Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Bagaimana Masa Depan Hubungan AS-Tiongkok pada Era Presiden Biden?

21 Januari 2021   18:40 Diperbarui: 22 Januari 2021   08:57 1247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, para sekutu AS sudah pada tidak patuh, terpilihnya Biden akhirnya melegahkan beberapa sekutu AS di Eropa dan Asia.

Jadi dalam empat tahun terakhir, Trump telah membuat marah hampir semua sekutunya. Dia menggunakan tarif dan sanksi lainnya, tidak hanya menargetkan Tiongkok juga menargetkan semua sekutunya, dalam hal ini dia bisa menghabiskan banyak uang, sama seperti berapa banyak uang yang bisa dia belanjakan, bahkan terus menarik diri dari grup.

Belum lama ini, ketika Biden memperkenalkan kabinetnya mengatakan, "Tim kami mencerminkan fakta bahwa AS akan 'kembali'. Kami siap memimpin dunia, bukan untuk mundur dari dunia. Kami siap bersaing dengan lawan kami, merangkul sekutu kami dan siap untuk mempertahankan nilai-nilai kami"

Namun, keadaan sulit yang dihadapi AS saat ini adalah hati rakyat yang terbelah-belah dan tim yang tidak mudah untuk memimpin. Dominasi AS dalam menanggapi sekutu telah lama hilang.

Jika AS akan kembali ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hari ini, kembali ke "Perjanjian Iklim Paris" dan seterusnya, dan juga ingin mencari kepemimpinan, akankah semua pihak mau menerimanya? Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa begitu kredibilitas suatu negara hilang, mereka mungkin tidak dapat pulih selama bertahun-tahun.

Selain itu, internal UE telah menjadi semakin kompleks, dengan berbagai kontradiksi dan konflik antara UE dan negara anggotanya, dan antara pemerintah dan perusahaan.

Belum lama ini, kita bisa melihat bahwa para petinggi Perancis dan Jerman sedang bertempur sengit atas isu NATO. Menteri Luar Negeri Jerman percaya bahwa Eropa akan selalu membutuhkan perlindungan dari AS, sementara Presiden Perancis Macron membalas bahwa Eropa membutuhkan kemandirian. Macron juga mengatakan bahwa NATO telah "mati otak".

Berkenaan dengan teknologi 5G Huawei, Jerman belum mau mengikuti AS, dan Inggris memiliki banyak keberatan untuk mengikutinya.

Faktanya, negara-negara Eropa sangat jelas bahwa sebenarnya mereka lebih mengutamakan kepentingan mereka sendiri. 

Mereka memiliki rencana mereka sendiri dalam hal kebijakan Huawei, dan Perjanjian Investasi Tiongkok-UE akan membuahkan hasil.

Jadi jika Eropa melewatkan kesempatan ini, banyak pengamat berpikir bahwa itu tidak hanya akan merusak kepentingan Tiongkok, tetapi juga kepentingan Eropa di seluruh RCEP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun