Pada kenyataannya, jika kita melihat periode waktu antara penanda-tanganan "DOC" dan sekarang, dan bahkan menelusuri kembali beberapa dekade. Pembangunan negara-negara di pulau-pulau LTS yang mereka kendalikan tidak pernah berhenti.
Tiongkok bukanlah negara pertama yang melakukan pembangunan di pulau yang berada di bawah kendalinya. Ini hanya isu perbedaan tingkat teknologi --- Efisiensi Tiongkok sedikit lebih tinggi, itu menurut pandangan Tiongkok.
Tapi Naik turunnya situasi di LTS sudah cukup untuk membuktikan kenyataan bahwa ketika beberapa negara berharap untuk menggunakan kekuatan eksternal atau menggunakan kekuatan eksternal untuk memperkuat intervensi mereka dalam situasi LTS, justru tren LTS akan berubah menjadi kacau.
Namun ketika Tiongkok dan negara-negara ASEAN dapat menyingkirkan gangguan eksternal, Â justru menjadi berdedikasi untuk menyelesaikan perselisihan melalui konsultasi, kecenderungan keseluruhan LTS akan menjadi stabil.
Prorposal "DOC" sangat terkait dengan perbuatan buruk yang membuat buruk situasi LTS. Selama semua pihak termotivasi untuk menyelesaikan sengketa dengan damai, maka bahaya ini bisa berubah menjadi peluang.
Hal yang sama juga terjadi pada "DOC." Alasan negosiasi "COC" terhambat sebenarnya terkait dengan ketegangan di LTS beberapa tahun yang lalu. Dengan kata lain, ketegangan di LTS membuat semua pihak menyadari bahwa masalah LTS harus dipecahkan dengan kembali ke meja perundingan, jika tidak, akan terjadi konflik militer di LTS yang akan merugikan kepentingan semua negara. Itu karena adanya tekanan bahwa setiap pihak ingin mempercepat negosiasi dan mencapai hasilnya sesegera mungkin. Hal ini membawa gagasan untuk mengubah bahaya menjadi peluang.
Jadi, untuk negara-negara di sekitar LTS, bagaimana agar mereka bisa meninggalkan konsep oposisi zero-sum dan menempuh jalan baru untuk keamanan bersama dan pembangunan?
Dalam beberapa tahun terakhir, Presiden Tiongkok Xi Jinping mengusulkan untuk membangun sebuah komunitas yang memiliki tujuan bersama dan menganjurkan konsep keamanan Asia yang umum, komprehensif, kooperatif dan berkelanjutan. Ini memberikan sebuah gagasan baru untuk menerobos "kesulitan keamanan" dalam hubungan internasional, membentuk model baru kerjasama keamanan Asia-Pasifik, dan menjaga perdamaian abadi di Asia Pasifik.
Maka yang sangat penting adalah kita mencari faktor umum terbesar, dan tidak memperbesar kepentingan tertentu, atau memperbesar kepentingan negara untuk memperbesar konflik semacam ini. Jadi hal ini menunjukkan metode tradisional untuk kerjasama antara Tiongkok dan ASEAN.
Kiranya methode apa itu? Yaitu dengan menekankan landasan bersama dan mencapai kesepakatan dengan suara bulat melalui konsultasi. Ini adalah metode ASEAN dan juga metode Asia, jadi perlu untuk mencapai kesepakatan ini untuk memperluas tradisi ini untuk dijadikan trandisonal Asia.
Proses perumusan dan penerapan "DOC" hanyalah cerminan negara-negara regional yang berusaha menangani masalah LTS dengan baik. Kereta sejarah selalu bergulir ke depan, entah melewati semak-semak tebal atau di jalan yang lebar. Langkah penyelesaian masalah kemanusiaan selalu tertinggal dari munculnya isu-isu tersebut, jadi tidak ada masalah yang tidak dapat dipecahkan, hanya untuk sementara yang belum terselesaikan. Dengan kata lain, semua masalah punya solusinya, hanya butuh waktu saja. Masalah Laut Tiongkok Selatan juga sama. Semoga semua pihak yang terkait dapat menyadari hal ini untuk membawa kedamaian dan kesejahteraan rakyat dan umat di kawasan ini dan dunia....