Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Perkembangan Alutsista Jepang Dan Amandemen "Konstitusi Perdamaian"

8 Desember 2017   08:22 Diperbarui: 8 Desember 2017   17:22 2849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber: Grabed from CCTV News
Sumber: Grabed from CCTV News
Saat ini, sistem pertahanan rudal Jepang terdiri dari dua bagian: kapal perusak Aegis-class dengan rudal pencegat rudal Standard Missile-3 (S-3) berbasis laut yang dapat mencegat rudal musuh di luar atmosfer. Jika intersepsi rudal gagal, sistem "Patriot-3" berbasis darat akan menghancurkan rudal setelah masuk dalam atmosfer.

Namun Kementerian Pertahanan Jepang percaya bahwa jumlah rudal SM-3 dan Patriot-3 tidak mencukupi untuk mencakup seluruh Jepang. Juga, Jepang mengemukakan gagasan sistem Aegis berbasis darat. Sistem Aegis berbasis darat akan menggunakan piring radar besar bergerak dan meluncurkan rudal pencegat secara vertikal seperti yang ada saat ini di atas kapal perusak , tapi memindahkannya ke daratan. Dibandingkan dengan kapal-kapal Aegist, sistem Aegis berbasis darat akan lebih mudah untuk menjaga keamanan pada segala jenis cuaca. Jika menggunakan rudal SM-3 yang saat ini dikembangkan oleh Jepang dan AS, ditambah dengan dua perangkat sistem ini dapat memantau dan mepertahankan seluruh wilayah Jepang.

Jepang mempercepat laju pembelian sistem pertahanan rudal berbasis darat dari AS di satu sisi telah memperdalam integrasi militer Jepang dan AS, dan di sisi lain dengan memberi alasan adanya "krisis" untuk terus mengembangkan persenjataannya. Dan hanya dikarenakan sistem Aegis berbasis darat berharga lebih baik atau murah. Yang mana sebenarnya dalam keadaan ideal dibutuhkan enam sistem THAAD untuk sepenuhnya menjangkau seluruh Jepang, tapi harga satu sistem THAAD harus menghabiskan biaya sekitar 1,1 miliar USD.

Namun jika dengan sistem Aegis berbasis di darat, hanya dibutuhkan dua sistem untuk menutupi Jepang sepenuhnya, dan masing-masing sistem seharga sekitar 704 juta USD, itu berartinya akan menghemat sebagian besar anggaran pertahanannya.

Meskipun telah membuat perhitungan yang tepat mengenai pengeluaran militernya, anggaran pertahanan Jepang masih meningkat setiap tahunnya. Pada 2017, termasuk biaya reorganisasi militer AS, permintaan anggaran pertahanan Jepang adalah 5.1686 triliun yen, sementara menurut perkiraan awal adalah 5.1251 triliun yen. Pengeluaran Jepang terus meningkat sejak Shinzo Abe menjabat untuk kedua kalinya dan menata ulang anggaran 2013---Jepang mengajukan anggaran pertahanan lebih dari 5 triliun yen selama empat tahun berturut-turut.

Setelah Abe memimpin anggaran pertahanan Jepang setiap tahunnya meningkat. Abe sangat jelas dalam menaikkan anggaran pertahanan itu merupakan sikap politiknya,  dia tidak peduli betapa miskinnya ekonomi Jepang, namun anggaran pertahanan Jepang harus terus meningkat.

Pertama-tama, dia mengindikasikan bahwa Jepang bereaksi positif terhadap permintaan AS bahwa sekutu Jepang, Korsel, dan NATO untuk meningkatkan anggaran pertahanan mereka untuk membantu memikul beban militer AS. Dia menurut tuntutan strategis AS dan ruang politik terbuka yang diciptakan untuk secara bertahap mengembangkan kekuatan militernya sendiri. Abe ingin mengembangkan Jepang menjadi kekuatan militer besar. Itu tanpa diragukan lagi.

Jepang adalah negara dengan catatan pernah menjadi pencetus perang, dan pernah membawa bencana penuh sengsara kepada masyarakat di sekitar Asia. 70 tahun yang lalu, Undang-Undang Dasar Perdamaian Jepang (Peace Constitution) secara singkat dapat memadamkan nyala api militer Jepang.

Namun setelah 70 tahun berikutnya, sentimen sayap kanan Jepang terus mengangkat kepalanya, dan militerisme telah bangkit dari kematian. Bagaimana Jepang, yang telah mengabaikan "Konstitusi Perdamaian", telah berjalan lebih jauh dan makin jauh lagi menyusuri jalur militerisasi?

Adakah yang bisa menghentikan militerisme dan agresi Jepang? Akankah Jepang sekali lagi berjalan di jalur perang seperti dahulu lagi?

70 tahun yang lalu. Sebagai negara yang kalah dalam Perang Dunia II, Jepang dengan jelas menulis dalam Pasal 9 dari "Konstitusi Perdamaian": "Berpihak pada perdamaian internasional berdasarkan keadilan dan ketertiban, rakyat Jepang selamanya meninggalkan perang sebagai hak kedaulatan bangsa dan perlakuan atau penggunaan kekuatan sebagai sarana untuk menyelesaikan perselisihan internasional. Untuk mencapai tujuan paragraf sebelumnya, darat, laut, dan angkatan udara, serta potensi perang lainnya, tidak akan pernah dipertahankan. Hak untuk berperang dengan negara tidak akan diakui." Seperti yang telah disebut diatas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun