Negara-negara BRICS benar-benar menghadapi beberapa rasa sakit pada pertumbuhannya. Pada paruh pertama tahun ini, negara-negara BRICS, ekonomi Tiongkok dapat mempertahankan pertumbuhan yang stabil, namun juga harus mengalami reformasi struktural.
Brasil dan Rusia mengalami pukulan ganda dari penurunan harga pada produk yang berhubungan dengan energi dan arus modal terbalik. Perekonomian India dan Afrika Selatan juga menghadapi masalah struktural. Di seluruh dunia, pasar negara berkembang dan negara berkembang masih dalam tren yang menurun.
Renato Baumann, Director of the Institute for Applied Economic Research Strategic Affairs Secretaria of Brazil, mengatakan: Dibandingkan dengan waktu ketika BRICS baru terbentuk pada tahun 2009 dan 2010, pertumbuhan ekonomi kelima negara BRICS telah melambat, namun Anda seharusnya tidak hanya mempertimbangkan tingkat pertumbuhan saat ini - Anda juga harus melihat ke jangka menengah untuk melihat seberapa besar pertumbuhan yang terjadi pada negara BRICS yang masih memiliki potensi pengembangan yang besar.
Pada saat yang sama, kurangnya revitalisasi ekonomi global, sentimen anti-globalis yang sedang bergelombang dan melonjak, dan faktor geopolitik yang berbelit-belit, sehingga menyebabkan negara BRICS menghadapi lingkungan eksternal yang komplek dan parah.
Secara eksternal, ada beberapa tekanan dari proteksionisme perdagangan, karena negara-negara BRICS masih mengandalkan perdagangan luar negeri, ada yang berpikir jika globalisasi berhenti, maka anti-globalisme dan proteksionisme perdagangan perlu tumbuh, tapi itu sebenarnya buruk bagi semua orang.
Namun, meski BRICS menghadapi tekanan penurunan ekonomi, mereka masih merupakan pendorong pertumbuhan ekonomi global, dan memainkan peran yang tak tergantikan dalam tata kelola ekonomi global.
Data dari IMF telah menunjukkan bahwa pada tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan India masing-masing 6,7% dan 7,5%, dengan pertumbuhan BRICS rata-rata adalah 5,1% - jauh lebih besar daripada rata-rata 2,4% dari keseluruhan ekonomi global.
Sebuah laporan dari penasehat UHY AS LLP menunjukkan bahwa pada tahun 2016, BRICS menarik investasi asing langsung 35% lebih banyak daripada G7.
"Foreign Economics" Spanyol memberikan analisis untuk hal ini, dengan mngatakan : Tiongkok, Rusia, India, dan Brasil dan Afrika Selatan empat negara berkembang terbesar adalah kelompok ekonomi yang sangat besar.
Juga, Tiongkok tidak pernah benar-benar memasuki krisis, pertumbuhan ekonominya melambat, namun mulai mempercepat perkembangannya sekarang. Ekonomi Rusia mengalami pukulan berat karena turunnya harga minyak, namun saat ini, aktivitas ekonominya telah pulih ke tingkat yang lebih tinggi. Perekonomian Brasil telah mengalami pelambatan setelah dua tahun mengalami resesi ekonomi. India juga telah bisa meninggalkan bayang-bayang krisisnya.
Namun pada saat yang sama, ketika untuk mendorong pertumbuhan investasi global, kerjasama negara-negara BRICS terus meningkat.