Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menerawang Geopolitik Asia-Pasifik dari Latihan Militer Gabungan Malabar AS-India-Jepang

25 Juli 2017   20:41 Diperbarui: 26 Juli 2017   15:41 1429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Latihan Militer bersama bilateral "Malabar" diadakan setiap tahun dimulai tahun 1992, awalnya antara AS-India, pada tahun 2007, latihan tersebut melibatkan lima negara, dengan Jepang, Australia dan Singapura sebagai undangan. Namun, Tiongkok melakukan oposisi diplomaik terhadap perluasan latihan militer tersebut, setelah itu hanya dibatasi untuk AS-India bilateral.  Hingga tahun 2015 menjadi trilateral setelah Jepang secara formal ikut serta dalam latihan militer ini.

Tidak seperti India, Jepang dan Australia belum membuat prioritas strategis jelas dalam hal komitmen untuk bergabung, untuk melunakkan atas protes-protes Tiongkok.

Menurut Probal Ghost, Kapten purnawirawan AL-India seorang analis pertahanan independen mengatakan: "Latihan Malabar trilateral India, AS, Jepang diadakan saat mereka merasa keprihatinan serius mengenai pertumbuhan dan pengerahan AL-Tiongkok di Laut Tiongkok yang dramatis." Lebih lanjut ditambahkan: "India prihatin dengan penempatan kapal selam, kapal perang dan kapal tanker Tiongkok yang besar di Samudra Hindia."

Latihan bersama trilateral AS, India, Jepang dimulai 10 Juli 2017 selama 10 hari, merupakan edisi ke-21 dimulai dari Teluk Benggala, masing--masing India, Jepang, dan AS angkatan lautnya mengerahkan kapal perang terbesar mereka. Washington menggambarkan latihan ini sebagai "serangkaian latihan perang melawan kekomplekan, untuk memajukan hubungan maritim multi nasional dan isu keamanan bersama."

Dengan adanya AL besar berada di halaman belakang Tiongkok  membuat Tiongkok khawatir,  Beijing mengerahkan kapal pengintai Haiwang Xiang untuk memantau latihan Malabar tersebut.  India juga meningkatkan pantauan di area Doka La melalui citra satelit real-time untuk memantau setiap pergerakan dari tentara Tiongkok dan gambar harian dari seri CartoSAT ISRO dibagikan kepada unit-unit  pemerintah, sumber-sumber pertahanan ayng dikutip dalam laporan CNN-News18. Pasukan lokal juga melakukan aktivitas di daratan (on-ground), mereka menambahkan.

Pasukan India dan Tiongkok telah terjadi masalah di perbatasan trilatral India-Tiongkok--Bhutan, suasana hubungan India-Tiongkok dan Jepang-Tiongkok sedang dalam kondisi sensitif.

Menurut sebuah laporan dari "The Times of India" menuliskan, kapal pengintai Haiwang Xiang bukanlah satu-satunya yang dikerahkan Tiongkok untuk memantau Latihan Malabar. Angkatan Laut India juga mencatat lonjakan yang tidak biasa dalam jumlah kapal perang dan kapal selam Tiongkok yang memasuki Kawasan Samudera Hindia (IOR/Indian Ocean Region) selama dua bulan terakhir ini, kata laporan tersebut, menyebutnya "indikasi yang jelas mengenai pelenturan otot oleh Tiongkok setelah mencapai apa yang dipercayai berada di dekat dominasi di Laut China Selatan yang kontroversial ".

Selain, kapal selam diesel Yuan-class yang merupakan kapal ke-7 yang dikerahkan oleh Tiongkok di kawasan Samudra Hindia sejak Desember 2013, setelah melakukan operasional di sekitar Karachi. Demikian ditambahkan dalam laporan "The Times of India."

Dalam Latihan Malabar kali ini, AL-India mengerahkan kapal induk Vikramaditya dengan pesawat-pesawatnya, kapal perusak rudal Ranvir, kapal selam siluman Shivalik dan corvet anti-kapal selam Kamorta, corvet rudal Kora dan Kirpn, dan satu kapal selam buatan Rusia Sindhughosh-class, kapal tanker INS Jyoti dan kapal partoli jarak jauh buatan AS,  P-81.

AL-AS mengerahkan kapal induk Nimitz-class dengan pesawat-pesawatnya, kapal penjelajah Ticonderoga-class, kapal perusak Arleigh Burke-class Kidd, Howard dan Shoup, dengan helikopter integralnya, sebuah kapal selam penyerang Los Angeles-class, dan satu pesawat patroli maritim jarak jauh P-8A.

Jepang mengerahkan JS Izumo kapal pengangkut helikopter dengan helikopter SH-60K dan kapal perusak rudal JS Sazanami.

Pandangan Pengamat dan Analis

Beberapa pengamat dan analis mengatakan, meskipun latihan gabungan militer ini sangat skalanya besar dalam tahun ini, tapi menurut beberapa ahli menganalisis dengan mengatakan bahwa dari perspektif militer, integrasi teknologi taktik dan peralatan telah menjadi "titik lemah yang mematikan" untuk Latihan Malabar ini.

Bagi Jepang dan AS akan tidak ada masalah untuk saluran komunikasi sista mereka yang sepenuhnya kompatibel, mereka bisa mencapai koordinasi dalan terintegrasi antar unit taktis. Tapi AS dan India tidak dapat melakukan itu, demikian juga antara Jepang dan India. Kerjasama mereka lebih pada tingkat para komandan, yang bisa dilakukan latihan militer gabungan karena sudah direncanakan, dan masing-masing melakukannya sendiri. Sehingga menciptakan koordinasi antar unit taktis bagaimanapun masih akan kesulitan, karena peralatan AL-India terutama buatan Rusia pada saat ini. Dan peralatan AS tidak dapat mencapai kompatibilitas data dengan peralatan buatan Rusia, itu yang akan menjadi masalah utama sekarang.

Menurut analis, dari berbagai perspektif, Latihan Malabar tidak akan dapat mencapai tingkat integrasi yang tinggi dibandingkan dengan latihan militer gabungan antara sekutu seperti AS, Jepang, dan Australia. Beberapa ahli mengatakan sebenarnya bahwa bentuk latihan militer semacam ini yang akan lebih penting artinya.

Analisis dari "The Times of India" mengatakan bahwa "Tiongkok telah terkunci di kursi salib latihan ini."

Pandangan Dunia Luar

Sejak tahun 2015 Jepang berpartisipasi dalam latihan gabungan ini, beberapa media ada yang menganalisis ini merupakan tujuan politik AS yang ingin membuat "busur ideologis."

Pertama-tama ingin mengubah AS, Jepang, dan Korsel menjadi "miniatur NATO" Asia Timur, kemudian berdasarakan pada ideologi dan nilai ini,  AS ingin membawa Australia dan India. Selajnjutnya akan ada tiga sekutu di Asia Tenggara, yaitu Jepang, Korsel dan Australia. Dengan cara ini AS akan membentuk "jalur burur" untuk menekan Tiongkok (dan juga Indonesia yang kaya SDA)  di sekitar Tiongkok dan Indonesia.

Sehubungan dengan Latihan Gabungan Militer ini, juru bicara Kemenlu Tiongkok Geng Shuang mengatakan dia berharap hubungan dan kerjasama antara pihak-pihak yang terlibat tidak ditargetkan pada pihak ketiga dan akan membantu menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut.

Manuver India

Pada 25 juni 2017, PM India Narendra Modi mengunjungi AS untuk kelima kalinya, dan bertemu dengan Presiden Trump di Gedung Putih. Dalam kunjungan ini Trump mengatakaan: "Terima kasih banyak. Ini merupakan kehormatan atas kunjungan PM Modi dari India, yang merupakan Perdana Menteri yang hebat. Saya telah berbicara dengannya, dan kami paham Anda, dan Anda telah melakukan pekerjaan baik dalam ekonomi di India dengan sangat baik dengan berbabagai cara lainnya. Disini saya ingin mengucapkan selamat kepada Anda."

Yang perlu diperhatikan adalah kunjungan Modi ini adalah kunjungan kerja, bukan kunjungan kenegaraan resmi. Beberapa analis mengatakan bahwa Modi tidak memiliki harapan yang tinggi untuk kunjungan ke AS ini, dan sampai batas tertentu, hanya untuk meningkatkan perhatian AS terhadap hubungan AS-India , dan ini adalah kunjungan klasik untuk mencari perhatian.

Trump juga menggunakan nada suaranya yang sama kuat pada saat dia mengundurkan diri dari Persetujuan Paris sebulan sebelumnya, dengan mengatakan bahwa India adalah "teman sejati".

Beberapa pengamat melihat kunjungan Modi ke AS kali ini hanya sebagai perjalanan simbolis daripada bermakna, kebijakan AS untuk India "dalam keadaan rebound/mengambang" Jadi dalam keadaan rebound ini, Modi akan merasa kesulitan untuk mendapatkan hasil yang substansial dari perjalanannya ke AS ini.

Meskipun AS yang menjadi tuan rumah menerima Modi dengan kemegahan tertinggi selama kunjungan ini, tapi bagi pengamat dilihat ini hanya sebagai indikator bagi dunia luar bagaimana AS dan India memiliki kemitraan dan kerjasama strategis.

Sejak Trump menjabat, wartawan berulang kali menangkap saat-saat ketika dia dengan antusias berjabat tangan dengan para pemimpin luar negeri yang datang ke Gedung Putih. Namun, gaya pertemuan ini dengan Modi terasa berbeda.

Menurut sebuah laporan dari AP pada 26 Juni, saat mengadakan konferensi pers bersama dengan Trump di Rose Garden (Taman Mawar) Gedung Putih, Modi merangkul Trump dengan dua pelukan beruang. Hari itu, Trump membuat ucapannya lebih dulu, lalu mengulurkan tangannya ke Modi sesudahnya, tapi Modi mengambil kesempatan untuk memeluk Trump.

Setelah Modi menyelesaikan pernyataannya, dia memeluk Trump sekali lagi. Ketika dia hendak meninggalkan Gedung Putih, reporter sekali lagi menangkap keduanya berpelukan sekali lagi. Trump berkomentar: "Hubungan antara India dan AS tidak pernah lebih kuat dan lebih baik seperti sekarang."

Tentu saja, selain mencari muka dalam perjalanan ini, Modi juga mendapatkan beberapa hasil yang spesifik.  Ketika Trump bertemu dengan Modi di Gedung Putih, keduanya menekankan bahwa terorisme adalah isu global, dan berjanji untuk memperkuat kerjasama dalam memerangi kelompok teroris seperti Al Qaeda dan "Negara Islam" ("ISIS").

Kita tahu dua poin utama kebijakan luar negeri Trump adalah kontraterorisme dan masalah DPRK/Korut, karena prioritas utamanya dalam kebijakan luar negerinya adalah bagaimana cara melawan "ISIS" atau teroris di Timur Tengah. Kenyataannya, dia ingin meminjam kekuatan India di daerah ini untuk menghadapi kontraterorisme, terutama untuk kekuatan kolektivitas ini, dan ketika menyangkut kekuatan teroris, India sangat berpengalaman, dan ini adalah salah satu kekhawatiran utamanya. AS telah bersimpati dengan hal ini, jadi mereka berharap untuk menggunakan India untuk menanggung sebagian dari beban kontraterorisme AS dan tugas-tugas tersebut untuk mendorong maju kontraterorisme di Timur Tengah.

Ketika menyangkut pertahanan, AS dan India telah berjanji untuk memperkuat kerja sama pertahanan dan keamanan. Pada hari yang sama, pejabat Departemen Luar Negeri AS menyetujui penjualan pesawat angkut C-17 senilai 365 juta USD. Pada saat yang sama ini juga, pihaknya juga menyetujui rencana 2 milyar USD untuk mengekspor pesawat tak berawak ke India. Militer India berencana untuk mengerahkan alutsista ini ke sabuk Kepulauan Andaman untuk memantau daerah di mana Samudra Hindia bertemu dengan Samudra Pasifik.

Sebuah laporan dari "Defense News" yang berbasis di AS mengatakan bahwa ini adalah pertama kalinya AS menjual model pesawat tak berawak ini ke negara non-sekutu. Meskipun AS dan India tidak memiliki aliansi resmi, dalam beberapa tahun terakhir, mereka telah bekerja untuk memperkuat hubungan mereka melalui latihan militer gabungan dan kesepakatan senjata.

Bagi AS - Era Trump Perdagangan Senjata Paling Penting

Kebibjakan luar negeri pemerintah Trump memiliki sifat yang sangat penting, itu adalah diplomasi penjualan senjata. Sejak dia menjabat, saat berkunjung ke Arab Saudi, dia menandatangani kesepakatan 100 miliar USD dengan mereka untuk pertama kalinya terjadi. Baru-baru ini, kita bisa melihat dengan adanya badai hubungan diplomatik dengan Qatar, Qatar pergi ke AS untuk meminta bantuan, dan Qatar juga menandatangani kesepakatan senjata besar dengan AS untuk lebih dari 10 miliar USD. Dengan kunjungan Modi ke AS, dia menandatangani kesepakatan senjata besar senilai milyaran dolar AS, jadi kebijakan luar negeri Trum berkecenderungan untuk perdagangan senjata yang besar, karena perusahaan persenjataan menjadi kelompoknya yang mendukung kuat pemerintahan Trump.

Kerjasama pertahanan AS-India nampaknya berjalan lancar, namun para analis telah menunjukkan bahwa apa yang paling diinginkan oleh India bukanlah senjata AS, ini adalah untuk mendapatkan kredensial untuk bersama-sama mengembangkan persenjataan dan peralatan baru dengan AS.

"Defense News" yang berbasis di AS mengutip seorang pejabat pertahanan India yang mengatakan bahwa sampai hari ini, kerjasama militer India-AS terutama merupakan hubungan jual-beli, dan India berharap untuk mengubahnya menjadi hubungan pembangunan bersama. Keinginan ini mungkin akan menjadi kunci dari kerja sama militer kedua negara di masa depan.

Maka untuk masa depan ini, sesuatu yang berbeda dalam memperkuat kerjasama senjata mungkin akan terjadi, apakah akan menjual senjata ke India atau bekerja sama dengan India mengenai teknologi militer, ini yang mungkin terjadi di masa depan.

Latar Belakang Sejarah India-AS

Melihat kembali sejarah, mudah untuk melihat bahwa pada 1990-an, hubungan AS-India relatif stagnan. Dan hubungan AS-India baru mulai semakin dekat selama pemerintahan Clinton.

Pada tahun 2000, Presiden AS Bill Clinton mengunjungi India untuk memecahkan kebuntuan, dan hubungan AS-India secara bertahap meningkat. Selama pemerintahan George W Bush, AS dan India menandatangani sebuah perjanjian nuklir sipil yang meningkatkan motivasi untuk pengembangan hubungan AS-India.

Selama pemerintahan Obama, terutama setelah Modi menjadi PM India pada bulan Mei 2014, hubungan AS-India dengan cepat berkembang dan memasuki "fase bulan madu".

Dalam beberapa tahun terakhir, kita telah melihat meningkatnya kedekatan hubungan India-AS. Sebenarnya, mulai dari tahun 1990an, India memulai kebijakan kearah timur, dan kemudian mengubah kebijakan timur menjadi kebijakan Undang-Undang ke Timur. Ini menunjukkan bahwa India benar-benar menghargai perkembangan hubungan Asia-Pasifik, namun saat memasuki ke timur, India juga tidak melupakan untuk maju ke arah barat. Kemajuan ke arah barat termasuk hubungan India dengan AS. Kita bisa melihat bahwa terutama selama pemerintahan Obama, hubungan India-AS dengan cepat semakin dekat.

Selama periode ini, Modi secara resmi mengunjungi AS empat kali, dan bertemu dengan Presiden AS Barack Obama delapan kali. Pada bulan Januari 2015, Obama menjadi Presiden AS pertama yang menghadiri "Hari Republik India," dan dua negara menggelar "Visi strategis bersama untuk kawasan Asia Pasifik." Pada tahun 2006, pemerintahan Obama secara resmi meningkatkan hubungan India dengan sebuah " Mitra pertahanan utama non-NATO, (non-NATO primary defense partner)," yang menekankan bahwa India adalah mitra utama AS di kawasan Asia Pasifik.

Pada 29 Agustus 2016, AS dan India secara resmi menandatangani "Memorandum Kesepakatan Pertukaran Logistik (Logistics Exchange Memorandum of Agreement)" di Washington DC. Berdasarkan kesepakatan ini, militer AS dan India akan dapat menggunakan basis angkatan darat, angkatan laut, dan udara masing-masing untuk mendapatkan dukungan logistik. Seperti persediaan, perawatan, dan istirahat dan penyembuhan personel dan peralatan militer. Kedua negara dapat menyimpan logistik pada fondasi saling menguntungkan, dan mendapatkan dukungan militer yang tidak merugikan dari pihak lawan lainnya. Jet tempur AS dan kapal perang juga bisa menggunakan bandara dan pelabuhan India bila diperlukan.

Media luar negeri menganalisis hal ini dengan mengatakan bahwa untuk perspektif tertentu, pencapaian kesepakatan ini berarti bahwa AS dan India mendekati keadaan "semi-sekutu."

Majalah mingguan "Focus" yang berbasis di Jerman mengatakan pada 25 Juni, bahwa hubungan AS-India sangat baik dalam beberapa tahun terakhir, namun setelah Trump menjabat, dia tidak memperlakukan India secara positif seperti yang dilakukan Obama. Bagaimanapun ini mendorong perkembangan lanjutan hubungan bilateral mereka menjadi tantangan baru Modi.

Dan sesaat sebelum Modi mengunjungi AS, think tank AS the Atlantic Council menggambarkan India sebagai bagian paling kritis dari teka-teki bagi AS dan mendesak Trump untuk memprioritaskan untuk mengembangkan hubungannya dengan New Delhi.

Dari perspektif ini, kita bisa menduga apa yang ada di balik hubungan AS dan India yang terus membaik kini adalah untuk kebutuhan masing-masing kepentingan mereka.

Baik India maupun Amerika Serikat memiliki perhitungannya sendiri. Bagi India, mencapai pertumbuhan nasional mungkin adalah tujuan utama, jadi pada saat ini, kita akan melihat sifat multi-arah dari kebijakan India. Di satu sisi, mereka ingin membawa beberapa negara besar di Barat, termasuk Amerika Serikat, ke pihaknya, namun pada saat yang sama, negara ini juga sangat memperhatikan negara-negara Asia Pasifik, termasuk di kawasan Asia Tenggara, yang telah dikelola bertahun-tahun, dan juga ingin mencoba menstabilkan hubungan dengan Tiongkok,  dan semua ini sesuai dengan kepentingan strategis umum.

Ketika kita melihat AS, Presiden Trump benar-benar unik, terutama dengan kebijakan "Amerika yang Utama'---dia ingin membawa peluang dan kepentingan ekonomi ke AS. Jadi selama prosesnya seperti ini, bisakah India menjadi apa yang dia anggap sebagai mitra yang sangat penting? Dan selain sektor pertahanan, apakah India merupakan kartu utama dalam ekonomi? Banyak analis dan pengamat masih memantau proses ini.

Meskipun kebijakan Trump terhadap India belum benar-benar ditetapkan, selama kunjungan Modi yang modes dan tanpa hiasan ke AS, dia tidak memiliki kesempatan untuk secara terbuka memamerkan seberapa dekat mereka seperti yang dia lakukan dua tahun lalu. Tapi meski begitu, India masih menggunakan metode yang tidak biasa untuk terus mengekspresikan persahabatannya dengan AS.

Ketegangan Di Perbatasan Tiongkok-(Bhutan)-India

Pada 16 Juni 2017, telah terjadi agen Border Security Force (BSF) India secara ilegal melintasi Perbatasan Sino-India di dekat Sikkim, dan memasuki daerah Donglang di daerah Yadong Tiongkok, dan mencegah pekerja Tiongkok membuka jalan, sehingga membentuk sebuah kebuntuan/ketegangan.

Saat ini, kedua belah pihak telah mengalami kebuntuan selama berminggu-minggu tanpa berhenti. Baru-baru ini, India telah memperkirakan bahwa perbatasan Sino-India di dekat daerah Sikkim belum diketahui, dan menuntut agar militer Tiongkok kembali ke tempat asalnya, dengan mengatakan bahwa pihaknya jangan menginvasi  teritori Bhutan.

Menurut pihak Tiongkok bahwa mereka tidak benar-benar berada di perbatasan Tiongkok-India, tapi masih termasuk wilayah perbatasan Tiongkok-Bhutan. Jadi India sebanarnya berada di posisi yang salah dan membuat alasan untuk membenarkan dirinya. Jadi India melakukan ini atas nama dua hal---perhatiannya terhadap keamanan, dan yang kedua bahwa dengan alasan ini tidak benar-benar berada dibawa tekanan.

Berkaitan dengan ketegangan ini juru bicara Kemenlu Tiongkok Geng Shuang memberi respon dalam konferensi pres rutin pada 3 Juli 2017, dengan mengatakan: "Perbatasan Sino-India di dekat Sikkim telah dikonfirmasi pada tahun 1890 pada "Konvensi Anglo-Tiongkok yang Berkaitan dengan Sikkim dan Tibet.( Anglo-Chinese Convention Relating to Sikkim and Tibet.)" Dokumen antara orang Tiongkok dan Pemerintah India menunjukkan bahwa setelah India memperoleh kemerdekaan, PM India Jawaharlal Nehru dengan jelas mengakui berkali-kali perbatasan antara Tibet, Tiongkok dan Sikkim yang ditetapkan oleh Konvensi Anglo-Tiongkok yang Berkaitan dengan Sikkim Tibet di tahun 1890.

Geng Shuang juga menunjukkan bahwa India mendistorsi kebenaran untuk menutupi persimpangan perbatasan ilegal pasukan militer India, dan bahkan akan mencoba untuk memperkeruh kebenaran dan kesalahan tanpa memikirkan biaya untuk merusak kedaulatan Bhutan, namun itu akan sia-sia. Dia mengatakan Tiongkok bersedia bekerja sama dengan Bhutan dan menyelesaikan masalah perbatasan melalui konsultasi ramah tanpa gangguan dari kekuatan asing untuk menjaga perdamaian dan ketenangan.

Tapi menurut pihak Tiongkok, media India dan Pejabat India menghindari menyebutkan "Anglo-Chinese Convention Relating to Sikkim and Tibet"  tahun 1890. Dimana tentang kausul yang secara jelas menentukan arah dari perbatasan antara India dan Tiongkok di dekat Sikkim.

Dalam "Anglo-Chinese Convention Relating to Sikkim and Tibet."   Tiongkok dan India telah mencapai konsensus mengenai perbatasan dekat Sikkim. Dengan kata lain, perbatasan Tiongkok di Bhutan tidak ada hubungannya dengan India. India harus menghormati kesepakatan yang telah dicapai sebelumnya itu sangat penting. Karena ini menyentuh sebuah konsensus di antara kedua negara. Demikian menurut pihak Tiongkok. Lebih lanjut dikatakan bahwa  kuncinya adalah bahwa India benar-benar harus kembali dan melihat-lihat kesepakatan perbatasan yang ditandatangani antara Tiongkok dan India, khususnya "Konvensi Anglo-Tiongkok yang Berkaitan dengan Sikkim dan Tibet, " yang merupakan dokumen sangat penting. India harus menghormati perbatasan politik yang jelas, jika tidak, masalahnya akan semakin rumit.

Pengamat Tiongkok menuduh India, merasa seolah tidak ada masalah merusak hubungan internasional yang baik dengan Tiongkok, dan di sisi lain, India terus memperkuat hubungannya dengan bersekutu dengan AS.

Pada bulan Juli 2017, PM Jepang Shinzo Abe bertemu dengan PM Modi India di kota Hamburg, Jerman utara, dan mencapai kesepakatan untuk mendorong kerjasama pertahanan trilateral di masa depan yang mencakup AS. Dengan mengamati Abe berencana mengunjungi India pada paruh kedua September untuk mempromosikan penjualan teknologi Shinkansen yang baru, kedua pemimpin tersebut juga mencapai kesepakatan untuk memperkuat hubungan ekonomi.

Dalam pertemuan tersebut, Abe mengatakan bahwa dia berharap dapat meraih keuntungan besar di era baru untuk Jepang dan India, dan membimbing kawasan Indo-Pasifik menuju kemakmuran. Tanggapan Modi adalah mengatakan bahwa Jepang dan India akan memainkan peran utama dalam membangun ketertiban hukum.

Pada bulan Juli, 2017, PM India Modi mendarat di Bandara Ben Gurion, memulai kunjungan historisnya ke Israel. Sebelum Modi, tidak ada PM India yang menginjakkan kaki di Israel dalam 70 tahun sejak India merdeka, meskipun kedua negara telah menjalin hubungan diplomatik 25 tahun sebelumnya.

Beberapa ahli menganalisis hal ini, dengan mengatakan kunjungan Modi ke Israel merupakan terobosan dalam bentuk, dan tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan teknologi militer dari Israel, dan mendapatkan sumber energi dan teknologi air dari Israel. Tujuannya yang lebih dalam adalah membangun jembatan dengan Israel untuk memperkuat hubungannya dengan AS.

Kita telah melihat di musim panas tahun ini, dimulai setengah tahun yang lalu, Modi telah sangat sibuk dengan kegiatan diplomatik. Secara historis, hubungan India dan Israel belum pernah menjadi sangat baik.

India selalu bekerja keras untuk mendukung Palestina, dan Inda masih memiliki jarak dengan Israel. Tapi mengapa PM India Modi melakukan kunjungan ini ke Israel saat ini, dan memiliki interaksi yang baik dengan Israel?

Dalam hal ini kita tidak boleh mengabaikan AS menjadi alasan di balik ini. Analis melihat ini adalah alasan sampai batas tertentu, karena kita telah melihat beberapa perubahan dari ajudan seputar Trump, tapi yang tidak berubah adalah menantu favoritnya Jared Kushner. Untuk sebagian besar, Kushner mewakili kepentingan Israel. Ini adalah faktor yang harus dipertimbangkan oleh banyak negara saat berinteraksi dengan Trump.

Tampaknya Modi juga telah melihat bahwa di masa depan, Israel akan memiliki posisi yang lebih tinggi dalam Strategi Timur Tengah AS dan bahkan dalam strategi globalnya. Dan sikap pilih kasih Trump, dan preferensi terhadap Israel jelas sekali. Selain mengikat kepentingan keamanan, juga akan mengikat kepentingan ekonomi dan kepentingan lainnya.

Pada banyak kebijakan, sekutu AS perlu mengkoordinasikan pendirian mereka dan menjaga keseragaman, untuk berbicara dengan satu suara. Dan saat ini, kita akan melihat bahwa ada masalah di mana India dan AS memiliki perbedaan.

Bebarapa analis ada yang mengatakan, bahwa perbedaan ini terutama berasal dari bagaimana India memandang dirinya sebagai kekuatan utama, dan keinginannya untuk tidak hanya menjadi bagian dari anak catur lainnya dari Amerika Serikat. Bahkan jika AS dan India bekerja sama, India tidak akan bersedia menjadi bawahan AS, India ingin memanfaatkan kekuatan AS untuk mengatasi masalah keamanannya sendiri dan menjadi kekuatan besar di dunia, seperti banyak negara lainnya, seperti apa yang sedang dilakukan Jepang, mereka benar-benar menggelayoti paha AS. Mereka memiliki sikap yang berbeda.

Ada aspek yang lain bisa terlihat adanya perbedaan AS dan India, terutama dalam sektor ekonomi dan perdagangan. Ketika Trump baru terpilih sebagai presdien AS, dia megatakan akan membatalkan Visa H-1B (Visa AS untuk tenaga kerja asing khusus), dan setelah dia telah resmi menjabat, dia membatasi visa ini untuk diaplikasikan semua kecuali bagi "yang paling miliki ketrampilan dan paling bergaji tinggi"  Ini jelas merupakan pukulan besar terhadap ratusan ribu pekerja India yang bekerja di AS yang banyak di perusahaaan IT AS.

Visa H-1B AS adalah visa non-imigran yang memungkinkan perusahaan AS mempekerjakan pekerja tingkat sarjana dalam pekerjaan khusus yang memerlukan keahlian teoritis atau teknis di bidang khusus seperti di bidang TI, keuangan, akuntansi, arsitektur, teknik, matematika, sains, Obat-obatan, dll. Setiap pekerjaan tingkat profesional yang biasanya mengharuskan Anda untuk memiliki gelar sarjana atau yng lebih tinggi dapat mengikuti visa H-1B untuk pekerjaan khusus. Jika Anda tidak memiliki gelar sarjana atau lebih tinggi Anda mungkin dapat menunjukkan tingkat kesetaraan melalui pengalaman kerja dan / atau kualifikasi lainnya.

Setelah Trump resmi menjabat, masalah perdagangan dan perubahan iklim menjadi hambatan yang mencegah hubungan AS-India berkembang. Dalam beberapa tahun terakhir, defisit perdagangan AS dengan India terus berkembang. Data resmi menunjukkan bahwa pada 2016, defisit perdagangan AS dengan India mencapai lebih dari 24 miliar USD. Trump tidak menyukai ini,  karena konsepnya adalah  "America Frist." Dalam pertemuan dengan Modi pada 26 Juni lalu, Trump dengan terus terang menyebutkan hal ini.

Trump mengatakan: "Saya berharap bisa bekerja sama dengan Anda Pak Perdana Menteri untuk menciptakan lapangan kerja di negara kita, untuk menumbuhkan ekonomi kita, dan menciptakan hubungan perdagangan yang adil yang timbal balik. Penting agar penghalang ini dihilangkan untuk mengekspor barang-barang AS ke pasar Anda, dan bahwa kita mengurangi defisit perdagangan kita dengan negara Anda."

Pengamat melihat bahwa India memiliki sikap kekuatan utama dan tujuan strategis dari sebuah kekuatan utama, terutama dengan "India Baru" yang telah diusulkan oleh Pemerintah Modi. Pada kenyataannya, mereka ingin mengubah India menjadi negara modern dengan pengaruh internasional. Kenyataannya, ia memiliki ambisi negara besar, yang ingin mengembangkan industri manufaktur India, dengan "make in India." Di AS, pemeritah Trump telah mengusulkan "Amerika yang Utama/America First." Dan ingin membuat Amerika menjadi hebat lagi. Pada kenyataannya, ia juga ingin mengembangkan industri manufaktur AS, sehingga tujuan strategis mereka saling bertentangan.

India Pemakarsa Gerakan Non-Blok

Sudah sejak lama India adalah pemarkarsa "Gerakan Non-Blok" dan menjadi salah satu anggota terbesarnya, Inida telah sealu berupaya untuk mempromosikan "diplomasi komprehensif" dan "diplomasi kesetaraan," selain itu hubungan AS-Rusia menjadi salah faktor dari "tingkat kesetaraan" bagi India, yang paling perlu dikuasai.

Alutsista India Mayoritas Dari Rusia

Sudah menjadi rahasia umum bahwa India selalu menjadi pembeli tradisional senjata dan peralatan (alutsista) Rusia. Data yang dirilis oleh "Sputnik News" yang berbasis di Rusia menunjukkan bahwa Rusia dan India adalah mitra terbesar industri teknologi militer. Lebih dari 70% senjata tiga cabang militer India diproduksi oleh Rusia. Setiap tahun, Rusia menyediakan milyaran dolar AS untuk senjata dan peralatan India.

Pada tanggal 23 Juni, menteri pertahanan Rusia dan India menandatangani sebuah roadmap/rencana jangka panjang untuk mengembangkan kerjasama militer di Moskow. "The Times of India" berkomentar mengenai hal ini, "Ini menandai peningkatan besar dalam hubungan militer antara India dan Rusia."

Beberapa analis telah menunjukkan bahwa "diplomasi kekuatan utama" dan menjadi "kekuatan militer utama" adalah dua hal yang menarik dari kebijakan luar negeri India. Bolak-balik antara AS dan Rusia, dan ditarik oleh kedua belah pihak, sikap India menarik untuk direnungkan.

Saat ini, India berharap kedua belah pihak menjembatani keretakan mereka, dan tidak memperburuk keadaan. Hal ini terkait dengan mengapa mereka menekankan kebijakan nonblok - ini karena dasar kebijakan nonblok ini yang menyebabkan India dapat melakukan penjelajahan antar negara dan membangun hubungan yang sesuai dengan kebutuhan negaranya sendiri, Dan mendapatkan dukungan yang ingin mereka dapatkan.

Namun, tindakan India untuk maju bolak-balik antara kedua belah pihak jelas bukan sesuatu yang bisa disetujui oleh Rusia.

Baru-baru ini, "Sputnik News" yang berbasis di Rusia melaporkan bahwa India yang semakin dekat ke AS akan sangat mempengaruhi geopolitik global. Laporan tersebut juga melaporkan bahwa AS telah berusaha untuk mengganggu hubungan baik Rusia-India, dan mencoba mencuri pasar senjata India dari Rusia untuk lebih memberikan tekanan kepada Rusia.

Dari perspektif global, jika AS dan India benar-benar menjadi sekutu, maka akan berpengaruh besar pada situasi internasional.

Jika India dan AS benar-benar menjadi sekutu, kita akan melihat banyak hal di kawasan ini akan berubah, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan keamanan. Banyak negara akan berusaha memperkuat pasukan keamanan mereka sendiri untuk menghadapi perubahan semacam ini, jadi akan ada perlombaan senjata di kawasan ini, atau situasi akan menjadi sangat ganas, dan situasi keamanan regional bahkan mungkin akan memasuki siklus keadaan yang lebih kejam, jadi apakah mereka harus menjadi sekutu atau tidak, faktor ini adalah sesuatu yang harus dipertimbangkan oleh India dan Amerika Serikat.

Dari interaksi yang semakin antusias antara AS dan India di Asia-Pasifik, mudah untuk melihat bahwa hubungan AS-India sebenarnya dalam keadaan tidak setara. Dalam hubungan antara AS dan India, AS selalu memainkan peran utama yang membimbing arah hubungan bilateral mereka akan berkembang.

India, di sisi lain, berada dalam posisi yang cukup pasif, namun dengan ambisi kekuatan utamanya, India tidak ingin berada dalam situasi ini. Hal ini juga menyebabkan perbedaan yang masih ada antara AS dan India, dan membuat sulit untuk mendamaikan kedua negara ini dengan berbagai strategi dan kepentingan.

Bagaimana Modi akan berinteraksi dengan Trump? Akankah dia mencoba untuk ber-romansa dengan dia, atau apakah ini akan menjadi drama satu malam? Sampai batas tertentu, ini akan membentuk masa depan hubungan AS-India. Tapi satu hal yang pasti: Kedua teman Amerika Serikat dan India ini masih memiliki jalan yang panjang sebelum mereka benar-benar bisa menjadi dekat. Demikian pandangan para analis dan pengamat dunia luar.

Sumber: Media Tulisan dan TV Luar Negeri.

1, 2, 3, 4, 5

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun