
AS-Tiongkok juga mengalami konfrontasi sengit seputar masalah Hong Kong, masalah Taiwan, dan masalah Xinjiang. Selama ini kedua negara ini saling melakukan tindakan balas membalas atas serangan salah satu pihak.
Dengan merebaknya pandemi Covid-19, sistem politik dan model pemerintahan Tiongkok dan AS saling bersaing di panggung yang sama setiap hari, berkompetisi mana yang lebih baik dan mana yang lebih buruk.
Pemahaman rakyat Tiongkok tentang keuntungan sistem mereka sendiri dan kerugian sistem AS tidak pernah begitu langsung, mendalam, dan jelas terlihat seperti saat ini sebelumnya.