Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Krisis Nuklir di Semenanjung Korea Bisa Terjadi?

29 Maret 2017   13:09 Diperbarui: 6 Mei 2017   07:51 1462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menanggapi kegaduhan ini Dewan Keamanan PBB melakukan siaran pers (press release) pada 7 Maret 2017 yang menguntuk peluncuran rudal balistik Korut sehari sebelumnya, dan menyerukan untuk meredahkan ketegangan di Semenanjung Korea.

Presiden Donald Trump, melakukan panggilan tilpon sekaligus kepada PM Jepang Shinzo Abe dan Pejabat Presiden Korsel Hwang Kyo-ahn hari itu juga. Trump mengatakan bahwa AS akan mengambil langkah-langkah dengan “kekuatan militer yang komprehensif “ untuk lebih memperkuat kemampuan tiga negara untuk menekan dan menahan ancaman rudal balistik Korut.

Korut melaporkan bahwa Kim Jong-un puas dengan peluncuran empat rudal yang suskses, dan meminta Komando Pasukan Strategis Rakyat Korea untuk mempertahankan siaga tinggi negara untuk persiapan pertempuran berdasarkan situasi saat ini, dan membuat semua persiapan yang diperlukan, sehingga jika Komite Sentral memberi perintah, mereka bisa segera menyerang dan mengeliminasi musuh mereka.

Pada tahun 2016 saja, Korut telah melakukan dua uji coba nuklir dan meluncurkan 24 rudal balistik, 8 diantaranya adalah jarak menengah rudal Hwasong-10. Maka dari itu semakin AS menekan semakin memaksa Korut untuk mengembangkan senjata nuklir. Sehingga krisis nuklir Korea telah memasuki lingkaran setan.

Ancaman senjata nuklir terus berlanjut di Semenanjung Korea. Menurut dokumen deklasifikasi AD-AS membuktikan bahwa pada akhir tahun 1950, Douglas MacAthur pernah suatu kali menyampaikan checklist untuk Perang Korea. Ia memperkirakan membutuhkan 26 bom atom, 4 untuk mengebom “kekutatan ofensif musuh” dan 4 digunakan untuk menyerang “situs dan pangkalan udara penting musuh .”

Pada akhirnya, pemerintah AS membatalkan rencana ini. Pada bulan Januari 1958, pejabat AS di Korsel mendatangkan hampir 950 senjata nuklir disimpan di Korsel, dan sejak itu Korut mulai melaksanakan program nuklirnya sendiri.

Uni Soviet membantu Korut untuk mendapatkan instalasi nuklir menjadi berkerja, juga ilmuwan dan infrastrukturnya di Nyongbyon. Awalnya mereka menggunakan reaktor air ringan, tapi kemudian mereka menggunakan reaktor RBMK. (dirancang oleh Soviet disebut reaktor Bolshoy moshchnosty kanalny, reaktor kanal berdaya tinggi adalah reaktor air-cooled bertekanan dengan saluran bahan bakar individu dan menggunakan grafit sebagai moderatornya. Hal ini juga dikenal sebagai reaktor grafit air ringan /LWGR. Hal ini sangat berbeda dari kebanyakan desain reaktor daya lainnya seperti berasal dari desain yang terutama untuk produksi plutonium,  dan digunakan di Rusia untuk produksi plutonium dan produksi listrik.)

Sumber: http://www.world-nuclear.org
Sumber: http://www.world-nuclear.org
Pada tahun 1974, Korut bergabung dengan Badan Energi Atom Internasioanl (IAEA). Pada tahun 1985 bergabung dalam NPT (Perjanjian Nonproliferasi Nuklir) dan pada tahun 1986 Korut untuk pertama kali menunjukan zona non-nuklir yang akan dididrikan di Semenanjung Korea.

Dari tahun 1992 sampai 1994, IAEA melakukan 6 kali inspeksi fasilitas nuklir Korut. AS menduga bahwa dua reaktor nuklir RBMK di Nyongbyon Nuclear Scientific Research Center dan fasilitas yang berkaitan memiliki tujuan untuk militer dan menuntut untuk dilakukan pemerikasaan khusus.

AS juga mulai melakukan lagi latihan militer bersama AS-Korsel “Team Spirit” untuk meningkatkan tekanan militer, dan Korut mengumumkan menarik diri dari NPT, maka ini menandai dimulainya krisis nuklir Korut.

Menlu, Menhan  dan Ketua Gabungan Kepala Staf AS-Korsel semua mengatakan siap bertempur. Pada saat itu, Komandan Pasukan AS di Korsel mengatakan : “Kita bisa menyerang, tetapi Anda harus mau membayar harganya, satu milyar USD dan satu juta jiwa.” Setelah ia megatakan itu, pada akhirnya Clinton memutuskan untuk tidak menyerang Korut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun