Dari negara tanpa memiliki angkatan bersejata (militer) menjadi negara berkekuatan meliter ke-7 terkuat dunia sekarang.
Sejarah gelap macam apakah yang ada di balik militerisme dan agresi Jepang?
Bila esensi vital kita dipulihkan, kita akan secara alami mengatur ulang sebuah militer. Sebelum hari itu tiba, Amerika akan menangani masalah pertahanan kita. Kami memiliki sebuah konstitusi yang melarang pembangunan kembali sebuah militer. Ini adalah berkah dari Surga, dan kita bisa menggunakan ini untuk menutup mulut orang-orang Amerika. Politisi yang ingin mengubah konstitusi itu adalah sekelompok idiot. Demikian kata Shigeru Yoshida.
Pada tahun 1946, Shigeru Yoshida menjadi PM Jepang yang baru saja kalah perang. Berdasarkan penilaiannya terhadap politik internasional, dia mengatakan bahwa Jepang perlu memfokuskan kembali pada pengembangan ekonomi dan pemulihan "vital essence/saripati penting." Karena itu, Shigeru Yoshida menganjurkan agar Jepang mengikuti Amerika Serikat dalam politik internasional, dan menggunakan militer AS untuk pertahanan Jepang. Â Pada saat yang sama, dia membatasi pengeluaran militer untuk mencegah agar Jepang tidak terlibat dalam Perang Dingin.
Namun, rute "Shigeru Yoshida" ini, yang disebut "pemerasan terhadap orang lemah," tidak membuat Jepang terbengkalai lama. Karena faktor dunia luar, Jepang secara tak terduga mendapat kesempatan untuk memulihkan kekuatan militernya.
Pada awal 1950-an, AS mulai mempersenjatai kembali pasukan Jepang karena kebutuhannya untuk menekan Uni Soviet dan DPRK/Korut. Pada bulan September 1951, Jepang dan AS menandatangani "Perjanjian Keamanan Jepang-AS." Perjanjian tersebut memutuskan bahwa AS memiliki hak untuk memarkaskan tentara, angkatan laut, dan angkatan udara di dan sekitar Jepang, dan aliansi Jepang-AS dibentuk secara resmi.
Hal ini kira-kira terjadi pada tahun 1950an, ketika kembali mendapat kesempatan mereka tidak secara resmi mendirikan Pasukan Bela Diri Jepang (JSDF), namun mereka sudah mulai memiliki beberapa kekuatan seperti polisi bersenjata untuk menjaga ketertiban domestik mereka, dan mengurangi beban militer AS untuk penegakan hukum. Juga, untuk kekuatan maritim. Jepang membutuhkan beberapa polisi bersenjata di laut.
Tentu saja, di darat dan udara, mereka juga memiliki tuntutan semacam ini. Setelah itu, AS membuka segalanya lagi, dan membiarkan Jepang memiliki kekuatan bela diri. Ketika Jepang memiliki undang-undang untuk kekuatan bela diri, ketika mereka memiliki undang-undang ini dengan seizin AS, negara-negara Asia semuanya pada menentang, namun AS tetap mendukungnya. Dari berdirinya JSDF sebelum Perang Dingin berakhir adalah satu fase fase pengembangan JSDF.
Ketika JSDF didirikan, AS menganggapnya mereka sebagai sekutu penting.
 Jepang dipersenjatai lagi dengan nama "Pasukan Bela Diri" (JSDF). Maka apa yang dikatakan Shigeru Yoshida ternyata muncul juga. Pada tahun 1957, kakek Shinzo Abe, Nobusuke Kishi yang sebagai penjahat perang kelas-A terpilih menjadi PM Jepang.
Nobusuke Kishi adalah PM pertama di Jepang yang mengusulkan sebuah amandemen terhadap "Konstitusi Perdamaian." Meskipun proposal ini akhirnya kalah. Nobusuke Kishi masih menggunakan "Perjanjian Keamanan Jepang-AS" untuk mengikat Jepang ke kereta perang AS.