Apa itu DOC dan COC untuk Laut Tiongkok Selatan?
Mungkin dari masyarakat kita masih ada yang ingin mengetahui apa itu DOC dan COC untuk isu-isu Laut Tiongkok Selatan (LTS).
DOC = Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea / Deklarasi tentang Perilaku Para Pihak di Laut Tiongkok Selatan.
COC = Code of Conduct / Kode Etik : berfungsi sebagai titik acuan saat masalah dan ketegangan muncul dan dasar untuk negosiasi kode etik formal tentang isu-isu Laut Tiongkok Selatan.
"DOC" adalah dokumen penting Tiongkok dan negara-negara ASEAN, terkait untuk menyatakan sikap bersama pada tahun 2002. Ini hanya menetapkan prinsip panduan untuk menyelesaikan masalah LTS, Deklarasi tentang Perilaku Para Pihak di Laut Cina Selatan (DOC) belum memenuhi misinya dalam membangun kepercayaan yang lebih besar antara negara-negara penggugat dan mencegah perselisihan menjadi meningkat. Prinsip-prinsip ini tidak memiliki hubungan dengan hak atau kewajiban. Itu lebih merupakan pengulangan kerangka hukum internasional yang sudah ada, dan keinginan untuk menyelesaikan perselisihan dengan resolusi damai. "DOC" hanya memainkan peran untuk memaksakan batasan moral pada pihak-pihak terkait.
"COC" dapat dianggap memiliki kondisi yang bahkan lebih konkret, dan secara lebih rinci, membatasi perilaku negara. Jadi kita mengatakan bahwa "COC" belum meninggalkan "DOC" --- ini adalah peningkatan dari "DOC". Â "COC" Â telah menambahkan secara lebih rinci dan tindakan konkret untuk membentuk dokumen hukum internasional yang lebih mengikat.
Sebenarnya yang perlu ditekankan adalah bahwa "DOC" itu bukan tanpa kekuatan yang mengikat. Janji yang dibuat untuk negara-negara tersebut sebenarnya dipandang terkait dengan hak dan kewajiban negara. Setidaknya sama-sama berfungsi sebagai titik acuan saat masalah dan ketegangan muncul dan dasar kode etik formal untuk negosiasi (formal code of conduct / COC).
Sekarang negara-negara ASEAN dan Tiongkok terus melakukan perundingan untuk COC, penting bagi semua pihak yang berpartisipasi untuk mengatasi celah-celah DOC saat mereka mendiskusikan dan menegosiasikan COC.
Pendinginan isu-isu Laut Tiongkok Selatan
Pada tanggal 4 Juni, Dialog Shangri-La ke-16 berakhir di Singapura. Selama tiga hari Dialog Shangri-La, perwakilan dari berbagai negara dengan panas mendiskusikan kerjasama keamanan Asia-Pasifik dan isu-isu regional yang panas.
"Tata-tertib/peraturan" menjadi topik panas  dalam dialog kali ini. Pada saat yang sama isu LTS yang menjadi menarik dalam perdebatan tahun lalu juga banyak di minati tahun ini. Faktor apa saja yang berperan dibalik pedinginan isu LTS?
Di masa lalu isu-isu Shangri-La Dialog LTS selalu menjadi topik hangat. Namun, tahun ini, gayanya berbeda. Dengan membaiknya hubungan Sino-Filipina, tahun ini, beberapa negara ekstra-regional tidak lagi membuat sensasi "masalah LTS," namun malah membicarakan "tata tertib berbasis peraturan regional" dan "isu nuklir Korut/DPRK," yang mengisyaratkan bahwa Tiongkok  telah melanggar peraturan, dan tidak mematuhi peraturan dan menuntut agar Tiongkok memainkan peran lebih besar dalam isu nuklir Korut.
Namun, Tiongkok menganggap hal itu tidak menjelaskan dengan jelas apa arti "dasar aturan ". Dalam hal ini, He Lei, kepala delegasi Tiongkok untuk pertemuan tersebut dan juga Wakil Presiden Akademi Ilmu Pengetahuan Militer PLA, (Letnan Jenderal) Lei mengatakan: "Tiongkok menghargai dan menghormati peraturan internasional, saya percaya bahwa peraturan internasional harus mencerminkan sebuah konsensus negara kita, dan tidak secara sepihak (unilateral) dijelaskan atau diputuskan oleh sebagian negara. Peraturan regional harus mencerminkan kepentingan dan nilai bersama kawasan mereka. Misalnya, kesepakatan kerangka kerja "Deklarasi tentang  Tindakan Para Pihak di Laut Tiongkok Selatan" (DOC) dan "South China Sea of Conduct/Kode Etik Untuk isu LTS" (COC)  adalah konsensus yang dicapai antara Tiongkok dan negara-negara ASEAN. "
Pada kenyataannya, sejak Perang Dingin berakhir, Tiongkok dan negara-negara ASEAN telah berusaha menyelesaikan sengketa maritim dengan cara mereka sendiri, dan mereka membentuk kode etik dan tatanan maritim untuk LTS berdasarkan fondasi ini, menandatangani "DOC" pada tahun 2002 , Yang merupakan upaya awal yang berhasil dalam usaha ini.
Jika "DOC" menandai format dasar dari urutan LTS versi 1.0, maka saat ini, karena isu-isu LTS adalah back-track (menarik kembali ke belakang), Tiongkok dan negara-negara ASEAN bekerja sama untuk menciptakan urutan versi LTS.
Pertemuan Pejabat Tinggi Tiongkok dan ASEAN di Guiyang, Tiongkok
Ini adalah kerangka kerja dan dokumen "COC" yang komprehensif yang menangani kepentingan semua pihak. Deklarasi kerangka kerja ini mencakup kata pengantar, tujuan, prinsip, janji dasar, dan kondisi akhir. Semua telah melihat hasil nyata dan hasil kongrit dalam fase ini.
Alasan mengapa hal ini diluluskan lebih dulu karena pada pertemuan para Menlu Tiongkok dan negara-negara ASEAN tahun lalu, Menlu Tiongkok Wang Yi mengusulkan "empat versi" negosiasi "DOC" yang mencakup penyelesaikan negosiasi draft "COC" pada pertengahan tahun ini, tanpa adanya gangguan.
Pengajuan kerangka kerja "COC" mendapat dukungan luas di antara negara-negara ASEAN. Semua negara mengatakan bahwa mereka akan terus mempromosikan negosiasi "COC" dengan sikap konstruktif, dan berupaya mencapai "COC" di atas dasar konsultasi.
Chee Wei Kiong, Singapore Permanent Secretary of Foreign Affairs, dalam pidatonya mengtakan: Draft kerangka kerja "COC" ini diajukan ke para Menteri Luar Negeri selama konferensi pasca-menteri ASEAN-Tiongkok  pada bulan Agustus di Filipina, yang atas dukungan politik mereka. Kami berharap dapat melanjutkan momentum positif dari konsultasi ini, dan membuat kemajuan yang mantap menuju "COC" substantif berdasarkan konsensus sebagaimana diarahkan oleh para pemimpin kami.
Tampaknya, keseluruhan respons terhadap rancangan kerangka kerja umumnya bersifat positif dari negara-negara ASEAN, karena bagaimanapun, ini adalah sesuatu yang negara-negara ASEAN inginkan dalam waktu lama, dan merupakan langkah awal yang konkret untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan kata lain, dapat diumpamakan ini seperti sebuah buku yang telah disusun oleh Tiongkok dan negara-negara ASEAN, tapi bagaimana seharusnya buku semacam itu ditulis? Demikian menurut pandangan analis.
Misalnya, satu negara mungkin mengatakan bahwa buku ini harus ditulis dengan satu cara, dan yang lain mungkin mengatakan bahwa itu harus ditulis dengan cara lain, jadi mereka akan memiliki beberapa perbedaan. Apa kerangka draftnya? Inilah yang perlu dikonfirmasikan dalam daftar isi buku ini, berapa banyak isi tabel isi, seperti bab pertama, dan bab kedua dan ketiga. Hal ini sangat penting, karena daftar isi adalah jiwa buku. Karena bagaimanapun, semua negara memiliki gagasan sendiri tentang COC untuk LTS, sehingga masing-masing negara memiliki kepentingannya sendiri.
Apabila mampu merudingkan perbedaaan dari setiap pihak atau memperkuat konsensus dari semua pihak untuk menyelesaikan daftar isi ini dan akhirnya menyelesaikannya, hal demkian sungguh menakjubkan.
Tidak diragukan lagi, pencapaian draft kerangka kerja tersebut memiliki efek pada pendinginan situasi LTS. Mengamati hal ini dari perspektif historis dan realistis, ini akan menjadi halaman besar dalam sejarah evolusi keseluruhan dan perubahan dalam masalah LTS.
Terutama pada bulan Juli tahun lalu, dengan "kasus arbitrase LTS" yang diajukan oleh Filipina. Masalah LTS menghadapi risiko spiral di luar kendali. Sekarang telah dirancang kerangka kerja untuk kode etik LTS, dan sampai batas tertentu, ini telah memainkan peran yang positif dan meringankan. Atau dapat dikatakan bahwa hal itu telah memberikan arahan lain bagi masyarakat internasional. Dengan kata lain, di masa depan, selama semua pihak mengikuti jalur ini, kedamaian dan stabilitas di LTS ini bisa terjamin.
Yang patut dicatat adalah bahwa Tiongkok dan sepuluh negara ASEAN telah mencapai konsensus untuk menyimpan rancangan tersebut sebagai dokumen internal dan untuk sementara tidak merilis isi kerangka kerja tersebut ke dunia luar.
Kesepakatan ini tidak ada kaitannya dengan kekuatan pihak ketiga, dan tidak boleh diintervensi oleh mereka. Sebelum kode etik selesai, proses negosiasi ini harus diklasifikasikan secara ketat, jika tidak, dikhawatirkan akan dibawa oleh negara-negara ekstra-regional tertentu dan ditafsirkan ulang, dan mereka bahkan mungkin menyelundupkan sesuatu ke sana. Ini termasuk beberapa negara yang mungkin ikut campur dalam negosiasi COC.
Inti dari masalah LTS adalah perselisihan kedaulatan seputar beberapa Kepulauan Nansha dan sengketa perbatasan mengenai beberapa LTS di antara pihak-pihak yang terafiliasi. Dan metode untuk menyelesaikan perselisihan ini jelas terbatas pada perundingan damai, arbitrase internasional dan penggunaan kekuatan.
Jadi siapa yang harus menyelesaikan masalah LTS?Apa jalan terbaik untuk resolusi isu ini? Dimana yang logis dan konstruktif untuk diwakili?
Sebenarnya kedaulatan LTS sudah jelas, dan konsensus telah dicapai sejak lama antara semua negara yang membatasinya. Baru pada tahun 1960an setelah sumber minyak dan gas ditemukan di wilayah LTS, sengketa LTS dimulai.
Pada 1990-an, isu LTS mulai memanas. Ketika menyangkut masalah LTS, Tampaknya Tiongkok selalu bersikeras melakukan negosiasi antara pihak-pihak yang terlibat untuk menyelesaikannya, dan bahwa negara-negara ASEAN Â dan Tongkok harus menjaga perdamaian dan stabilitas di LTS bersama-sama.
Berkat "DOD" dan "COC" Ketegangan Antara Filipina dan Tiongkok Mendingin
Satuan tugas kunjungan laut angkatan laut PLA (AL-Tiongkok) yang sedang melakukan perjalanan keliling dunia, untuk menunjukkan sikap dan keteguhan hati yang tegas ini berupa: Satuan tugas kunjungan laut yang terdiri dari kapal perusak rudal Chanchun, kapal selam Jingzhou, dan kapal logistik Chaohu berangkat dari Shanghai akhir April , Memulai kunjungannya yang bersahabat ke lebih dari 20 negara.
Kunjungan angkatan laut ini akan dilakukan ke banyak negara, dan akan memakan waktu yang terlama dalam sejarah AL-Tiongkok. Filipina menjadi negara pertama yang dikunjungi. Pada 30 April , gugus tugas AL ini tiba di Davao, Filipina dan mulai melakukan kunjungan bersahabat selama tiga hari.
Ini merupakan yang pertama kali bagi AL-PLA mengunjungi Filipina dalam tujuh tahun sejak 2010. Puncak kunjungan kapal Tiongkok ke Filipina kali ini ketika brigade komando Changchun yang di lengkapi dengan sistem AESA dibuka untuk Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
(Radar Sistem AESA = Active Electronically Scanned Array (AESA) radars, berkemampuan melihat lebih jauh dan akan dapat mendeteksi target yang lebih kecil pada rentang yang lebih besar. Antennanya mampu menghasilkan dan memancarkan sinyal independennya sendiri, memungkinkan AESA menghasilkan pulsa radar pada frekuensi yang berbeda dengan aliran pulsa interleaved yang melakukan beberapa fungsi secara bersamaan).
Kapal ini bertindak sebagai kapal brigade komando dalam gugus ini, tempat untuk memberi perintah dan merupakan bagian paling misterius dari kapal perang manapun. Kapal yang dilengkapi AESA, yang merupakan brigade komando ini dibuka untuk Durterte jelas merupakan sinyal penting dari ketulusan Tiongkok yang besar dalam menyelesaikan perselisihan LTS dengan cepat dengan Filipina.
Masalah LTS membutuhkan satu resolusi, dan apa yang perlu dipikirkan adalah inti untuk menyelesaikan perselisihan? Intinya adalah politik saling percaya. Tanpa rasa saling percaya, tidak perduli berapa banyak mekanisme yang harus Anda selesaikan masalah LTS, hal itu akan menjadi tidak berarti. Ada perselisihan antara Tiongkok dan Filipina, dan selama mereka saling memiliki kepercayaan politik bersama seperti ini, maka mereka bisa menyelesaikan perselisihan ini melalui banyak metode atau cara.
Jadi, dengan prasyarat saling percaya, metode macam apa yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah LTS kompleks dan sensitif? Tiongkok tampaknya selalu menganjurkan negosiasi bilateral, seperti Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), dan realitas LTS, termasuk status historis yang terkini, untuk menyelesaikan masalah. Dengan kata lain, negosiasi adalah satu-satunya metode untuk menyelesaikan sengketa LTS. Itu tergantung pada apa yang dinegosiasikan.
Pada kenyataannya, kedua belah pihak akan menegosiasikan masalah kedaulatan dan sengketa hak ekonomi. Sejauh menjaga perdamaian dan stabilitas di LTS, dan menjaga kebebasan navigasi di LTS, Tiongkok menyatakan tidak akan menentangnya atau bekerja sama dengan kekuatan regional dengan faktor internasional.
Untuk menyelesaikan isu-isu LTS dengan benar, Tiongkok dan negara-negara ASEAN mulai menegosiasikan perumusan "Deklarasi Perilaku tentang LTS" (DOC) sejak tahun 1990an.
Pada bulan November 2002, di bawah panduan Tiongkok, Tingkok dan negara-negara ASEAN menandatangani "DOC." Butuh waktu tujuh tahun dari nol sampai penandatanganan "DOC." Pernyataan ini juga merupakan dokumen politik pertama mengenai isu-isu LTS yang ditandatangani oleh Tiongkok dengan ASEAN.
"DOC" tersebut menegaskan bahwa Tiongkok dan ASEAN berdedikasi untuk memperkuat kemitraan saling menguntungkan dan saling menjaga perdamaian dan stabilitas di LTS, yang menekankan penyelesaian sengketa LTS melalui konsultasi dan negosiasi yang ramah, dan metode damai.
Masing-masing pihak berjanji untuk menahan diri sebelum perselisihan diselesaikan, dan tidak melakukan tindakan apapun untuk mempersulit atau memperluas perselisihan tersebut. Mereka juga berjanji untuk membangun saluran saling percaya dengan semangat kerja-sama dan pengertian, termasuk mengembangkan kerjasama di bidang-bidang seperti perlindungan lingkungan maritim, pencarian dan penyelamatan (search & rescue), dan memerangi kejahatan transnasional.
"DOC" tidak hanya mengumumkan kepada dunia bahwa LTS tidak lagi kekurangan peraturan, namun juga membuktikan bahwa negara-negara ASEAN dan Tiongkok benar-benar mampu mengelola dan menggunakan LTS.
Meskipun saat ini, isi "DOC" tampak sedikit belum lengkap, dan tidak sepenuhnya memuaskan, pengaturan mengenai metode penyelesaian perselisihan, pengelolaan perbedaan, dan penguatan kerja sama maritim praktis telah memberikan kerangka perilaku untuk interaksi positif antara negara-negara regional di negara-negara LTS, dan mengungkapkan adanya kebijaksanaan dan kepercayaan masing-masing negara. Yang diikuti peran yang dimainkan mendasar dalam periode perdamaian di LTS.
DOC ini telah memainkan peran penting dalam menstabilkan situasi LTS. Setelah itu, apa yang harus dilakukan oleh Tiongkok dan ASEAN secara praktis, lebih dari 15 tahun, adalah untuk menyingkirkan gangguan, dan selanjutnya menerapkan dan memperkaya "DOC" - ini termasuk beberapa putaran pertemuan pejabat senior, dan mereka semua memfokuskan diri pada bagaimana untuk lebih mengkristalkan "DOC."
Tapi pada saat salah satu dari mereka yang terlibat ini sempat membahas "DOC" kemudian berhenti, karena adanya strategi AS untuk "kembali ke Asia Tenggara" pada tahun 2007 dan 2008. Dan setelah itu semuanya menjadi kontes antara kekuatan utama. Namun setelah berakhirnya kasus arbitase LTS. Barulah dimulai lagi negosiasi "DOC dan "COC." Â
Jadi jika kita kembali pada masa lalu selama 10 tahun sejarah perkembangannya, kejadiannya tidaklah demikian. Di masa lalu lebih dari 10 tahun, negara-negara ASEAN dan Tiongkok terus-menerus berupaya menerapkan "DOC" dan memperbaruinya ke "COC."
Pada bulan Juli 2011, Tiongkok dan ASEAN mencapai konsensus tentang "DOC", dan akhirnya merumuskan COC yang mengikat. Dan ini terjadi hampir sepuluh tahun setelah "DOC" dirancang.
Pada bulan September, 2013, Tiongkok dan negara-negara ASEAN secara resmi memulai negosiasi mengenai "COC" dan mencapai hasil yang positif. Setelah hampir empat tahun, pada bulan Mei 2017, draft kerangka kerja "COC" telah tercapai.
Untuk batas-batas tertentu, "COC" adalah versi upgrade dari "DOC." Mengapa dikatakan demikian? Karena ketika Tiongkok dan ASEAN menandatangani "DOC" pada tahun 2002, pada saat itu, tujuan setiap pihak bukanlah untuk menandatangani "DOC" -- melainkan untuk menandatangani "COC."
Lalu apa perbedaan "COC" dan "DOC" ? Â Seperti apa yang telah ditulis diatas, "COC merupakan penegaskan dari "DOC." Â Yang perlu ditekankan disini "DOC" bukanlah tanpa kekuatan yang mengikat. Janji yang dibuat untuk negara-negara terkait tersebut sebanarnya dipandang sudah terkait dengan hak dan kewajibannya.
Pembicaraan Konsultasi Damai dan Ramah Tiongkok-Filipina
Dengan semangat dialog ramah antara Presiden Tiogkok Xi Jinping dan Presiden Filipina Rodrigo Roa Duterte dalam Kunjungan Negara yang terakhir ke Tiongkok pada bulan Oktober 2016, dan sebagaimana disepakati oleh Tiongkok dan Filipina, Pertemuan Pertama Konsultasi Bilateral Tiongkok-Filipina Mekanisme untuk Laut Tiongkok Selatan (BCM) diadakan di Guiyang, Provinsi Guizhou, Tiongkok pada tanggal 19 Mei 2017.
Wakil Menteri Luar Negeri Tiongkok Liu Zhenmin dan Duta Besar Filipina untuk Tiongkok Jose Santiago L. Sta. Romana memimpin delegasi mereka ke BCM. Kedua belah pihak saling bertukar pandangan mengenai isu-isu yang berkaitan dengan LTS secara jujur, mendalam, dan ramah, di mana kedua belah pihak menegaskan kembali ke komitmen mereka untuk bekerja-sama dan menemukan cara untuk memperkuat kepercayaan bersama. Kedua belah pihak mendapatkan pertemuan yang bermanfaat dan produktif.
Liu Zhenmin, wakil menlu dari Kementerian Luar Negeri Tiongkok dan Duta Besar Filipina untuk Tiongkok Jose Romana, memimpin delegasi masing-masing untuk hadir, dan kedua belah pihak saling bertukar pendapat mengenai pentingnya penanganan isu yang berkaitan dengan perselisihan di LTS dengan tepat.
Memang kenyataanya, sejak Duterte mejabat sebagai Presiden Filipana tahun lalu, hubungan Sino-Filipina meningkat pesat. Pada bulan Oktober tahun lalu, ketika para pemimpin Tiongkok dan Filipina mengadakan sebuah pertemuan, mereka mencapai kesepakatan tentang pembentukan mekanisme dialog.
Pada bulan Januari 2017, Tiongkok dan Filipina memutuskan untuk membentuk mekanisme konsultasi bilateral untuk masalah LTS, dan mencapai kesepakatan awal mengenai cakupan tanggung jawabnya.
Pada pertemuan pada tanggal 19 Mei, kepala kedua delegasi tersebut menandatangani dokumen "Lingkup Tanggung Jawab" dari mekanisme ini. Mekanisme ini terbentuk dari jumlah pejabat yang sama dari Tiongkok dan Kementerian Luar Negeri Filipina dan organisasi urusan maritim; Mekanisme tersebut akan mengadakan pertemuan setiap 6 bulan sekali di setiap negara, berturut-turut.
Wakil Menlu Tiongkok, Liu Zhenmin dalam pitaonya mengatakan: "Mekanisme ini akan menjadi platform untuk membangun kepercayaan dan mempromosikan kerja sama dan keamanan maritim, yang selanjutnya meningkatkan fondasi nasional kita, dan menciptakan atmosfir yang baik untuk perkembangan hubungan bilateral Sino-Filipina yang sehat dan stabil. Â Hari ini, saya dengan senang hati dan sikap saling percaya dan ketulusan yang ramah mendiskusikan secara mendalam berbagai isu maritim antara Tiongkok dan Filipina dengan Yang Terhormat Duta Besar Jose Romana."
Jose Romana dalam pitdatonya mengatakan: " LTS Â adalah isu penting, Â jika tidak ditangani dengan baik dapat mempengaruhi lintasan positif hubungan kita. Namun, saya memiliki kepercayaan pada ketahanan hubungan kita karena antar kita sama-sama memiliki umur yang panjang dan kedalaman pertukaran."
Sehubungan dengan mekanisme bilateral ini, "The Star" terbitan yang berbasis di Malaysia memiliki komentar positif: Mekanisme bilateral baru yang ditetapkan Tiongkok dan Filipina seputar isu-isu LTS telah memberikan atmosfir yang baik untuk perkembangan hubungan bilateral yang sehat dan stabil serta terus memacu kerja sama praktis di semua sektor, karena itu konsultasi LTS memasuki fase baru, isu-isu LTS terlihat memasuki situasi yang relatif stabil.
Yang perlu dicatat adalah sebelum pertemuan ini dimulai, kepala delegasi dan Liu Zhenmin, Wakil Menlu Tiongkok mengatakan bahwa penghiburannya mencakup banyak hal, dan akan mencakup semua masalah maritim yang dihadapi kedua negara, termasuk Pengembangan Sumber Daya Alam.
Liu Zehnmin mengatakan: "Ketika menyinggung soal sumber Migas, pendirian Tiongkok selalu jelas---kami (Tiongkok) berharap sebelum negara kita menyetujui metode akhir untuk menyelesaikan isu-isu maritim, kita dapat melakukan pengembangan bersama---kerjasama energi antara Tiongkok dan Filipina yang bermanfaat bagi kita kedua negara."
"DOC" telah menyesuaikan perilaku kedua negara. Ini memiliki arti penting bagi kedua negara menggunakan negosiasi langsung dan bilateral untuk menyelesaikan masalah. Selain itu kita juga bisa melihat preseden Tiongkok dan anggota ASEAN lainnya yang berhasil menggunakan semangat pemandu "DOC" untuk menangani perbedaan. Â Misalnya tentang isu antara Tiongkok dan Vietnam untuk penggambaran batas di luar Teluk Beibu (the outer Beibu Gulf /) yang berhasil diselesaikan melalui negosiasi bilateral. Hal ini juga memecahkan masalah perselisihan antara Tiongkok dan Vietnam mengenai zona ekonomi di luar Teluk Beibu. Ini sebuah kasus yang diselesaikan secara kedewasaan.
Dari "DOC" ke "COC" yang tampaknya hanya perbedaan huruf sebenarnya memiliki kepentingan politik yang kaya, dan pengaruh mendalam pada situasi masa depan dan internasional di kawasan ini.
Berapa lamakah proses dari "DOC" ke "COC" ? Berapa peluang yang akan ada, dan berapa banyak keraguan dan tantangan yang harus dihadapi?
Marilah kita lihat suasana dan situasi nelayan yang terjadi di LTS sekitar kepulauan Nasha dan Huangyan perbatasan Tiongkok-Filipina.
Seperti yang kita ketahui, pada bulan April, 2012, pernah ada kebuntuan antara kapal Perikanan Tiongkok dan kapal fregat Angkatan Laut Filipina.Tapi kini situasinya sungguh berbeda.
Ada seorang Jurnalis Reuters-Inggris melaporkan secara ekslusif tentang lokasi ini pada 9 April lalu: "Tidak ada ketegangan, tidak ada konfrontasi. Kita bisa melihat kapal-kapal ini (nelayan) juga berdampingan dengan kapal nelayan Filipina, dan bahkan mereka melakukan perdagangan barter."
Orang bisa melihat enam kapal Penjaga Pantai Tiongkok yang menjaga ketertiban di perairan dekat Pulau Huangyan, sejak Oktober tahun lalu, Tiongkok telah mengizinkan beberapa nelayan Filipina ke perairan dekat Pulau Huangyan untuk memancing/menangkap ikan.
Laporan tersebut juga menyatakan bahwa  sejak Oktober tahun lalu, Tiongkok telah mengizinkan beberapa nelayan Filipina ke perairan dekat Pulau Huangyan untuk memancing/menangkap ikan.
Saat ini, nelayan Filipina dan nelayan Tiongkok berkumpul dalam persahabatan di dekat Pulau Huangyan karena mereka semua memancing di perairan ini, dengan proporsi 1:10.
Seorang Kapten kapal orang Filipina Ramil Rosal mengatakan: Sebenarnya, mereka sangat membantu karena jika kita membutuhkan sesuatu, kita bisa pergi dan berdagang dengan orang Tiongkok tanpa khawatir.
Kemajuan "DOC" ke "COC" Terhambat oleh Kekuatan Ekstra Regional
"DOC" ditandatangani pada tahun 2002. Jadi baru 15 tahun yang lalu. Di jalan untuk menegosiasikan kesepakatan kerangka kerja "COC", telah terjadi kemajuan yang sesuai dalam setiap fase historis pada tahun 2002, 2005, 2011, 2016 dan 2017. Jadi, hal ini bukanlah masalah penundaan Tiongkok, melainkan karena tercapainya kesepakatan menyentuh puluhan pulau dan terumbu karang dan bahwa Tiongkok dan sepuluh negara-negara ASEAN bergabung memerlukan waktu. Terlebih lagi karena mereka masih terus-menerus diintervensi oleh kekuatan ekstra-regional.
Mengenai perkembangan masalah LTS hari ini, selain dari kompleksitas dan sensitivitas untuk sengketa kedaulatan, campur tangan dan intervensi negara-negara ekstra -egional juga menjadi alasan penting yang menyebabkan ketegangan di LTS. Sudah menjadi rahasia umum bahwa LTS adalah jalur penting karena menjadi titik bergabungnya antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, dan juga merupakan tempat penangkapan ikan yang penting, dan kawasan lalu lintas kapal yang padat.
Namun, perubahan meteorologi dan kondisi samudra meningkatkan kesulitan dalam navigasi dan pencarian dan penyelamatan (search and rescue).
Tiongkok Membangun Mercusuar di Pulau-pulau LTS
Sejak mulai bulan Mei, 2015, Tiongkok mulai membangun lima mercu-suar besar di pulau dan terumbu karang di LTS. Pada tanggal 5 April tahun ini, lampu mercusuar di Zhubi Reef dinyalakan. Saat ini, mercusuar di Huangyan Reef, telah selesai dan dinyalakan, dan bangunan utama mercusuar Meiji pada dasarnya telah selesai.
Mercusuar ini bertujuan untuk keselamatan navigasi yang sangat baik di perairan sekitarnya. Dapat dikatakan bahwa bangunan Tiongkok di pulau dan terumbu karang LTS adalah contoh terbaik untuk mengambil alih tanggung jawab kekuatan utama dan menjalankan tugas internasional.
Namun, bagaimanapun beberapa media Barat telah membuat sensnasi utuk hal ini, ada yang menuduh Tiongkok melanggar prinsip "mempertahankan status quo DOC" yang meyatakan sebelum perselisihan dapat dioselesaikan, masing-masing pihak berjanji untuk menahan diri dan tidak melakukan tindakan apapun untuk mempersulit atau memperluas perselisihan. Tapi bagaimana situasi yang sebenarnya?
Dalam "DOC", ketika membicarakan tindakan masing-masing pihak untuk mempertahankan status quo dan mencegah situasi menjadi semakin rumit, ini sebenarnya terutama untuk memperkuat keadaan sengketa LTS saat ini dan mencegahnya meningkat lebih jauh. Dengan kata lain, perilaku setiap pihak di LTS seharusnya tidak melampaui jangkauan perairan yang sudah mereka kendalikan.
Menurut pandangan Tiongkok semua konstruksi yang dibangun Tiongkok di LTS, dianggap ada di kepulauan yang sebenarnya sudah kendalikan Tiongkok. Tiongkok belum mengubah status quo dasar kepulauan di LTS dan terumbu karang yang dikuasai oleh Tiongkok, Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei.
Pada kenyataannya, jika kita melihat periode waktu antara penanda-tanganan "DOC" dan sekarang, dan bahkan menelusuri kembali beberapa dekade. Pembangunan negara-negara di pulau-pulau LTS yang mereka kendalikan tidak pernah berhenti.
Tiongkok bukanlah negara pertama yang melakukan pembangunan di pulau yang berada di bawah kendalinya. Ini hanya isu perbedaan tingkat teknologi --- Efisiensi Tiongkok sedikit lebih tinggi, itu menurut pandangan Tiongkok.
Tapi Naik turunnya situasi di LTS sudah cukup untuk membuktikan kenyataan bahwa ketika beberapa negara berharap untuk menggunakan kekuatan eksternal atau menggunakan kekuatan eksternal untuk memperkuat intervensi mereka dalam situasi LTS, justru tren LTS akan berubah menjadi kacau.
Namun ketika Tiongkok dan negara-negara ASEAN dapat menyingkirkan gangguan eksternal, Â justru menjadi berdedikasi untuk menyelesaikan perselisihan melalui konsultasi, kecenderungan keseluruhan LTS akan menjadi stabil.
Prorposal "DOC" sangat terkait dengan perbuatan buruk yang membuat buruk situasi LTS. Selama semua pihak termotivasi untuk menyelesaikan sengketa dengan damai, maka bahaya ini bisa berubah menjadi peluang.
Hal yang sama juga terjadi pada "DOC." Alasan negosiasi "COC" terhambat sebenarnya terkait dengan ketegangan di LTS beberapa tahun yang lalu. Dengan kata lain, ketegangan di LTS membuat semua pihak menyadari bahwa masalah LTS harus dipecahkan dengan kembali ke meja perundingan, jika tidak, akan terjadi konflik militer di LTS yang akan merugikan kepentingan semua negara. Itu karena adanya tekanan bahwa setiap pihak ingin mempercepat negosiasi dan mencapai hasilnya sesegera mungkin. Hal ini membawa gagasan untuk mengubah bahaya menjadi peluang.
Jadi, untuk negara-negara di sekitar LTS, bagaimana agar mereka bisa meninggalkan konsep oposisi zero-sum dan menempuh jalan baru untuk keamanan bersama dan pembangunan?
Dalam beberapa tahun terakhir, Presiden Tiongkok Xi Jinping mengusulkan untuk membangun sebuah komunitas yang memiliki tujuan bersama dan menganjurkan konsep keamanan Asia yang umum, komprehensif, kooperatif dan berkelanjutan. Ini memberikan sebuah gagasan baru untuk menerobos "kesulitan keamanan" dalam hubungan internasional, membentuk model baru kerjasama keamanan Asia-Pasifik, dan menjaga perdamaian abadi di Asia Pasifik.
Maka yang sangat penting adalah kita mencari faktor umum terbesar, dan tidak memperbesar kepentingan tertentu, atau memperbesar kepentingan negara untuk memperbesar konflik semacam ini. Jadi hal ini menunjukkan metode tradisional untuk kerjasama antara Tiongkok dan ASEAN.
Kiranya methode apa itu? Yaitu dengan menekankan landasan bersama dan mencapai kesepakatan dengan suara bulat melalui konsultasi. Ini adalah metode ASEAN dan juga metode Asia, jadi perlu untuk mencapai kesepakatan ini untuk memperluas tradisi ini untuk dijadikan trandisonal Asia.
Proses perumusan dan penerapan "DOC" hanyalah cerminan negara-negara regional yang berusaha menangani masalah LTS dengan baik. Kereta sejarah selalu bergulir ke depan, entah melewati semak-semak tebal atau di jalan yang lebar. Langkah penyelesaian masalah kemanusiaan selalu tertinggal dari munculnya isu-isu tersebut, jadi tidak ada masalah yang tidak dapat dipecahkan, hanya untuk sementara yang belum terselesaikan. Dengan kata lain, semua masalah punya solusinya, hanya butuh waktu saja. Masalah Laut Tiongkok Selatan juga sama. Semoga semua pihak yang terkait dapat menyadari hal ini untuk membawa kedamaian dan kesejahteraan rakyat dan umat di kawasan ini dan dunia....
Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri
http://news.xinhuanet.com/english/2017-05/19/c_136299099.htm
http://news.xinhuanet.com/english/2017-05/19/c_136298435.htm
http://news.xinhuanet.com/english/2017-05/19/c_136299206.htm
http://english.chinamil.com.cn/view/2017-05/20/content_7610404.htm
http://eng.chinamil.com.cn/view/2017-05/20/content_7610403.htm
http://www.w54.biz/showthread.php?3556-Advantages-of-AESA-Radar-Technology
http://news.xinhuanet.com/world/2017-05/19/c_1121004494.htm
https://www.youtube.com/watch?v=rKw3hnW2SyI
http://www.rappler.com/nation/168556-philippines-duterte-inspects-china-warships
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H