Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pertaruhan Trump dengan Mundur dari Kesepakatan Nuklir Iran

5 Juni 2018   09:07 Diperbarui: 5 Juni 2018   09:45 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: obamawhitehouse.archives.gov

Dua minggu lalu penulis pernah memposting tulisan: Kartu yang Salah Kebijakan Timur Tengah AS Pada Era Trump? Yang juga menggambarkan bagaimana manuver politik Trump, untuk menekan Iran dan mundur dari kesepakatan nuklir Iran, akan berdampak apakah dari tindakan Trump ini bagi situasi di Timur Tengah dan dunia?

Kesepakatan nuklir Iran, yang pernah dianggap sebagai pencapaian bersejarah, yang telah digambarkan oleh beberapa analis dan pengamat akhir-akhir ini menjadi pasien di ICU, dan menunggu untuk dipeti-eskan untuk terakhir kalinya.

Pada 8 Mei lalu, meskipun ada saran dari sekutu AS, Uni Eropa dan beberapa peringatan dari Iran, Donald Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir Irak dengan menyebutkan kesepekatan ini merupakan "malapetaka dan bencana," dan berencana untuk menerapkan "tingkat tertinggi" sanksi ekonomi terhadap Iran.

Pada 27 Mei, Iran menyatakan bahwa mereka bisa mulai memproduksi uranium yang diperkaya lagi dalam waktu tiga hari. Seiring dengan krisis kesepakatan nuklir Iran yang telah semakin mendesak, Inggris, Perancis, dan Jerman di Eropa, serta Rusia dan Tiongkok secara aktif menengahi untuk memastikan bahwa kesepakatan tersebut dapat diselamatkan dan terus berlanjut di-implementasikan.

Pada 25 Mei 2018, di Wina-Austria, perwakilan-perwakilan dari Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, Tiongkok, dan Iran bertemu sekali lagi untuk membahas masalah kesepakatan nuklir Iran ini, hanya AS yang tidak hadir dalam pertemuan kali ini.

Kali ini, AS berada di posisi menentang ke enam negara. Sejak AS mengumumkan mundur dari kesepakatan nuklir Iran, dan mengatakan bahwa jika Iran tidak menerima 12 tuntutan yang diusulkan AS, AS akan menerapkan sanksi paling berat dalam sejarah, sehingga menyudutkan Uni Eropa dan Iran.

National Republic Radio AS mengatakan  bahwa pertemuan Wina adalah upaya terakhir untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir Iran. Semua pihak yang menghadiri pertemuan memperkirakan kemungkinan dampak dari sanksi yang akan mulai diberlakukan kembali oleh AS.

Semua pihak memutuskan secara proaktif mencari cara untuk menyelamatkan kesepakatan tersebut, terutama untuk menghindari kerugian ekonomi yang akan dialami jika tindakan sanksi AS terhadap Iran memang dijatuhkan, dan untuk memastikan berlanjutnya implementasi perjanjian tersebut.

Tujuan utama mereka adalah untuk menjaga agar Iran tetap berada dalam kesepakatan nuklir Iran, karena jika Iran keluar dari kesepaktan ini akibatnya bisa tak terbayangkan. Maka pihak-pihak lain penandatangan dalam perjanjian ini berusaha sekeras mungkin untuk meyakinkan Iran agar tetap dalam perjanjian. Pada kenyataannya, ini adalah untuk membangun kembali saling percaya antara pihak-pihak penandatangan dalam perjanjian ini dengan Iran, meskipun tanpa kehadiran AS, tindakan ini adalah langkah penting.

Sumber: letemps.ch
Sumber: letemps.ch
Kesepakatan nuklir Iran adalah kesepakatan multilateral yang dicapai oleh enam negara yang terlibat dalam isu kesepakatan nuklir Iran, Uni Eropa dan Iran, dan telah diratifikasi oleh Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231, sehingga menjadi pencapaian penting bagi multilateralisme.

Kesepakatan ini diyakini sebagai "prestasi yang paling mempesona" dan "warisan politik" mantan Presiden AS Barack Obama. Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri Federica Mogherini mengatakan bahwa kesepakatan nuklir Iran adalah salah satu pencapaian terbesar saat ini.

Dari perspektif Uni Eropa, kesepakatan nuklir Iran untuk menghindari perang. Dalam hal ini untuk menghindari AS dan Israel melakukan serangan komprehensif atau paling tidak melakukan serangan pembedahan terhadap Iran. Karena jika Iran diserang, Iran tidak ada cara lain bagaimanapun akan membalas, dan jika Iran membalas, itu akan menyeret Irak, Arab Saudi, dan Israel dalam kancah peperangan, dan itu akan menjadi perang dunia regional. Kesepakatan nuklir Iran justru untuk menghindari perang ini.

Menghapuskan perjanjian ini hanya akan berakibat upaya bertahun-tahun untuk mencegah proliferasi nuklir dari masyarakat internasional kembali ke titik asalnya, dan mungkin juga menyebabkan AS terlibat dalam krisis nuklir lain, seperti yang sekarang sedang sibuk mencoba menyelesaikannya --- isu nuklir DPRK (Korut).

Sebelum ini, Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khameinei mengatakan bahwa kondisi kesepakatan nuklir harus dipertahankan, jika tidak mereka akan memulai kembali program nuklir mereka.

Konten utama dari kesepaktan tersebut terdiri dari tiga poin sebagai berikut:

1. Negara-negara Eropa akan menjamin bahwa penjualan minyak Iran akan dibebaskan dari sanksi AS, dan akan terus membeli minyak mentah Iran;

2.  Bank-bank Eropa akan terus menjamin kesepakatan mereka dengan Iran;

3.  Inggris, Prancis dan Jerman akan menjamin bahwa mereka tidak akan mencari negosiasi mengenai program rudal balistik Iran dan kegiatan regional atas permintaan Washington.

Pengamat memperkirakan untuk langkah selanjutnya, sudah pasti mungkin konflik AS-Iran akan meningkat. Stabilitas kawasan ini menghadapi tantangan yang berat. Alasan langsung untuk ini adalah karena kemurkaan unilateral AS yang akan memicu ini.

Beberapa waktu lalu di AS, dipimpin oleh Ketua DPR AS Nancy Pelosi, beberapa perwakilan Demokrat AS mengecam keras Trump karena dengan keras kepala menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran.

Nancy Pelosi mengatakan: "Tindakan berbahaya Presiden Trump akan berakibat Amerika terisolasi dalam hal Iran. Ini mengikis kredibilitas internasional kita (AS) yang kini sedang berada dalam momen kritis dengan Korea Utara, dan dengan ceroboh menempatkan ancaman bencana dari senjata nuklir Iran kembali di atas meja."

"Le Figaro" terbitan Prancis menuliskan: "Ini akan memulai kembali proses baru untuk pengembangan senjata nuklir."

Pemimpin Minoritas Senat AS Chuck Schumer mengatakan kepada wartawan bahwa dia tidak melihat alasan untuk mundur dari kesepakatan.

Dick Durbin, Demokrat Nomor 2 di Senat, menyebut penarikan itu sebagai "kesalahan proporsi bersejarah."

"Hal terakhir yang dibutuhkan Amerika dan dunia saat ini adalah ancaman nuklir baru. Memecahkan kesepakatan ini meningkatkan bahaya bahwa Iran akan memulai kembali program senjata nuklirnya, yang mengancam sekutu kita, Israel, dan membuat ketidak stabilan seluruh Timur Tengah," katanya. Lebih lanjut dikatakan dalam sebuah pernyataan. "Ini mengisolasi AS dari dunia pada saat ketika kita membutuhkan sekutu kita untuk bersama-sama mengatasi ancaman nuklir di tempat lain, khususnya di Korea. Ini adalah kesalahan dari proporsi historis."

Senator Mark Warner, pemimpin Partai Demokrat AS di Komite Intelijen Senat, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa tindakan seperti itu mendorong "sebuah irisan antara kita dan sekutu kita." Dikatakan: "Dengan menarik dirinya AS dari JCPOA tidak akan menguntungkan rakyat Amerika dan keamanan nasional AS: itu hanya akan berhasil mendorong ganjalan antara kita dan sekutu kita, dan akan secara efektif memberi lampu hijau Iran untuk mengejar senjata nuklir. Mundur dari Kesepakatan ini membuat AS, dan dunia, kurang aman."

Mantan Presiden AS Obama menggambarkan tindakan Trump sebagai "bencana" dan langsung mengutuk perilaku pemerintahan Trump karena tidak hanya merugikan kredibilitas AS, tetapi juga karena akan ditingalkan sekutu AS, dengan mengatakan itu adalah "kesalahan serius."

Namun, Trump juga pernah mengatakan ketika berbicara tentang isu nuklir Iran, dia tetap terbuka untuk mencari kesepakatan baru.

Dalam fase politik internasional saat ini yang penuh dengan liku-liku drama dan plot, krisis kesepaktan nuklir Iran tidak boleh diremehkan karena akibatnya bisa tidak dapat diprediksi.

Ancaman Iran

Jika sampai diakhirinya kesepakatan ini, perlu diperhitungkan dunia. Iran mengatakan dengan berakhirnya kesepakatan ini, mereka dapat mulai pengayaan uranium dalam hitungan hari. Mereka memiliki 6.104 reaktor nukilir sentrifugal, mereka bisa dengan segera mengubah itu semua untuk pengayaan uranium,  terlepas dari apakah mereka tidak melakukan sentrifugasi atau jika mereka hanya memutar dengan bahan nuklir di dalamnya itu akan mengubah mereka semua.

Sebab jika Iran melakukan segala sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan, barulah perjanjian itu bisa dihancurkan. Saat ini, Iran masih mempertahankan sikapnya selama dua tahun terakhir, Iran tidak melakukan apa pun, setidaknya secara superfisial.

AS mengatakan menarik diri dari kesepakatan, sedang pihak-pihak lain yang ikut ber tanda-tangan dalam kesepakatan mengatakan itu baik-baik saja, mereka ini tidak akan menarik diri, dan tetap mencoba untuk menjaga kesepakatan ini. Karena itu mereka mencoba untuk membuat Iran berbicara, dan apa hasil dari pembicaraan ini? Hasil akhirnya sama dengan apa yang diinginkan AS.

Saat ini apa yang dilakukan oleh Inggris, Perancis, Jerman, Rusia, Tiongkok, dan Iran. Dengan melihat aktivitas "penarikan diri AS" yang diumumkan Trump, umumnya telah diboykot oleh komunitas internasional, pada 21 Mei, AS mengungkapkan rencana B untuk Iran.

Tuntutan AS Kepada Iran Yang Tidak Masuk Akal

Rencana B AS: Dikatakan selama Iran memenuhi 12 tuntutan AS termasuk menghentikan kegiatan pengayaan uranium, mengakhiri program penelitian rudal balistik, dan menarik semua personil militer dari Suriah, AS akan mempertimbangkan meningkatkan, tidak membatalkan kesepakatan nuklir Iran.

Namun, 12 tuntutan ini dianggap tidak realistis oleh para ahli, dan beberapa ahli telah menafsirkan ini sebagai menuntut perubahan pemerintahan di Iran.

Sangat mudah dapat terlihat bahwa ke-12 tuntutan ini tampaknya menyentuh garis merah Iran. Karena opini publik telah berputar-putar, ada apa dengan niat AS untuk mengajukkan serangkaian kondisi ketat yang tampaknya mustahil untuk dicapai?

21 Mei di sebuah ceramah untuk lembaga think-tank konservatif AS, Heritage Foundation. Mike Pompeo, Menlu AS mengatakan: "Rencana ini memang akan menjadi sanksi terkuat dalam sejarah, ketika kita telah menyelesaikannya. Rezim ini (Iran) telah berperang di seluruh Timur Tengah selama bertahun-tahun."

Dalam Pidato diatas, Menlu AS saat ini Mike Pompeo membahas kesepakatan nuklir Iran dan 12 tuntutan baru AS terhadap Iran. Ini termasuk memungkinkan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk memeriksa tanpa syarat situs apa pun di Iran, menghentikan semua kegiatan pengayaan uranium, melepaskan semua warga negara dan sekutu AS yang ditahan Iran, mengakhiri dukungan atas mitra "teroris" dan "militan" di seluruh dunia, termasuk Hizbullah , Hamas, dan Gerakan Jihad Islam, mengakhiri sepenuhnya intervensi di Irak, Yaman, dan Suriah, dan konten yang melibatkan senjata nuklir Iran, sandera, kontraterorisme, dan pengaruh regional.

Saat ini, Pompeo mengeluarkan 12 tuntutan yang sebenarnya ditujukan pada perubahan pemerintah Iran, yang telah ditambahkan ke dalam agenda. Dari apa yang dapat diamati analis Timur Tengah, jika Iran mau menerima salah satu dari 12 tuntutan ini, pemerintah akan menghadapi krisis legalitas pemerintahannya.

Berkaitan dengan hal ini, Presiden Iran, Hassan Rouhaini membuat "tanggapan yang menantang", yang menegur Pompeo dengan mengatakan, "Siapakah Anda mau-maunya untuk memutuskan urusan Iran?"

Rouhaini mengatakan: "Seorang pria yang telah aktif di pusat spionase di AS dan sekarang menjadi Menlu membuat pernyataan aneh. Dia ingin membuat keputusan untuk Iran dan mengatakan Iran harus melakukan ini atau itu. Ini lucu dan menggelikan."

Seperti kita ketahui, Mike Pompeo adalah Menlu AS, mantan Direktur CIA, dan seorang tokoh perwakilan "elang/hawk" di AS. Pada 28 April 2018, Pompeo memulai perjalanan pertamanya di Timur Tengah setelah menjabat sebagai Menlu, dan mengunjungi Arab Saudi dan Israel. Media dari berbagai negara menafsirkan perjalanan ini sebagai perjalanan untuk menekan Iran.

Pada 30 April lalu, PM Israel Benjamin Netanyahu membuat pidato umum di televisi di mana dia mengatakan bahwa departemen intelijen Israel baru-baru ini memperoleh apa yang disebut "program pengembangan senjata nuklir rahasia" Iran dituduh berdasarkan pidato ini telah melakukan pelanggaran atas kesepakatan nuklir Iran dan kesepakatan ini didasarkan pada kebohongan. (juga ada ditulis pada postingan: Kartu yang Salah Kebijakan Timur Tengah AS Pada Era Trump?)

Pada hari yang sama, Presiden AS Trump mengisyaratkan bahwa ia akan menghancurkan kesepakatan nuklir Iran. Trump mengumumkan: "Saya mengumumkan hari ini bahwa AS akan menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran. Dalam beberapa saat lagi, saya akan menandatangani memorandum kepresidenan untuk mulai memulihkan kembali sanksi nuklir AS terhadap rezim Iran."

Manuver Politik Trump

Analis dan pengamat AS berpandangan, pertama-tama, Trump memiliki ambisi politik. Presiden masa lalu telah diejek oleh Trump sebagai politisi tidak bisa diandalkan. Trump telah mengatakan bahwa dia adalah orang yang sangat jujur. Semua janji yang dia buat selama kampanye satu demi satu telah menjadi kenyataan.

Ini adalah modal politik fundamental yang ia rencanakan untuk memenangkan pemilihan tengah semester dan bertujuan untuk memenangkan masa jabatan kedua kepresidenannya.

Para ahli mengatakan bahwa Trump yang saat ini terjebak dalam gelombang kecurigaan skandal Rusia, lagi mencari dukungan ke berbagai kekuatan politik di AS, coba merangkul kelompok Yahudi AS yang sangat penting. Sampai taraf tertentu, menyerang Iran, membantu Israel, merupakan manuver untuk membantu kekuatan Yahudi AS.

Semua yang dilakukannya adalah untuk mendapatkan rahmat yang baik dari Israel. Israel memiliki ribuan koneksi dengan kekuatan Yahudi di AS, mereka ini sebenarnya bagian dari kelompok keluarga yang sama. Ini adalah kebutuhan politik pribadinya yang utama.

Tekanan AS Atas Iran

Statistik mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Iran setelah sanksi dicabut pada tahun 2016 melompat ke 6,5%. Pada 2017, perdagangan Iran dengan Eropa meningkat 90%.

Selain itu, Iran secara bertahap mulai menjadi sangat berperhatian sekali lagi dengan Israel, Palestina, Irak, dan Suriah di kawasan ini.

Meskipun AS dan Israel selalu mempersulit keadaan, laporan dari IAEA telah membuktikan bahwa Iran sepenuhnya memenuhi janjinya, hal ini telah meningkatkan kredibilitas Iran secara internasional.

Dalam hal ini, kaum konservatif AS yang diwakili oleh Pompeo mengatakan bahwa perluasan pengaruh Iran adalah karena stabilitas politik dan sosialnya dalam beberapa tahun terakhir. Karena itu, ia harus menggunakan kebijakannya untuk meningkatkan tekanan untuk memaksanya memfokuskan kembali perhatiannya pada pemeliharaan stabilitas domestiknya.

Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton bahkan menunjukkan bahwa hanya melemahkan Iran saja tidak cukup --- mereka harus meningkatkan tekanan pada Iran untuk memaksanya mengubah pemerintahan.

"Di mata pemerintahan AS saat ini, gejolak di Timur Tengah tampaknya menyederhanakan masalah Iran, dan jika terus bergerak maju, itu akan menyederhanakan masalah nuklir Iran."  Demikian menurut "The Hill" terbitan yang berbasis di AS.

Interpretasi media AS untuk menekan Iran jelas bisa terlihat dari tindakan Trump sebagai inti dari strategi Timur Tengahnya, dan didukung oleh sekutu kunci seperti Israel dan Arab Saudi, keduanya melihat Iran sebagai ancaman terbesar bagi keamanan mereka.

Untuk masalah ini, semuanya dapat dilihat pada muara ini, kebijakan Trump untuk Timur Tengah terlabih dulu meletakkan kepentingan AS diatas kepentingan sekutu regionalnya, sementara AS mengambil keuntungan dari mereka di mana-mana.

Ke-12 tuntutan diatas akan membutuhkan koordinasi dengan sekutu regionalnya, tetapi ketika Pompeo berbicara tentang 12 tuntutan ini, dia tidak membuat janji apa pun. Jadi bisakah mereka benar-benar berkoordinasi dengan AS? Ke-12 tuntutan ini masih merupakan harapan yang luar biasa.

Dalam kenyataannya, ketika dia merinci rencana B tentang Iran, Pompeo mengumumkan bahwa dia akan membentuk aliansi global baru, dan akan menggunakan "sanksi paling keras" untuk memaksa Iran menyerah. Dari daftar yang diberikan AS, semuanya adalah sekutu regional.

AS mencantumkan serangkaian negara, tidak ada satu pun dari empat anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang disebutkan. Semuanya adalah sekutu regional, termasuk sekutu regional di Asia.

Dia akan membatasi Jepang dan Republik Korea (Korsel) untuk melarang Iran melakukan ini atau itu. Pengamat percaya bahwa dia mungkin bisa melakukan ini, tetapi ketika berkaitan dengan sekutu regionalnya yang lain, terutama sekutu regional di Timur Tengah, AS tidak membuat janji apa pun. Para sekutu regional ini telah mengumpulkan banyak pengalaman dalam tahun-tahun berhubungan dengan AS, dan tidak akan bertindak atas janji-janji kosong saja.

Hubungan AS-Eropa

Seperti apa yang sering kita ketahui, dalam hubungan internasional, ada pepatah terkenal, "Tidak ada teman tetap atau musuh permanen, hanya ada kepentingan permanen." Pepatah ini sepertinya bisa menggambarkan dan membubuhi keterangan hubungan AS-Eropa, yang semakin jauh terpisah setiap hari.

Pada hari ketika Presiden AS Trump mengumumkan penarikan sepihaknya dari kesepakatan nuklir Iran, beberapa pemimpin Eropa membuat pernyataan yang mengungkapkan penyesalan mereka atas keputusan AS untuk menarik diri dari kesepakatan tersebut, sementara Inggris, Prancis, dan Jerman mengatakan bahwa mereka akan melanjutkan untuk menegakkan kesepakatan ini.

Mengapa Uni Eropa memandang kesepakatan nuklir Iran begitu penting? Dan bagaimana imereka akan menangani tekanan dari AS? Pilihan antara Iran dan AS, arah mana yang harus diambil Uni Eropa?

"Le Figaro" Prancis percaya bahwa negara-negara Eropa sangat menentang keputusan Trump, karena ini akan menjadi pemisah yang melibatkan kepentingan inti Eropa. Menurut beberapa statistik, sejak perjanjian nuklir Iran telah ditandatangani, total perdagangan antara Uni Eropa dan Iran telah tumbuh dari 9,2 miliar USD pada 2015 menjadi 25 miliar USD pada tahun 2017.

Menurut website yang berafiliasi dengan UE, total 21 perusahaan dari Jerman, Perancis, Inggris, Italia, dan Denmark semuanya telah berinvestasi di Iran, termasuk Siemens, Total S.A., VW, Geoupe PSA, Airbus, dan perusahaan besar Eropa lainnya.

Hal ini terjadi berkat kesepakatan nuklir Iran, yang membuat jendela peluang dibuka untuk bisnis antara Eropa dan Iran. Hanya dalam waktu singkat dua tahun, Eropa bisa melakukan kehadiran ekonomi besar di Iran, termasuk Airbus, sebagai contoh, sekarang Eropa telah menerima pesanan lebih dari 100 Airbus di Iran, dan beberapa perusahaan besar di Eropa telah mampu memasuki pasar Iran dan Timur Tengah.

Jika terjadi AS mejatuhkan lagi sanksi kepada Iran, itu akan menjatuhkan sanksi pada perusahaan yang melakukan bisnis dengan Iran. Mereka yang terlibat dalam diplomasi dan sektor perdagangan Eropa telah memperkirakan kontrak komersial yang telah ditandatangani beberapa perusahaan Eropa dengan Iran yang jumlahnya dalam miliaran dolar AS mungkin menghadapi nasib yang tidak menguntungkan.

Perusahaan-perusahaan Eropa yang melakukan bisnis di Iran sekarang semua dihadapkan dengan pilihan yang sulit, apakah mereka menginginkan pasar AS atau pasar Iran, pertimbangan mereka mana yang lebih besar dan lebih berat serta lebih menguntungkan dalam pikiran mereka? Tentu saja, mereka dapat melihat bahwa jika hal ini terjadi, sangat diragukan apakah perusahaan-perusahaan Eropa dapat tetap di Iran, sehingga mereka mengharapkan awan badai yang saat ini tergantung pada kesepakatan tidak akan menyebar, dan itu mengkhawatirkan mereka.

Selain dari ancaman terhadap kepentingan ekonomi, Eropa juga khawatir apabila AS mengambil kebijakan yang lebih keras terhadap Iran, yang mungkin bahkan termasuk oposisi militer. Tidak hanya akan memperburuk kerusuhan di Timur Tengah dan mungkin membuat Eropa merasakan riaknya, itu juga bisa menyeret Eropa ke dalam konflik militer di Timur Tengah.

Terutama dengan latar belakang serangan teroris yang terus-menerus dan berlanjutnya perkembangan krisis pengungsi di Eropa, kedamaian dan stabilitas di Timur Tengah akan secara langsung mempengaruhi keamanan strategi Eropa.

Pada bulan April, Jerman dan pemimpin Prancis masing-masing mengunjungi AS untuk mendesak Trump untuk tidak menarik diri dari kesepakatan ini, tetapi mereka pulang tanpa menunjukkan hasil apa-apa.

Pada 9 Mei, Inggris, Prancis, dan Jerman mengeluarkan pernyataan bersama bahwa mereka akan mempertahankan kesepkatan tersebut.

Pada 17 Mei, Presiden Dewan Eropa Donald Tusk mengatakan sesuatu yang menggugah pikiran yang provokatif. Dengan mengatakan: Melihat keputusan terbaru dari Presiden Trump, seseorang bahkan dapat berpikir, "Dengan teman seperti itu, siapa yang butuh musuh?"

Selama beberapa dekade terakhir, Uni Eropa dan AS telah menjadi sekutu yang akrab dan kuat, tetapi baru-baru ini, dari pengumuman Trump tentang peningkatkan tarif baja dan aluminium kepada mereka, dan dengan keras kepala menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran, semua jenis tindakan ini telah membuat perbedaan antara Eropa dan AS menjadi lebih menonjol.

Serangkaian perilaku Trump jauh melampaui harapan terburuk orang Eropa. Kita  telah bisa melihat apakah masalah penarikan diri AS dari perjanjian perubahan iklim, di mana kita dapat melihat tata letak, tata pemerintahan global, atau tantangan Trump terhadap NATO pada saat itu, dengan mengatakan bahwa NATO sudah ketinggalan jaman, ini benar-benar mejengkelkan orang-orang Eropa.

Kita bisa melihat, dari kepentingan ekonomi dan perdagangan, keamanan, serta konsep tata kelola global, termasuk non-proliferasi nuklir dan keamanan regional, kita dapat melihat hubungan Eropa-AS telah ditantang dalam semua aspek.

Tapi dalam hal aliansi antara AS dan Eropa, Eropa lebih mengandalkan AS, terutama ketika menyangkut masalah keamanan.

Selain itu, negara-negara Eropa memiliki kebutuhan yang berbeda dengan kebijakan AS, dan sering terjadi kesulitan untuk membentuk front persatuan ketika untuk kepentingan UE. Adapun AS menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran, meskipun komentar Eropa sangat keras, namun mereka tidak bersedia untuk membiarkan hubungan dengan AS menjadi benar-benar masam atau tidak baik karena ini.

Emmanuel Macron, presiden Prancis mengatakan: "Kami tidak akan menjadi sekutu Iran melawan AS. Terkadang, saya melihat beberapa komentar dan mendengar beberapa orang mengatakan hal-hal yang membuatnya merasa seperti seharusnya seperti ini. Ini sesungguhnya adalah kesalahpahaman yang lengkap."

Analis memang bisa melihat, Eropa tidak dapat bersaing dengan AS, maka dari itu tidak mungkin menentang atau menjadi lawan AS dalam isu Iran. Kemungkinan itu bahkan tidak ada. Adalah normal bagi mereka untuk memiliki beberapa perbedaan ketika mendiskusikan suatu isu atau ketika menghadapi masalah besar, tetapi pada akhirnya, tindakan mereka tidak akan bertentangan.

Presiden Prancis Marcon pernah membuat beberapa rekomendasi bahwa semua pihak terkait harus terlibat dalam diskusi dalam kesepakatan kerangka kerja yang lebih besar, dan kesepakatan kerangka kerja baru harus mencakup konten seperti pengawasan aktivitas nuklir Iran setelah 2025, program rudal balistik Iran, dan beberapa krisis besar di Tengah Timur.

Beberapa komentator mengatakan bahwa untuk sebagian besar, saling ketergantungan antara Eropa dan AS telah membuatnya begitu Eropa memiliki waktu yang sulit mengambil tindakan keras terhadap AS, dan karena itulah, Eropa mungkin memilih jalur keseimbangan: di satu sisi , mereka ingin menstabilkan Iran, dan pada saat yang sama, ketika menyangkut masalah-masalah seperti pembangunan rudal balistik dan keamanan regional, mereka ingin terus menekan, dan mengoordinasikan tindakan dengan penandatangan lain dari kesepakatan tersebut: Rusia dan Tiongkok. Di sisi lain, Eropa akan terus berkomunikasi dengan AS dan berusaha berkompromi.

Meskipun sikap AS dan Iran masih dalam keadaan sulit, sebelum titik akhir, jendela peluang tidak akan sepenuhnya tertutup. Mempertahankan pkesepakatan nuklir Iran adalah untuk kepentingan Uni Eropa, Iran, Rusia dan Tiongkok.

Dengan upaya semua pihak, bahkan tanpa kehadiran AS, kesepakatan nuklir Iran mungkin dapat terus bertahan. Namun dengan metode tekanan maksimum dari AS yang konsisten, kita masih menunggu untuk melihat apakah kesepakatan nuklir Iran akan mengalami perubahan dramatis di masa depan.

Sikap Iran

Setelah AS mengumumkan mundur dari kesepakatan nuklir Iran, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif melakukan kunjungan marathon ke Tiongkok, Rusia, dan beberapa negara Eropa, bernegosiasi dengan semua pihak tentang serangkaian masalah setelah penarikan AS dari kesepakatan tersebut.

Analis dan pengamat pikir rasionalitas yang diungkapkan oleh Iran saat ini melampaui imajinasi banyak pihak. Mereka tidak secara langsung bertentangan dengan AS, dan tidak menyatakan dengan tegas mereka takut akan sanksi AS,  atau mereka berkemampuan untuk berdikari (berdiri dikaki sendiri). Zarif sama sekali tidak mengatakan satu kata pun seperti itu.

Sebaliknya, Menlu iran datang ke Beijing, Moskow, dan Wina, untuk terus melobi dan menyatakan sikap fundamental Iran, bahwa mereka tidak mau menerima lebih banyak sanksi, dan dalam menghadapi lebih banyak sanksi, kita dapat berbicara, dan dapat bertindak, dan dapat menjelaskan, berkompromi, dan membuat aksesi. Ini yang tampaknya menjadi sikap fundamental Iran.

Kenyataan, Iran telah tampil baik. Laporan mengatakan bahwa sejak kesepakatan nuklir Iran dicapai pada tahun 2015, IAEA telah memverifikasi 10 kali bahwa Iran telah menghormati janjinya terkait dengan senjata nuklir.

Sumber: obamawhitehouse.archives.gov
Sumber: obamawhitehouse.archives.gov
Namun, Organisasi Energi Atom Iran telah mengumumkan bahwa jika perjanjian nuklir Iran yang dicapai pada tahun 2015 dibatalkan, Iran memiliki kemampuan untuk mulai memproduksi uranium yang diperkaya dengan kemurnian 20% dalam tiga hari di fasilitas nuklir Fordow.

Selain itu, Putra Mahkota Arab Saudi Salman Al Saud memperingatkan sebelumnya bahwa jika Iran mengembangkan senjata nuklir, Riyadh akan mengikutinya.

Maka jika satu kali Iran menarik diri dari kesepakatan ini, secara obyektif, lingkungan regional dan lingkungan untuk pembangunan ekonomi domestik akan memburuk. Dan ini terjadi disebabkan oleh AS. Mungkinkah Iran menelan kebanggaannya begitu saja dan membiarkan dirinya dikerjai oleh AS seperti ini?

Yang pasti Iran akan membalas tindakan AS dengan caranya sendiri. Menyangkut hal ini, Iran memiliki banyak platform, saluran, dan sumber daya, dan Iran dapat, atau memiliki kemampuan untuk membuat AS menjadi tidak nyaman di Timur Tengah.

Aspek lain adalah bahwa sementara Menlu  AS Pompeo mengusulkan 12 tuntutan bahwa dunia luar berpikir keras, dia juga mengatakan bahwa AS tidak berusaha untuk mengubah pemerintah Iran, dan mengatakan bahwa jika Iran dapat menerima tuntutan AS, Amerika akan mengunjungi Iran dan memandang Iran sebagai teman.

Kita dapat merasakan tekanan maksimum AS terhadap Iran dengan 12 tuntutan ini. AS merasa seperti bahwa tes ulang akan lolos dan membuktikan akan benar dengan tekanan maksimumnya.

Di Semenanjung Korea, AS menerapkan tekanan maksimum, dan sekarang AS melihatnya sebagai tongkat besar untuk melambai-lambaikannya di Timur Tengah. Jadi saat ini, tekanan maksimum telah menjadi alat dan kinerja utama bagi AS untuk dengan keras kepala menerapkan tindakan sepihak.

Dengan wortel dan tongkat merupakan metode diplomatik yang biasa digunakan AS. Dari berbagai negosiasi baru-baru ini antara pemerintahan Trump dan beberapa negara, orang dapat melihat bahwa tidak ada yang baru bagi alur plot seperti ini.

Selain itu, Iran tidak sendirian, Tiongkok, Rusia, Prancis, Inggris, dan Jerman semuanya mengatakan mereka akan tetap dalam kesepakatan nuklir Iran.

Pada 24 Mei, Presiden Prancis Marcon terbang ke St, Petersburg di mana ia melakukan kunjungan resmi dua hari ke Rusia. Vladimir Putin dan Marcon keduanya mengatakan bahwa mereka akan berusaha sekeras mungkin untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir Iran.

Selain itu, sebagai pengamat Shanghai Cooperation Organization (SCO), Iran telah diundang untuk menghadiri KTT SCO yang akan diadakan di Qingdao pada bulan Juni tahun ini.

Dalam 10 tahun terakhir ini, Tiongkok adalah mitra dagang dan pasar ekspor terbesar Iran. Karena posisi strategis Iran, maka merupakan komponen penting dari inisiatif "Belt and Road" Tiongkok.

Dua tahun lalu, setelah sanksi internasional terhadap Iran dicabut, Beijing dan Teheran menandatangani perjanjian ekonomi yang termasuk menetapkan total perdagangan kedua negara untuk tumbuh 10 kali dalam dekade yang akan datang untuk mencapai total 600 miliar USD.

Saat ini, pengamat dapat mempertimbangkannya seperti ini: Tiongkok, Rusia, tiga negara Eropa, Uni Eropa, dan bahkan PBB mewakili kekuatan positif yang efektif untuk mempertahankan multilateralisme, mempertahankan hukum internasional, dan mempertahankan otoritas resolusi yang ketat yang dibuat oleh Dewan Keamanan PBB. Kekuatan semacam ini telah menghadapi kehendak nakal dan tekanan unilateralisme.

Krisis kesepakatan nuklir Iran, dalam kenyataannya, mencerminkan sebuah kontes antara multilateralisme dan unilateralisme. Situasi ini sangat kompleks, dan sulit untuk membuat kesimpulan sekarang.

Ini adalah perjuangan antara dua ideologi. Keputusan AS untuk menarik diri keluar dari kesepakatan nuklir Iran menunjukkan bahwa kebijakan luar negeri Washington akan semakin jauh berada di jalan unilateralisme.

Lima negara lainnya telah menunjukkan sebagai dunia luar bahwa mereka telah membentuk front persatuan, dan akan melakukan yang terbaik untuk menebus kerusakan ekonomi kepada Iran yang disebabkan oleh AS menarik diri dari kesepakatan untuk memastikan bahwa Iran tetap di dalam kesepakatan nuklir Iran, untuk mempertahankan hasil multilateral dari kesepakatan nuklir Iran demi mencegah Timur Tengah menjadi lebih bergejolak dan kacau.

Namun akhirnya siapakah yang akan menang ini menjadi taruhan bagi Trump.

Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri

https://edition.cnn.com/2018/05/08/politics/iran-deal-congress-reaction-donald-trump/index.html

https://pursuit.unimelb.edu.au/articles/what-comes-after-america-s-withdrawal-from-the-iran-nuclear-deal

https://www.bbc.com/news/world-us-canada-44057306

https://obamawhitehouse.archives.gov/node/328996

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun