Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Persahabatan Lintas Batas Negara dan Benua, Sid Engst dan Joan Hinton

24 September 2017   13:01 Diperbarui: 24 September 2017   13:08 1453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://history.sina.com.cn

Erwin (Sid) Engst dan Joan Hinton, dikenal luas sebagai Yang Zao & Han Chun ( ,) di Tiongkok, negara tempat pasangan Amerika legendaris itu menjalani sebagian besar hidup mereka sebagai peternak sapi perah dan sangat dikenang karena kontribusi mereka terhadap produk susu, mekanisasi pertanian dan optimasi ternak di Tiongkok.

Sid Engst, yang berasal dari latar belakang keluarga yang sederhana, pertama belajar kedokteran di University of Illinois dan menyadari dia tidak menyukai jurusannya. Jadi dia pindah kuliah belajar pertanian di Cornell University di mana dia bertemu dengan penulis William Hinton, yang dikenal sebagai Han Ding () di Tiongkok dan adik perempuannya Joan Hinton, fisikawan nuklir yang kemudian menjadi istrinya. Dari Hinton, yang pernah ke Tiongkok pada tahun 1937, Sid membaca buku terkenal Red Star Over China dan terpesona oleh buku dan negara yang dilukisnya: Tiongkok.

Sid muda tertarik sekali dengan tentara Rute Kedepalan Tiongkok yang dipimpin Mao Zedong dengan persejataan yang sangat sederahana atau "millet plus rifles." dapat memenangkan perang melawan tentara fasis Jepang yang persenjataannya jauh lebuh maju dan modern. Meskipun di negaranya AS gencar sekali melakukan proganda negatif tentang Tentara Merah yang dipimpin Mao Zedong. Selain itu Sid muda juga mengalami dan melihat perbedaan tajam antara ekonomi Uni Soviet yang sedang booming dan Depresi Besar di AS pada masa itu.

Segera setelah P.D. II berakhir, dia menjual semua ternak sapinya, selain itu dia tidak mau menjadi tentara di masa damai. Maka menerima tawaran dari Administrasi Bantuan dan Rehabilitasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan pergi  bertugas sebagai spesialis susu di Tiongkok pada tahun 1946.

Apa yang dia lihat di Changsha () yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kuomintang (KMT, Partai Nasionalis Tiongkok ) mengejutkan. Dia menyadari bahwa yang dibutuhkan Tiongkok bukanlah susu, tapi gandum. Namun, apa yang PBB coba lakukan hanyalah membuang kelebihan produk pertanian AS ke pasar dunia. Kebobrokan yang dilihatnya di bawah pemerintahan KMT yang korup, dia memutuskan untuk pergi ke Yan'an di Tiongkok utara yang merupakan basis PKT. Di Yan'an, dia sangat tersentuh oleh dunia yang berbeda, dimana meskipun semua orang miskin, mereka setara, bersemangat dan penuh harapan.

Yang membuatnya kagum dan memutuska untuk tinggal terus di Tiongkok, ketika dia mengalami sendiri tentara yang dipimpin Mao berhasil mengalahkan serangan dan kepungan tentara KMT yang dipimpin  Hu Zongnan () pada tahun 1947, yang jumlahnya 10 kali jumlah Tentara Pembebasan Rakyat PKT Mao. Dengan bantuan PKT, Sid berhasil memindahkan 30 nyawa sapi bersama dirinya ke tempat aman selama 400 hari konfrontasi, menghindari tentara KMT sepanjang jalan. Tentara KMT meski memiliki pesawat dan radio udara buatan Amerika yang canggih dengan peralatan pelacakan, namun tidak pernah berhasil menemukannya. Prestasi tersebut menegaskan kepercayaan Sid pada tentara pimpinan Mao.

Kisahnya kita mulai ketika pada tahun 1947, Hu Zongnan memimpin tentara untuk melancarkan serangan agresif ke Shaanxi utara, berusaha untuk melenyapkan organ-organ utama Komite Sentral PKT. Panitia Pusat PKT memutuskan untuk mengambil inisiatif meninggalkan Yan'an. Di antara tim yang mundur, ada "pasukan" khusus, yang terdiri dari belasan sapi unggul perah friesian holstein dari Belanda. Dan "komandan" pasukan sapi yang luar biasa, dia seorang kulit putih bernama Erwin (Sid) Engst. Dan orang Tiongkok memanggilnya dengan nama Yan Zao ( ).

Suatu hari ketika langit berawan di atas kota, suara tembakan tentara KMT yang menyerang telah terdengar bergemuruh. Tentara dan warga sipil di Yan'an (Basis tentara PKT) bersiap untuk mundur secara tertib dan teratur. Karena Perekebunan pertanian Guanghua di Yan'an dalam bahaya.

Puluhan sapi perah telah disiapkan untuk dipindahkan oleh tentara PLA bergerak perlahan karena tubuhnya yang besar, sehingga menghambat kecepatan mundur. Mereka khawatir akan menjadi incaran pasukan KMT.

Ada seseorang yang mengusulkan untuk menyembelih sapi-sapi itu dan memasak dagingnya untuk mneingkatkan kualitas makanan agar menambah energi bagi tentara. Tapi sekitika itu ada seorang berteriak "Tidak!!!Jangan!!!" orang itu berhidung mancung dan berkulit putih yang menerobos kerumunan orang. Dialah Yang Zao.

Para tentara itu merasa bingun, Yang Zao melambaikan tangannya seraja berkata: "Sapi-sapi ini adalah harapan untuk peternakan masa depan Tiongkok Baru."

Banyak yang heran mengapa ada orang asing muncul di sebuah peternakan di Yan'an? Yang Zao ternyata adalah seorang pakar teknis dari Administrasi Bantuan dan Rehabilitasi PBB. Dapat dikatakan Yang Zao adalah orang asing paling awal yang diperkenalkan kepada Tiongkok.

Ketika ditanya mengapa dia datang ke Tiongkok dari tempat yang jauh, dia selalu menjawab: "Pengaruh revolusi Tiongkok yang dipimpin oleh CPC (PKT) sangat besar bagi kita. Dan saya datang untuk  keyakinan saya."

Mengapa seorang ahli pertanian dan peternakan Amerika datang ke belahan bumi lain dari jauh untuk mengejar kepercayaan terhadap CPC?

Itu terkait dengan buku terkenal berjudul "Red Star over China" oleh Edgar Snow, seorang jurnalis AS.

Ketika pada tahun 1930an pemahamanan orang Barat tentang Tiongkok masih sangat terbatas. Masih banyak cerita negatif tentang CPC, kenyataan masih banyak orang Amerika biasa hampir tidak tahu tentang hal itu. Dalam situasi seperti itu, Edgar Snow datang ke basis CPC /Shanxi utara di Tiongkok, berhubungan langsung dengan para pemimpin CPC dan orang-orang di pangkakalan (basis) tersebut. Kemudian dia mencatat semua kenyataan di pangkalan tersebut. Sehingga banyak pemuda yang mendapatkan pemahaman awal tentang CPC dengan membaca "Red Star over China."

Pada bulan Maret 1946, Sid Ernst, menjual peternakan miliknya dan datang ke Yan'an.  Setelah beberapa bulan menjadi "gembala" di Shaanxi utara. Ketika dia bekerja di pertanian, dia melihat bahwa nama orang Tionghoa lainnya bagus dan mudah diingat, sementara nama bahasa Inggrisnya terdengar canggung; Jadi dia ingin punya nama Tionghoa. Rekan-rekannya sekelilingnya menasihatinya untuk memanggil Yang Zao untuk dirinya.

Yang Heping , yang sekarang mengajar di beberapa universitas, mengenang masa lalu ayahnya. Dengan menceritakan: "Pada masa ketika ayah saya berada di Shanghai, KMT membunuh seorang jurnalis progresif. Nama penanya adalah Yang Zao. Yang dari berkonotasi 'Mian Yang (domba),' dan Zao dari zao shu (pohon kumar/date tree/angcao kata orang Betawi) .'  Waratwan progresif yang dibunuh KMT itu sangat terkenal pada masa itu dan pembunuhannya sangat mengejutkan masyarakat. Maka teman-teman sekelilingnya menasehati ayahku untuk menamai dirinya seperti nama pena wartawan itu."

Sejak itu Erwin Sid Engst mulai hidup baru dengan nama Yang Zao. Yang Zao mengingatkan dunia baru yang digambarkan dalam "Red Star over China." Dia datang ke tempat yang tepat. Tapi tak lama kemudian Chiang Kai-shek yang jauh dari kota di Nanjing menghancurkan kehidupan yang didambakan Yang Zao.

Pada 26 Juni 1946, Chiang Kai-shek mengingkari 'Double Tenth Agreement' dan menyerang daerah-daerah yang telah dibebaskan dan dikuasai CPC di Dataran Rendah Tiongkok Tengah. Maka pecahlah Perang Saudara dalam skala besar dan penuh.

Kesepakatan 10 Oktober 1945 atau terkenal dengan 'Double Tenth Agreement'() yang secara formal dikenal sebagai "Ringkasan Percakapan" antara perwakilan Kuomintang Wang Shijie, Zhang Zhizhong, Shao Lizi dan perwakilan Partai Komunis Zhou Enlai dan Wang Ruofei, yang ditandatangani di Chongqing.

Kesepakatan tersebut mencakup dua belas artikel: 1.  Prinsip dasar membangun Tiongkok Baru dengan metode damai; 2. Demokratisasi politik; 3. Memulai Kongres atau Majelis baru; 4. Kebebasan rakyat; 5. Legalisasi partai politik; 6. Masalah Dinas Rahasia; 7. Masalah melepaskan tahanan politik; 8.  Pemerintahan sendiri; 9. Perencanaan ulang dan pengelolaan Angkatan Bersenjata Tiongkok pasca perang; 10. Isu tentang pemerintah daerah di wilayah yang dibebaskan; 11. Isu tentang pengkhianat dan pemerintahan boneka; dan 12. Isu penyerahan diri.

Kuomintang (KMT) menyetujui prinsip dasar membangun Tiongkok Baru dengan metode damai, mengakui status hukum yang sama dari berbagai pihak dan beberapa hak demokratis tertentu dari rakyat, dan berjanji untuk mengadakan "Konferensi Diskusi Politik," namun menolak untuk mengakui rezim  dari PKT dan angkatan bersenjata di daerah yang dibebaskan.

Pada bulan Maret 1947, Hu Zongnan melanacarkan serangan besar-besaran ke Yan'an. Mengerahkan pesawat pembom di atas Yan'an menghancurkan kedamaian Yan'an.

Suatu hari, Yang Zao dan beberapa ahli asing lainnya datang ke Wangjiaping dimana Komite CPC berada. Saat memasuki gua tempat tinggal, mereka melihat sosok yang sudah akrab, Mao Zedong. Yang Zao merasa sangat senang saat berjabat tangan dengan Mao Zedong hari itu.

Saat itu, Mao Zedong menganalisis situasi masa itu untuk para ahli asing. Dia memberi mereka pilihan: meninggalkan Yan'an bersama dengan Komite Pusat CPC atau pergi ke tempat penampungan sementara di wilayah yang dikuasai KMT. Yang Zao tahu bahwa Mao ingin memastikan keamanan keselamatan fisik para ahli asing tersebut dengan menerimanya secara pribadi; Tapi bagaimana Yang Zao bisa melepaskan nyawa baru dia, dimana dia baru mulai di dunia yang dia rindukan dan kini telah  berhasil mengatasi kesulitan?

Yang Heping anak Yang Zao kemudian menceritakan: Ketika otoritas CPC di Shanxi utara akan mengambil inisiatif untuk mundur, Ketua Mao, Zhou Enlai dan Chu De memanggil para orang asing yang ada  di Yan'an dan memberitahukan situasinya kepada mereka. Mereka bertanya kepada ayah saya apakah dia ingin tinggal di Yan'an dan pergi ke Shaanxi utara dengan mereka atau kembali ke daerah yang dikontrol KMT. Ayahku bilang dia ingin tinggal. Oleh karena itu, Yang Zao memutuskan untuk ditransfer bersama dengan CPC sambil melindungi sapi-sapinya.

Namun, di tengah serangan tentara KMT dan pesawat bom yang datang bergelombang, sulit untuk melindungi belasan sapi yang lamban itu. Oleh karena itu, Yang Zao memanfaatkan medan curam di Shaanxi utara, menggiring sapi-sapi ke jurang dalam yang jauh, mengirim beberapa orang untuk menjaganya sementara semua orang dievakuasi dalam kelompok.

Yang Heping menceritakan: Begitu ada informsi tentang musuh akan datang, sapi-sapi diungsikan lebih dulu karena gerakannya lamban. Kemudian mereka memperkuat pertahanan dan membersihkan ladang pertanian, mebungkus biji sereal di ladang dan meletakkan dipungugung keledai atau kuda dan menyingkir. Mereka harus waspada terhadap patroli pesawat tempur dan meriam pasukan KMT, dan bersembunyi di di tempat tinggal gua-gua di siang hari dan cepat-cepat meninggalkan tempat pada malam harinya.

Seperti yang telah diperintahkan oleh Mao, korp lapangan PLA (Tentara Pembebasan Rakyat) menghindari pasukan KMT dalam operasi defensif, dan menfokuskan perang mobile (terus bergerak berpindah tempat) untuk memusnahkan musuh dalam berbagai pertempuran sengit selama setahun penuh. Yang mengejutkan Yang Zao adalah dengan pertempuran itu menungkinkan dia melihat popularitas dua rezim ini di antara masyarakat umum. Pasukan KMT tidak disukai oleh rakyat di Shaanxi utara dan bahkan untuk bertanya jalan pun tidak bisa.

Setelah serangkaian pertempuran seperti Pertempuran Qinghuabian, Pertempuran Yangmahe, dan Pertempuran Panlong, dengan bantuan penduduk lokal di Shaanxi utara, 20.000 tentara korps lapangan barat PLA mengalahkan tentara yang dipimpin oleh Hu Zongnan.

Setelah itu Yang Zao sangat yakin bahwa Tiongkok akan mengubah dunia karena kesenjangan antara CPC dan KMT bukan terletak pada jumlah tentara namun pada dukungan rakyat. Yang Zao ingin melihat Ketua Mao mengubah dunia dengan matanya sendiri. Dia bersedia menyumbangkan kekuatannya sendiri untuk keajaiban "millet plus rifles."

Surat Cinta Dan Bom Atom Pertama Dunia Meledak

Pada siang hari Yang Zao sibuk di pertanian, ketika pulang ke tempat tinggalnya di rumah gua sibuk menulis surat di bawqh lampu yang redup. Itu jelas surat yang penuh gairah, tapiYang Zao agak ragu tidak tahu apakah surat-surat itu bisa menyampaikan pikirannya dengan tepat dan membawa kekasihnya ke Tiongkok. Dia khawatir sekali dengan idenditas khusus dari kekasihnya.

Sumber: www.nps.gov/articles/whitesandsww2.htm
Sumber: www.nps.gov/articles/whitesandsww2.htm
Pada tahun 1945 jam setempat 5:29;45 pagi, di gurun selatan Los Alamos di Amerika (Alamogordo, New Mexico) , dengan cahaya yang menyilaukan, awan jamur yang mengerikan naik sampai ribuan meter ke langit, menandai keberhasilan tes bom atom pertama dalam sejarah umat manusia.

Kendati demikian, bom atom membuat banyak peneliti yang terlibat dalam proyek litbang bom atom ini menjadi ragu. Diantaranya, ada seorang fisikawan muda bernama Joan Hinton.

Joan Hinta Pacar Erwin (Sid) Engst

Sumber: http://www.backchina.com
Sumber: http://www.backchina.com
Joan Hinton muda awalnya mengejar ilmu pengetahuan murni, tapi dia meragukan niat awalnya karena sinar cahaya yang menyilaukan dan kekuatan destruktif yang disebabkan oleh ledakan nuklir.

Pada tahun 1944, Joan sebagai seorang mahasiswa pascasarjana, Joan dipanggil ke Proyek Manhattan rahasia di Los Alamos dimana para otak-otak top  dunia berlomba membangun bom atom pertama di dunia.

Joan menyaksikan tes bom atom pertama di gurun Nevada. Dengan menceritakan: "Saya merasa seperti berada di dasar samudera cahaya. Kemudian secara bertahap, seperti ada magnet yang mengisap cahaya ini dan terkonsentrasi ke dalam massa ungu ini. Seperti minyak terbakar - hitam di bagian luar dan ungu di dalamnya; Warna ungu beracun yang mengerikan. "

Pada masa-masa awal, bahaya radiasi dipahami secara tidak sempurna dan tindakan pencegahan keselamatannya masih primitif. Joan ingat pernah menyupiri seorang ilmuwan muda ke rumah sakit setelah secara tidak sengaja menyentuh bola plutonium. Ia menjadi korban radiasi keracunan pertama yang tercatat sebagai korban. " Harry Daghlian membutuhkan waktu sebulan untuk meninggal. Radiasi itu membakar langsung di sekujur tubuhnya dan usaha dokter tersebut terbukti tidak berguna. Bahkan ketika membiarkannya merendam tubuhnya ke dalam es juga tidak mempengaruhi pembakarannya."

Dalam benak Joan timbul pikiran, bagaimana dia menjadi ahli pembuat senjata pembunuh sebagai fisikawan yang bertekad untuk bisa memberi manfaat bagi umat manusia?

Pada bulan Agustus 1945, dua bom atom, yang dinamakan "Little Boy" dan "Fat Man", telah mengubah Hiroshima dan Nagasaki menjadi api pemusnah manusia seketika. Melihat asap tebal yang naik, rekan-rekan Joan Hinton berkata dengan dingin, "Itu adalah tulang dan daging dan darah orang Jepang."

Melihat kehidupan yang tak terhitung jumlahnya diabaikan tanpa ampun dengan ucapan dingin semacam itu. Bom atom menjadi pembunuh, dan dia adalah salah satu pembuatnya. Joan Hinton jatuh sakit. Pengejaran ilmu fisika murni dikecewakan pada saat itu juga.

Para ilmuwan di Los Alamos telah melihat Proyek Manhattan sebagai lomba senjata melawan Hitler. Dengan Jerman dikalahkan dan Jepang di ambang kapitulasi, banyak yang merasa ngeri saat militer bergegas menggunakan senjata baru mereka di Hiroshima dan Nagasaki. Joan menjadi semakin kecewa dengan pekerjaannya dan surat-surat Sid yang terus-menerus akhirnya meyakinkannya untuk bergabung dengannya di Tiongkok.

Tepat ketika Joan Hinton melipatgandakan pengejaran ilmiahnya, dia menerima surat-surat cinta Sid Engst atau Yang Zao. Surat itu menyala seperti lampu. Dia tertarik oleh Tiongkok yang semarak yang digambarkan oleh Yang Zao, namun dia tidak mau melepaskan fisika yang dia cintai. Apa yang terjadi kemudian melemparkan pencarian ilmiahnya ke jurang tanpa dasar secara menyeluruh.

Segera setelah Joan Hinton dan seorang ilmuwan yang menjunjung tinggi humanisme yang didiskusikan di depan umum, dia mendapat peringatan dari militer Amerika. Pada saat itu, dia baru mengetahui bahwa semua beasiswanya yang dia peroleh itu dari militer AS; jadi dia harus mematuhi perintah militer tanpa syarat.

Yang Heping menceritakan: Dua tahun setelah menerima besasiswanya, dia baru mengetahui bahwa itu dari militer AS. Itu menjadi pukulan fatal baginya. Dia menyadari jika dia terus mempelajari fisika nuklir, dia pasti akan meningkatkan bom atom AS secara tidak sadar dan itu akan tidak terhindarkan, maka Joan Hinton memutuskan untuk pergi ke Tiongkok dan secara pribadi menempuh kehidupan di Yan'an yang digambarkan oleh Yang Zao.

Jaon menuturkan: Pada waktu itu, Yang Zao dan kakak laki-laki saya(Han Ding) sudah berada di Tiongkok, saya juga pernah membaca buku "Red Star over China" yang ditulis Edgar Snow, saya bertanya-tanya mengapa kekuatan senapan-senapan kecil  (millet plus rifles) bisa berkekuatan lebih besar daripada bom atom. Saya sangat ingin mengunjunginya.

Dan sejak itu, seorang ahli nuklir Amerika Joan Hinton menghilang dari pandangan orang sekelilingnya di AS. Dan tinggal di rumah gua di Shaanxi utara, Tiongkok. Dengan nama Han Chun (). Berbeda dengan arti nama Yang Zao, nama Han Chun hanya berdasarkan lafal nama Inggris Hinton.

Yang Heping menceritakan: Nama ibu saya terkait dengan nama bahasa Inggrisnya. Han Chun terdengar mirip dengan Hinton, tapi transliterasinya telah digunakan. Dia mulanya menggunakan nama Han Qiong, Han Jiong dan nama lainnya. Akhirnya berubah menjadi Han Chun.

Pernikahan Yang Zao dan Han Chun.

Sumber: /kknews.cc
Sumber: /kknews.cc
Suatu hari di bulan April 1949, pemerintah daerah perbatasan Shaanxi-Ganshu-Ningxia ramai sekali. Sebuah pernikahan khusus diadakan di sana. Mempelai laki-laki dan mempelai pernikahannya adalah Yang Zao dan Han Chun.

Pasangan yang datang ke Yan'an karena cita-cita mereka mulai menjalani kehidupan baru di Tiongkok. Han Chun berkata: "Yan'an menandai awal dari mimpi yang putus dan keyakinan yang lain."

Dengan semangat anthusias dan warga sipil yang bekerja keras untuk melepaskan kesulitan, yang memungkinkan dirasakan Han Chun menaruh harapan tak terbatas untuk pembangunan di Tiongkok. Dia juga akhirnya bisa mengerti mengapa Yang Zao mencoba untuk tinggal di Yan'an, Tiongkok.

Han Chun menceritakan: Di Amerika Serikat di mana ekonomi begitu berkembang, tapi untuk mengembangkan bom atom, namun di Wayaobu, di sana hampir tidak ada semuanya, pedang besi, roda mobil dan besi bekas peninggalan perang. Disitu tidak ada apa-apa. Tapi potongan-potongan itu dimasukkan ke dalam smelter atautanur untuk membuat panci besi untuk memasak. Itu menakjubkan.

Di hari-hari selanjutnya, Yang Zao dan Han Chun selalu membantu masyarakat lokal di Yan'an dalam pengembangan pertanian dan peternakan, inovasi alat pertanian dll.

Pada musim gugur 1949, Yang Zao dan Han Chun memindahkan sapi pedigree Belanda, yang terselamatkan di tengah tembakan perang, ke Sanbian Ranch di persimpangan Shaanxi utara dan Mongolia Dalam. Peternakan itu begitu terpencil sehingga tidak ada jalan. Mereka harus berpergian dengan keledai. Dengan usaha Yang Zao, Han Chun dan penggembala lokal, sapi-sapi itu bertambah banyak dari ayng tadinya 100 ekor sapi asli menjadi lebih dari 1.000 sapi.

Di Sanbian Ranch, Yang Zao dan Han Chun memperluas skala sapi dan mempopulerkan pengetahuan tentang pencegahan epidemi hewan ke penggembala, sehingga mereka menerima konsep vaksinasi dan pencegahan penyakit.

Ketika RRT telah berdiri, dikarenakan komunikasi yang belum baik, mereka baru mengetahui kabar ini setelah 20 hari kemudian. Mendengar kabar ini Han Chun dengan bahasa Mandarin mengatakan: "Bagus! Kami akhirnya mendirikan negara baru. Ini benar-benar membanggakan."

Di Sanbian Ranch, Han Chun sedang hamil. Pada tahun 1952, Han Chun, yang telah hamil selama tujuh bulan, khawatir bahwa persalinannya akan berbahaya, jadi dia memutuskan untuk melahirkan di Beijing.

Kebetulan pada saat itu, sedang dilakukan persiapan Pertemuan Perdamaian Asia Pasifik (Asia and Pacific Peace Meeting) di Beijing. Soon Ching-lin mengundang Han Chun untuk menghadiri pertemuan tesebut sebagai salah satu perwakilan. Tanpa diduga penampilan Han Chun saat itu telah mengakibat dirinya dalam krisis.

Yan Heping menceritakan: Selama dalam pertemuan tersebut, pada suatu hari ketika makan siang, dia menceritakan kepada delegasi Jepang yang semeja dengannya bahwa dia sebelumnya pernah terlibat dalam penelitian senjata nuklir. Dan mereka memintanya untuk membicarakannya di pertemuan tersebut. Setelah itu, para wartawan mengatakan bahwa mereka tidak tahu bahwa dia akan membicarakannya, jadi mereka tidak mencatatnya. Setelah bertemu, dia membicarakannya di ruang pertemuan yang luas lagi, dan para jurnalis mencatatnya. kemudian pihak AS mengetahui bahwa dia sebagai seorang ahli fisika nuklir AS yang sudah berada di Tiongkok.

Han Chun menarik perhatian orang Amerika karena penampilannya itu. Pada bulan Juli 1953, Han Chun digambarkan sebagai "mata-mata bom atom" dalam sebuah artikel di majalah Amerika berjudul "Truth." Yang dapat terbaca , "tidak ada keraguan bahwa ilmuwan AS yang berkomitmen untuk mempelajari bom atom lolos ke Tiongkok Merah dan total mengkhianati dirinya sendiri."

Pihak AS percaya bahwa Han Chun telah benar-benar mengungkapkan rahasia nuklir AS dan mungkin akan membantu Tiongkok dalam mengembangkan bom atom.

Yang Heping menceritakan: Dia mengabaikan mereka karena dia pikir itu sangat menggelikan. Dia hanya melakukan apa yang menurutnya berharga.

Pada kenyataanya, pada periode itu, salah satu departemen Tiongkok pernah juga meminta Han Chun apakah bersedia bekerja sesuai dengan keahliannya dan membantu Tiongkok mengembangkan bom atom, Han Chun menggelengkan kepalanya dan berkata: "Kekurangan orang Tiongkok sekarang bukanlah bom atom tapi susu."

Mengenai pekerjaan Han Chun, pemerintah Tiongkok menghormati pilihannya. Selama periode Repelita pertama Tiongkok, Yang Zao dan Han Chun mengabdikan diri untuk membangun sosialisme dengan antusias bersama dengan rakyat Tiongkok.

PM Zhou Enlai beberapa kali telah mengunjungi mereka. Yang Zao berkata dengan penuh humor: "Kami bersedia bekerja untuk Ketua Mao. Kami sudah lama tidak bekerja untuk dinikmati untuk diri sendiri atau merasa lelah saat melakukan sesuatu sesuai kehendak kami."  Yang Zao juga telah menargetkan dirinya sendiri "Biarlah semua orang Tiongkok bisa mempunyai cukup susu untuk diminum, susu segar, dan jangan membuang susu apa saja."

Pasangan tersebut menerima surat yang disimpan dan dipelihara sampai sekarang. Yang mengatakan: "Generasi pertama anak-anak RRT dapat meminum susu yang Anda produksi."

Pada tahun 1982, Yang Zao dan Han Chun pindah dan tinggal di peternakan eksperimental Xiaowangzhuang di bawah Kementerian Pertanian saat itu. Mereka dengan pasti mengedepankan: "Cairan seminal berkualitas tinggi dan transplantasi embrio harus digunakan untuk memperbaiki sapi."

Yang Zao dan Han Chun pergi untuk membeli cairan mani dan embrio sapi berkualitas tinggi dari Amerika Serikat dan Belanda dengan uang mereka sendiri. Di Amerika Serikat, embrio berharga 1.400 USD, dan cairan mani dari sapi unggulan (banteng) per kepala harganya 100 USD. Ketika ditanya berapa banyak dana yang telah mereka habiskan, Yang Zao mengangkat bahu dan menjawab: "Hanya Tuhan yang tahu!"

Yang Zao ingin membeli satu set peralatan berat otomatis pemerahan susu dengan 20.000 USD dari tabungan yang dia simpan dalam 4 tahun, tapi tidak cukup. Jadi dia menjual karpet indah di rumahnya untuk membeli peralatan tersebut setelah menukar uangnya dengan dolar AS.

Keahlian fisika Han Chun juga memainkan peran penting dalam melakukan pengembangbiakannya. Dia merancang wadah susu pendinginan pertama di RRT, dan peralatan pemerahan susu tipe yang dirancangnya dan dipasang oleh Yang Zao,  peralatan ini dapat dikatakan sebagai yang menyebabkan  dimulai transformasi signifikan pada peternakan sapi di Tiongkok.

Peternakan sapi yang dibangun sesuai dengan gagasan baru Yang Zao dan Han Chun memiliki tata letak yang kompak dan memiliki tingkat mekanisasi yang cukup tinggi. Pada peningkatan peternakan sapi 1.000 ekor sapi dapat diperah pada saat bersamaan, sehingga meningkatkan efisiensi produksi hampir 10 kali.

Beberapa tahun kemudian, seluruh rangkaian peralatan mekanis peternakan sapi yang diproduksi secara independen di Tiongkok diperkenalkan dari Xiawangzhuang ke seluruh negara.

Pada akhir tahun 2001, Yang Zao dirawat di rumah sakit karena penyakitnya. Dia mengatakan kepada istrinya, "Kali ini saya dirawat di rumah sakit. Mungkin saya tidak bisa lagi meninggalkannya. Jika saya meninggal, kuburkan saya di tempat dimana saya  bisa melihat sapi. "

Pada akhir tahun 2003, Yang Zao meninggal karena penyakitnya, Han Chun mengubur abunya di bawah pohon pinus di samping halaman peternakan sapi sesuai keinginan terakhirnya.

Pada tahun 2010, Han Chun meninggalkan peternakan sapi selama-lamanya (meninggal) dimana dia telah mengabdikan dirinya selama 60 tahun. Anak-anaknya memutuskan untuk menebarkankan abu orang tuanya  di tempat awal perjalanan mereka di RRT, tanah di utara Shaanxi.

Yang Zao dan Han Chun datang ke Tiongkok untuk kepercayaan mereka dan mendedikasikan usaha seumur hidup mereka untuk tujuan memelihara sapi di Tiongkok.

Han Chun pernah menulis, "Melihat kembali perjalanan hidup saya, saya menjalani kehidupan bahagia dari sekolah dasar ke institut tersebut; Tapi membandingkan dengan berdiri di antara orang-orang untuk mengubah masyarakat secara keseluruhan dan menggunakan kedua tangan untuk menciptakan negara baru yang baik dan kaya tanpa penindasan dan eksploitasi, pandangan asli tentang kebahagiaan ternyata sempit. "

Mengapa Yang Zao dan istrinya Han Chun dari Amerika Serikat memilih untuk menghabiskan sisa tahun mereka sampai mati di Tiongkok? Han Chun memberikan jawabannya: "Kami tinggal di Tiongkok untuk seumur hidup bukan untuk sapi tapi untuk kepercayaan dan keyakinan kami!"


Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri

CCTV China

Referensi: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan 12.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun