Tetapi, hanya enam bulan kemudian, pada Pebruari 2009, AS dan Korsel sekali lagi melakukan latihan militer bersama “Key Resolve,” saat itu Korut mengumumkan bahwa mereka secara permanen menarik diri dari Pembicaraan Enam Pihak pada 14 April 2009. Pada 25 Meri Korut melakukan uji coba nuklir bawah tanah kedua.
Karena Pembicaraan Enam Pihak berhenti, AS dan Korsel melanjutkan peningkatan tekanan terhadap Korut, dan PBB juga menjatuhkan sanksi lebih keras atas pengembangan nuklir Korut. Dalam situasi demikian, terutama setelah Kim Jong-un menjabat, ia mengesahkan kebijakan nuklir dalam konstitusi, sebagai kebijakan bangsa. Shingga masalah ini tidak bisa dinegosiasikan, dan itu menyebabkan perubahan besar dari alam permasalahan ini.
Pada 9 September 2016, meskipun adanya keberatan dari seluruh dunia, Korut melakukan uji coba nuklir kelima. Menhan AS Ashton Carter saat itu menguntuk mereka dengan mengatakan: “Ini adalah tanggung jawab Tiongkok. Tiongkok harus memikul tanggung jawab yang besar dengan terjadi pengembangan ini, dan harus mengambil tanggung jawab besar untuk mengembalikannya.”
Dengan sendirinya Tiongkok membantah ini, jurubicara Menlu Tiongkok Hua Chunying mengatakan: “Mr. Carter melihat masalah ini terlalu sederhana. Peneybab inti dari masalah nuklir Korut ini bukan terletak dipihak Tiongkok, tetapi justru dipihak AS. Atmosfir dari isu nuklir Korut adalah konflik antara Korut dan AS. Seharusnya AS secara komprehensif merefleksikan evolusi isu nuklir Korut, dan sungguh-sungguh memikirkan solusi yang efektif. Ada pepatah kuno tiongkok kuno yang mengatakan ‘orang yang menyebabkan masalah harus menyelesaikannya’(解铃还须系铃人/one who caused the problem should solve it). Maka AS harus sungguh-sungguh memikul tanggung jawab ini.
Jika kita melihat kembali sejarah Pembicaraan Enam Pihak mengenai isu nuklir Korut dari perjanjian hingga kegagalannya, alasannya karena saling tidak ada kepercayaan yang ekstrim antara AS dan Korut. Di satu sisi ingin memaksa untuk didengarkan, di sisi lain tidak ingin ditakut-takuti.
Hal ini bagi Korut mungkin karena ada pelajaran yang menyakitkan seperti Irak dan Libya yang setelah menyerahkan senjata pemusnah massalnya, tapi akhirnya hanya untuk dikalahkan oleh pasukan AS, maka tidak heran Korut lebih memilih untuk bertahan kena sanksi dan di-isolasi, tapi masih bisa berlanjut hidupnya.
Lalu apa rencana AS untuk meningkatkan tekanan militer terhadap Korut? (berdasarkan analisis ahli militer)
Mari kita melihat konsep perang AS masa kini. Deteksi-Mengganggu-Hancurkan-Pertahanan---inilah konsep operasional 4D, dari pertempuran baru pasukan AS-Korsel dalam latihan gabungan militer bersama yang disesuaikan untuk melawan ancaman fasilitas nuklir dan rudal Korut.
Dengan menggunakan cara untuk bisa mendeteksi “tanda-tanda ancaman” dini, dan melaksanakan serangan dadakan atau duluan (premptive), menggempur untuk menghancurkan Korut sebelum ancaman itu datang.
Pasukan gabungan AS-Korsel menggunakan konsep ini untuk pertama kalinya selama latihan bersama “Key Resolve” tahun lalu, dan segmen berikutnya akan dilakukan berkelanjutan setiap bulannya ke depan. Skala kekuatan, investasi dan perlatan jauh lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya. Jika rencana tempurnya melibatkan seluruh Semenanjung Korea, maka jika operasi tempurnya dilakukan di setiap sudut, maka rencana, personil, dan peralatan “Key Resolve” pasti akan mencapai tingkat yang sebelumnya tidak pernah terjadi.
Berdasarkan konsep operasional ini, pasukan AS- Korsel akan menggunakan satelit mata-mata militer, satelit pengintai, dan pesawat nir-awak atau drone altitude tinggi round-the-clock terus-menerus melakukan pengawasan komprehensif dan sistem peringataian dini (early warning systems).