Pada 16 Januari 2017, mantan Wakil Presiden AS, Joe Biden mengunjungi Ukraina, Â dia bertemu dengan Presiden Ukraina Petro Poroshenko. Biden mengatakan pada hari itu bahwa dia akan mendesak pemerintah AS yang baru untuk terus mendukung Ukraina, dan meminta masyarakat internasional untuk menentang perilaku "invasi" Rusia.
Joe Biden mengatakan: "Bersama dengan mitra kita EU dan G7, kita akan menjelaskan bahwa sanksi harus tetap berlaku sampai sepenuhnya terhadap Rusia, saya tegaskan sepenuhnya, menerapkan komitmennya berdasarkan kesepakatan Minks."
Uni Eropa dan G7 yang menurut apa yang disebutkan Biden telah mengambil lebih banyak tanggung jawab untuk tata kelola global. Perkembangan kelompok-kelompok internasional semacam ini sebenarnya tidak dapat membantu, melainkan justru bersaingan dengan PBB dan menekan PBB.
Dalam sistem PBB, IMF adalah contohnya---AS memiliki hak veto di IMF. Selama krisis keuangan AS tahun 2008, di mana krisis berasal dari AS, dan AS ingin menyingkirkan ini secepat mungkin, dan benar-benar berharap bahwa negara-negara berkembang seperti Tiongkok, India dan lainnya dapat berperan.
Pada bulan November 2010, IMF mengeluarkan sebuah kutipan dan RUU reformasi suara yang memutuskan untuk meningkatkan kuota dan hak suara dari negara-negara berkembang untuk Tiongkok dan India dalam organisasi tersebut.
Apa hasil dari penyesuaian ini? Di masa lalu, sebelum penyesuaian, Tiongkok menduduki peringkat keenam dalam kuota IMF, dan kemudian tiba-tiba melompat ke posisi ketiga. Tapi apa isu lain di sana? Misalnya, AS berada di tempat pertama, dan kuotanya tidak akan berubah, karena tidak akan setuju untuk mengubah kuotanya---karena memiliki hak veto. Siapa yang kedua? Yang kedua adalah Jepang, dan yang ketiga adalah Tiongkok, tapi masalahnya mengapa Jepang yang kedua? Sedangkan pada tahun 2015, ekonomi Tiongkok dua kali lipat dari Jepang. Jadi ketika menyangkut ekonomi, ekonomi Tiongkok lebih besar daripada Jepang, namun saham atau kuota pemungutan suara (hak suara) Â Tiongkok di IMF lebih rendah dari pada Jepang. Ini dikarenakan kekuatan---kekuatan sistemik ini masih dianggap tidak cukup. Pada kenyataannya, Barat memiliki semacam hegemoni sistemik di banyak sistem internasional semacam ini.
Selain hegemoni sistemik ini, konflik antara kekuatan utama juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi PBB dalam tata kelola global.
Di Eropa, krisis Ukraina menyebabkan ketegangan antara AS, Eropa, Rusia meningkat. Di Asia, pertentangan antara Tiongkok, AS dan Jepang terjadi karena perselisihan mengenai masalah Laut Tiongkok Timur dan Laut Tiongkok Selatan.
Tiongkok dan Rusia yang mewakili kekuatan utama yang sedang muncul, sementara AS, Eropa, dan Jepang mewakili negara maju. Kontradiksi dan konflik antara Tiongkok-Rusia dan AS, Eropa dan Jepang secara tidak terhindarkan akan mempengaruhi kerjasama dalam tata kelola global dan regional.
Konsekuensi dari hal ini adalah bahwa hal itu menyebabkan dunia menjadi tidak setara, karena tujuan tata kelola mereka adalah mempertahankan posisi atau posisi kepemimpinan mereka sendiri, sehingga tidak akan berinteraksi dengan negara lain secara setara, jadi ini ditunjukkan seperti memandang rendah orang lain dan menjadi bossy (merasa seperti boss atau raja) dalam banyak urusan internasional.
Hubungan internasional berbeda dari hubungan domestik---hubungan internasional harus setara, terlepas dari apakah sebuah negara besar atau kecil, kuat atau lemah---itulah tujuan dari "Piagam PBB"; Mereka membuat tiga aturan. Jadi mereka ingin melindungi posisinya sebagai pimpinan. Kenyataannya, ini bertentangan dengan prinsip Piagam PBB bahwa semua negara setara.