Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Krisis Kepercayaan terhadap Produk "Made in Japan"

8 November 2017   10:07 Diperbarui: 9 November 2017   09:35 2400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.standard.co.uk

Dulu ketika produk Jepang masuk dunia, itu terjadi sebelum tahun 1980an. Pada saat itu lingkungan perusahaan Jepang menjalankan salah satu kebijakan mengerjakan pekerja seumur hidup. Tapi kini, makin hari makin banyak perusahaan yang mengerjakan pekerjanya dengan sistem kontrak. Kini pekerja perusahaan Jepang makin banyak pekerja kontrak, bukan resmi mejadi pekerja suatu perusahaan. Akibatnya mereka tidak mempunyai semacam kesetiaan kepada perusahaan, karena mereka sewaktu-waktu bisa diberhentikan oleh perusahaan. Sehingga mereka berupaya siap-siap meninggalkan peruasahaan atau pindah tempat kerja, atau bahkan bisa dipecat.

Selain masalah dengan perasaan tanggung jawab pekerja, berbagai konflik yang tersembunyi di dalam perusahaan Jepang mulai meledak. Nissan, misalnya, memiliki reputasi baik di Jepang maupun di luar negeri, sehingga inspeksi keamanan untuk mobil yang baru diproduksi yang sebelumnya harus menjadi tanggung jawab Japan's Ministry of Land, Infrastructure, Transport and Tourism atau Kementerian Tanah, Infrastruktur, Transportasi dan Pariwisata Jepang (MILT), MILT telah mengizinkan manufaktur yang telah lulus tes produk baru untuk menyelesaikan pemeriksaan kelaikkan yang  keluar dari setiap mobil baru untuk dilakukan mereka sendiri.

Tapi setelah jangka lama, lama-lama Nissan memakai personil yang tidak berkualifikasi untuk melakukan inspeksi keselamatan mobil yang keluar dan kurang rektifikasi. MILT percaya bahwa Nissan "melupakan kepercayaan yang diberikan  MILT kepada mereka."

Ada cerita dari seorang peneliti untuk masalah Jepang yang datang ke Jepang, dia melihat dan mengunjunugi beberapa orang di Tokyo yang terlibat dalam konstruksi, beberapa arsitek, yang mendapat izin untuk bisnis mereka yang ditandatangani oleh Walikota Tokyo. Bagaimana mungkin seorang pembangun/kontraktor rumah mendapat cap dari Walikota Tokyo? Setelah ditanya, mereka mengatakan kepada dia bahwa itu adalah pejabat tingkat rendah yang mengambil cap tersebut dan berhasil melakukannya.

Dengan kata lain, di Jepang, para pejabat senior merumuskan sistem atas nama pemeliharaan sistem sementara kelompok pejabat rendah yang terlibat dalam hal-hal praktis yang benar-benar melaksanakan operasi. Ini jelas bertentangan, disini terdapat ketidak nyambungannya.

Masalah Keempat: Refleksi Tindakan Yang Tidak Memadai (Insufficient Reflection on Actions)

Tahun lalu, ketika publik di Jerman terlibat dalam skandal emisi VW, media Jepang menggunakan tanggapan VW sebagai sebagai wake-up call atau peringatan dini.

Dalam siaran pers menyusul skandal VW, VW meminta maaf, menjelaskan alasan untuk mengeluarkan isu tersebut, dan juga merilis sebuah rencana untuk kompensasi dan reformasi.

Dibandingkan dengan gaya Jepang yang hanya melakukan "pertemuan minta maaf" relatif masih lebih baik, namun bagi perusahaan Jepang akar dari skandal biasanya hanya sekedar meminta maaf dengan penjelasan yang sederhana untuk "refleksi" mereka.

Kita bisa melihat setelah terjadi masalah dengan perusahaan Jepang, ketika berhubungan dengan public relations mereka, mereka benar-benar hanya melakukan mosi secara formalitas saja. Tapi jika orang bertanya untuk data speksifik menanyakan produk pabrik mana yang diekspor, Kobe Steel mengatakan bahwa produk mereka diekspor ke lebih dari 500 pabrik, kontraktor, dan produsen, namun mereka tidak dapat memberikan jumlah tepatnya. Karena untuk melindungi mereka, maka beberapa pengacara yang akan merundingkan masalah itu, seraya megatakan bahwa mereka hanya melindungi rantai keuntungan industri mereka, sedang produk pabrik dan kontraktor tersebut adalah hal-hal yang harus diberitahukan ke publik.

Mereka melepaskan nomor atau jumlah mereka, karena mereka harus melindunginya, jadi beberapa pengacara mendiskusikan masalah itu, dengan mengatakan bahwa mereka hanya melindungi rantai keuntungan industri mereka, dan produk pabrik dan kontraktor tersebut adalah hal-hal yang harus diberitahu kepada publik. Bila dalam situasi ini tidak dipublikasikan sdecara terbuka, konsumen menjadi korban terbesar, tapi mengabaikan kerugian konsumen langsung adalah ciri utama masyarakat Jepang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun