Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Krisis Kepercayaan terhadap Produk "Made in Japan"

8 November 2017   10:07 Diperbarui: 9 November 2017   09:35 2400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Grabed from CCTV News

Di Jepang, teknologi adalah inti dari daya saing suatu perusahaan. Tetapi beberapa analis telah menunjukkan bahwa industri manufaktur Jepang mengharuskan mengejar kemajuan teknologi terus-menerus. Tidak perduli dengan masalah penyelidikan dengan biaya 30% untuk memperbaiki fungsi sebesar 1%. Teknologi yang hyperaktif menyebabkan rasio harga kinerjanya turun. Harga pasarnya seringkali beberapa kali lebih tinggi dibanding produk sejenis lainnya, terkadang puluhan kali lebih tinggi.

Saat ini, ini telah menyebabkan situasi seperti ini di kalangan konsumen, yang menganggap atau berperasaan produk Jepang berkulaitas menakjubkan, memiliki fitur hebat, akibatnya tidak ada yang mau membeli karena faktor harga.

Sekarang ini, karena kebutuhan konsumen terus berubah, alasan lain apa yang menyebabkan mengurangi daya saing industri manufaktur Jepang?

Contohnya, ketika menyangkut mata rantai industri, karena ada sejumlah besar perusahaan kecil (industri satelit) yang secara bertahap tutup, jika seseorang ingin membeli komponen, awalnya mungkin sebelumnya ada di dekatnya, masih di dalam negeri Jepang, tapi kini mungkin harus beli ke luar negeri. Hal ini menyebabkan harus menambah mata rantai lebih panjang yang juga menambah biaya produksi bagi banyak perusahaan Jepang. Setelah menyadari banyak komponen yang harus dibeli dari luar negeri, mereka lebih baik memintdahkan pabriknya ke luar negeri.

Hal ini menjadi isu de-industralisasi dari industri ini. Dikarenakan banyak perusahaan yang bergerak di luar negeri, yang terjadi industri Jepang semakin memburuk. Ini menjadi suatu lingkaran setan.

Masalah Kedua: Kekurang Tenaga Kerja.

Pada bulan April, Lembaga Penelitian Kependudukan dan Keamanan Nasional Jepang memperkirakan bahwa pada tahun 2065, populasi Jepang akan turun menjadi 88,08 juta. Dari populasi ini, proporsi mereka yang berusia 65 tahun ke atas akan meningkat menjadi 38,4%, dengan rata-rata 1,2 pekerja harus menanggung beban satu orang warga lanjut usia.

Masyarakat Jepang sudah menua dan memiliki lebih sedikit anak. Apa yang akan menjadi masalah mendasar dalam hal ini? Tidak cukup tenaga kerja. Ada kekurangan tenaga kerja, dan tidak ada harapan untuk mengisi celah. Ini menurut para peneliti Jepang. Isu tenaga kerja bukan hanya isu produksi, tapi juga isu Litbang  (R&D). Basis bakat manusia (human talent) tidak ada di Jepang.

Masalah Ketiga: Sistem Perusahaan yang tidak sempurna (Unrefined Corporate Systems).

Di Jepang, pernah ada fenomena aneh bahwa ketika klien bertemu dengan perusahaan perdagangan umum Jepang, mereka hampir selalu melakukan negosiasi bisnis dengan para manajer, sementara bosnya berada di rumah untuk mengelola bisnis internal perusahaan dari jauh.

Karyawan bekerja tanpa kenal lelah, teliti dalam tugas mereka. Namun, setelah tahun 1990an dimulai, ekonomi Jepang berbuih dan ambruk, dan terjadi masalah dengan kesetiaan karyawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun