Jalur Sutra adalah sebuah jalan komersial yang dinamai dengan Sutra, karena sutra indah, lembut dan terasa damai nyaman. Ribuan tahun yang lalu pelayaran laut merupakan satu petualangan yang nyata. Banyak dari orang-orang zaman dulu demi sutra telah mengorbankan nyawanya.
Selain itu, tidak hanya sutra, tapi juga porselen dan teh yang pernah mempersona dunia dan bahkan membuat dunia menjadi gila untuk komoditi ini. Keterpesonaan dan kegandrungan atas barang-barang ini bahkan diluar imaginasi kita sekarang.
Kini, sutra, porselen dan teh telah lama menjadi sumber daya dan kekayaan bersama manusia.Barang-barang ini semula ditemukan dan diproduksi di Tiongkok dan dibawa ke dunia selama ribuan tahun, dan menjadi kontribusi antusias bagi semua kelompok etnis yang membuat dunia kita menjadi pernuh beragam warna.
Asal Mula Istilah Jalur Sutra
Pada September 1868, seorang geografis dan geologis muda Jerman—Riththofen datang ke Tiongkok untuk melakukan inspeksi dan peenyelidikan . Dia membawa tas dan perlengkapan untuk menggambar yang digantungkan di dadanya berkelana di Tiongkok, dia menghabiskan empat tahun untuk menlakukan perjalan ke 13 provinsi dari 18 provinsi yang ada di Tiongkok pada zaman Kekaisaran Qing.
Selama petualangan ini Ferdinand von Ricthofen memakai nama李希霍芬 Li Xi Huo Fen. Tapi ketika dia menulis namanya dalam bahasa mandarin dituliskan “Li栗” dari “Ban Li板栗 (Chinese chestnut)” setelah dia tiba di Beijing dan dia mengubah passportnya, salah satu temanya menyarankan dia untuk mengubah menjadi “Li李 (plum)” daripada “Li栗” yang dari “Ban Li 板栗.”
Banyak yang bertanya-tanya mengapa dia mengubah nama demikian, diperkirakan untuk menyamakan satu marga dengan menteri yang penting dan tersohor pada Dynasti Qing saat itu—Li Hongzhang (李鸿章). Tampak dari sini Ricththofen sangat berperhatian dalam misi inspeksi tersebut.
Setelah kembali ke Jerman Ricththofen berturut-turut menjabat sebagai Ketua Berlin Geographical Society, di President of Freidrich Wihelm Unversity of Berlin dan lainnya. Namun selama itu dia tetap berpegang pada studi tentang Tiongkok.
Pada tahun 1877, Ricthofen berhasil menyelesaikan karya tulis besarnya “China” sebanyak 5 volume/Jilid. Dalam volume pertama dalam bukunya, Ricthtofen mengedepankan konsep Jalur Sutra yang ditandai dengan peta rute. Kemudian, konsep Jalan Sutra ini dikalangan pendidikan digunakan hingga kini.
Jadi konsep Jalur Sutra mengacu ke Tiongkok yang dikemukakan oleh Richthofen seorang ahli geografi Jerman, yang melakukan penelitian lapangan di Tiongkok pada tahun 1868-1877. Yangmana dia berpendapat Jalur Sutra merupakan kesempatan terbaik bagi Tiongkok untuk mencapai ke puncak kebudayaan dan perdagangan.
Pada abad pertama sebelum masehi yaitu 2.000 tahun lebih yang lalu, sebenarnya sudah ada Jalur Sutra, hanya saja tidak menyebutkan jalur sutra darat atau maritim dari perspektif geografi. Jenis barang pertama bagi komunitas internasional bagi Tiongkok melalui jalur komersial ini adalah sutra pada saat itu.
Jalur Sutra Maritim
Pada bulan Maret 2007, Tim Arkeologi Bawah Laut Tiongkok di perairan dekat Kepulauan Xisha di Laut Tiongkok Selatan melakukan penggalian arkeologi bawah air. Ini menjadi yang pertama bagi Tiongkok melakukan penggalian arkeologi besar di lepas pantai di Tiongkok. Ketika para arkeolog menyelam mereka sangat terkejut dengan pemandangan yang mereka lihat.
Pada terumbu karang dibawah air ada sekitar 1 sampai 5 meter bertebaran pecahan keramik putih, terhampar hampir 370 meter persegi diatas permukaan dasar laut. Pecahan keramik ini tersebar diatas dek kapal karam, sedang dibagian bawahnya terdapat sejumlah besar porselen keramik yang masih lengkap utuh bertumpuk-tumpuk.
Penyelamatan terus dilakukan dan hanya pada seluas empat meter persegi telah terselamatkan 800 buah peninggalan budaya. Banyak peninggalan budaya berupa porselen, perabot besi dan cermin dari perugu yang sangat mengagumkan para ahli.
Kapal karam ini di-indetifikasi sebagai kapal yang tenggelam selama Dinasti Song Selatan (1127-1279), jumlah poselen saja yang ditemukan sebanyak 10.000an keping, kira-kira 7.000 keping dalam keadaan utuh.
Setelah berupaya selama beberapa bulan, semua barang di atas dek kapal karam ini dapat diselamatkan dan bagian tubuh bawah secara bertahap terungkap.
Kapal karam tersebut panjang tubuh horizontal 18.4 m dan lebar 9 m . Seluruh tubuh kapal miring ke arah barat, haluan menghadap ke laut lepas.
Semua ini memberi tanda-tanda yang menunjukkan 800 tahun lalu, kapal dagang Tiongkok yang sarat dengan barang ini berangkat dari pelabuhan Tiongkok, berlayar ke arah barat daya dan tenggelam disini.
Kapal ini bernama Huaguangjiao One (华光礁一号) tenggelam pada arah satu-satunya jalur pada Jalur Sutra Maritim Kuno, rute laut ini telah mulai dilayari sejak dari zaman Dinasti Qin (221-207 SM) dan Dinasti Han (202SM-220M). Dan menjadi berkembang dan ramai pada masa Dinasti Tang (618-907) dan Dinasti Song (960-1279). Dan mencapai puncakinya pada Dinasti Ming (1368-1644).
Dalam 2.000 tahunan, pedagang Tiongkok mengekspor barang-barang buatan Tiongkok yang sudah terkenal di dunia, dan membawa kembali ke Tiongkok barang-barang luar negeri yang asing dan langka, dengan skala besar dan terjadilah pertukaran bahan terpanjang dari dunia pada masa itu.
Zaman penemuan besar berasal dari zaman navigasi besar dan zaman Revolusi Industri dengan penemuan mesin uap yang membawa manusia ke masyarakat modern. Sehingga jalur komersial yang menghubungkan Timur dan Barat hampir terlupakan dan tidak dikenali lagi. Namun hari-hari mulia ini menjadi bagian dari sejarah, dan pengaruhnya masih jauh dari selesai, serta masih menarik perhatian orang, khususnya sejarawan dan ahli geografi dari waktu ke waktu.
Laporan dari tim arkeologi bawah air Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan, yang telah lebih dari 2.000 kapal karam telah dieksplorasi dan di antara kapal-kapal karam yang telah diangkat, tapi tidak menemukan sutra. Mungkin diantara kapal tenggelam yang belum diangkat seharusnya masuk akal untuk bisa menemukan kain sutra.
Lalu bagaimana status kain sutra pada Jalur Sutra Maritim?
Tiongkok merupakan negara yang pertama memelihara ulat sutra, memintal benang sutra dan menenun kain sutra, menjadi kain yang tipis dan halus, yang menjadi harta karun dan impian orang-orang di negara-negara lain.
Dengan membuka “Buku Han: Risalah Geografi” kita bisa melihat banyak catatan tentang awal dari Jalur Sutra Maritim. Dalam buku ada dituliskan: Utusan dari Dinasti Han dan orang-orang yang direkrut untuk berpartisipasi dalam kunjungan untuk pergi ikut dalam perdagangan laut berupa mutiara, glasir berwarna, batu langka dan benda-benda asing, emas dan berbagai “Zeng缯.”
Yang disebut “Zeng缯” disini adalah istilah generik dari kain sutra zaman kuno. Lengenda mengatakan bahwa selir yang paling disenangan kaisar Xia Jie (桀夏) dari Dinasti Xia bernama Mo Xi (妺喜) memiliki sifat kahs yang aneh, dia suka mendengarkan suara ketika sutra dirobek. Ini tercatat hanya dalam “The Age of Kings (帝王世记) zaman raja-raja” yang ditulis oleh Huangpu Mi (皇普谧) selama zaman Dinasti Han Timur, ada menuliskan: “Mo Xi suka mendengarkan suara ketika sutra dirobek.”
Dari Dinasti Xia (21 SM – 16 SM/123tahun) hingga ke Dinasti Han Barat telah lebih dari 1.500 tahun lalu, semestinya selama itu sudah ada berbagai macam kain sutra berkualitas baik selama Dinasti Han. Utusan kerajaan memuat emas dan berbagai kain sutra melalui laut dan membawa kembali berbagai macam barang perdagangan berharga. Jadi perdagangan melalui laut di Tiongkok sangat erat hubungannya dengan ekspor sutra pada awalnya.
Sutra Thailand
Hari ini, Thailand adalah negara pengekspor sutra besar dunia. Tenunan sutra Thailand cukup khas. Mereka menenun dengan sutra yang dihasilkan di Tiongkok sebagai wraps (benang yang melintang dalam tenunan) sutra yang dihasilkan di Thailand sebagai wefts (benang yang bujur dalam tenunan)
Ada sebuah bangunan tradisional Thailand di suatu tempat sibuk di Bangkok dekat Sungai Chao Phraya di Tailand yang diberi nama Jim Thomson Silk House. Pusat penjualan dan pembuatan sutra ini didirikan oleh seorang pengusaha Amerika dengan memproduksi sendiri, yang sangat terkenal di dunia dengan nama Jim Thomson Silk.
Menurut data statistik dari Departemen Perdagangan Kerajaan Thailand, ekspor sutra ke Jepang, AS, dan Uni Eropa mencapai 90 milyar hingga 100 milyar THB (mata uang Thai, 1 Thai Baht = Rp.370), yang memberi keuntungan besar bagi Thailand.
Menurut Weilu Xinhaweisa, Head of Sichou Village, Park Tong Chai County, Nakhon Ratchasima, Thailand mengatakan : “Thailand mengimpor sutra dari Tiongkok untuk penjualan dan pengolahan. Selama pembuatan, 2000 wraps dan wefts Tahiland diproses bersama-sama. Dengan cara ini, akan terbuat sutra yang sangat baik dan indah. Itu sebagian besar di-impor dari Tiongkok. Di kampung halaman saya total impor sedikitnya minimal 5 juta THB setiap bulan.”
Kedua jenis sutra mentah dari dua negara ini dipadukan melalui proporsi yang berbeda untuk memproduksi sutra dengan berbagai artikel sutra yang kualitasnya berbeda. Inovasi unik ini yang digunakan pada teknologi Thailand ini dibuat saat mewarisi metode tradisional Tiongkok.
Metode tenun leluhur sutra Thai mencerminkan asal sejarah yang mendalam antara Thai dan Tiongkok. Itu terjadi dahulu kala dimana pedagang Tiongkok yang keluar untuk melakukan perdagangan melalui Jalur Sutra Maritim yang membawa sutra dan metode tenun sutra Tiongkok ke negara-negara lain.
Pada abad pertama SM, ketika konsul Kekaisaran Romawi –Caesar muncul di publik mengenakan gaun kemenangan, yang kini disebut gaun sutra, semua orang mengagumi dengan terkejut. Dalam beberapa tahun kemudian, gaun sutra menjadi fashion Yunani dan Romawi yang yang digandrungi dan dicari-cari oleh kaum kelas atas pada masa itu.
Pada saat itu, orang-orang Romawi tidak tahu tentang situasi kerajaan dari sutra itu berasal, sehingga mereka menyebutnya ‘China Serice’ yang berarti Kerajaan Pemproduksi Sutra.
Setelah Dinasti Han Timur, masyarakat Tiongkok terpecah. Jalur Sutra daratan sering terjadi buka tutup, yang sangat mempengaruhi penjualan sutra.
Pada tahun ke-5 dari periode Huangwu (黄武五年) yaitu pada tahun 220 Mesehi, Qin Lun (秦论) pedagang dari negara Qin (秦) mencapai negara Wu melalui jalur laut. Ia melakukan kunjungan resmi ke Raja Wu Sun Quan (吴孙权). Mengembangkan perdagangan sutra, yang menjadikannya tujuan perdagangan penting.
Sutra dijual ke kawasan Mediterania di sebelah barat melalui jalur laut. Jalan darat menuju negara-negara Eropa telah terhubung melalui Jaur Sutra Darat ke Tiongkok ke Barat, Persia dan kemudian ke dunia Arab. Jalan darat ini telah dibuka lebih awal, karena barang ekspor utama adalah sutra pada waktu itu, ini dikarenakan Sutra relatif lebih ringan dan tidak khawatir kekeringan, dan lebih mudah diangkut melalui jalan ini.
Tapi kemudian porselen Tiongkok menjadi lebih poluler di Barat, karena porselen relatif lebih berat, jika diangkut melalui jalur laut akan lebih mudah. Akibatnya, munculnya Jalur Sutra Maritim sangat diperlukan. Banyak porselen diangkut ke Persia, dunia Barat dan Eropa melalui Jalur Sutra Maritim. Jadi dapat dikatakan Jalur Sutra Maritim yang kita sebut hari ini sebanarnya lebih cocok disebut jalur porselen, karena jalur ini lebih banyak digunakan untuk mengangkut porselen Tiongkok ke pasar luar negeri.
Pada Dinasti Tang, kain sutra menjadi sumber pajak properti pemerintah. Kain sutra umumnya digunakan untuk menjamin pendapatan kas negara. Untuk menjamin pendapatan kas negara pada tahun pertama periode Jianzhong, Kaisar Dezong dari Tang melarang perdagangan kain sutra dan berbagai jenis sutra dengan negara-negara asing.
Pada saat itu, porselen dari Changsha Tongguan Kiln (长沙铜官窑), porselen dari Yuezhou (越州), porselen mengkilap tiga warga dari desa Gong, dan porselen putih dari Xinzhou (邢州) berkembang pesat. Oleh karena itu porselen mulai menjadi produk utama untuk ekspor.
Berbeda dengan sutra, porselen berat dan rapuh, sehingga transporatsi laut lebih cocok. Akibatnya, dengan cepat porselen menjadi komoditas massal dari yang mulanya hanya sekedar sebagai oleh-oleh kecil untuk hadiah dalam jumlah kecil. Ekspor porselen menjadi sumber kemakmuran yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Penemuan di Perairan Indonesia
Di Belitung yang terletak di bagian timur Sumatera Indonesia, yang terdapat banyak terumbu karang dn banyak di kunjungi wisatawan seluruh dunia. Pada tahun 1988, seorang Jerman—Tilman Walterfang dengan perlengkapan lengkap datang ke perairan dekat Belitung dan mencari harta terpendam di sekitar perairan ini beberapa kali. Dia menemukan petunjuk setelah beberapa kali penyelidikan di dalam laut, disamping batu hitam besar di perairan Belitung sebuah kapal karam yang sarat dengan barang. Batu Hitam ini telah membuat sensasi seluruh dunia.
Orang Jerman ini berhasil mengangkat jumlah yang luar biasa berupa porselen, emas, perak, cermin perunggu dan keping uang dari kapal karam ini, yang kemudian diketahui sebagai kapal Arab karam selanjutnya dinamai kapal karam Batu Hitam. Jumlah total yang berhasil diangkat mencapai 67.000 items. Berdasarkan penelitian dari tekstual incripsi pada porseken, harta ini semua dibuat pada zaman Dinasti Tang, Tiongkok.
Dari berbagai porselen dari Batu Hitam ini, bisa dibagi menjadi dua jenis utama, porselen dari produk Changsaha Kiln (长沙窑), Hunan merupakan yang terbesar jumlahnya yang mencapai 56.500 items yang berupa porselen-porselen untuk penggunaan sipil. Ada juga 200 items porselen Celadon (kehijauan), yang sebagian besar diproduksi oleh Yue Kiln (越窑). 350 items diproduksi oleh Xin Kiln(邢窑) dan 200 item porselen hijau dengan glasir.
Benda-benda ini sangat indah, barang-barang kemungkinan hadiah dari Kaisar Tiongkok yang diberikan kepada raja luar negeri. Diantara harta karun ini bagian yang paling menakjubkan adalah piring biru-putih buatan Tang Dinasti yang dalam keadaan lengkap dan sempurna.
Ketiga piring biru-putih dari Dinasti Tang yang sederhana ini, elegan, dan ringan dalam warna, seolah seperti biru mimpi. Ada pola gambar daun kurma dengan cat cobalt yang diimpor dari Iran ke Tiongkok tampaknya, ada empat lekukan internal dengan warna perak dan emas tepi pinggirannya.
Menurut penilaian para ahli, ini adalah porselen biru-putih paling awal yang paling lengkap ditemukan selama ini, penampilannya ini telah memecahkan pengetahuan tradisional tentang porselen biru-putih dari Dinasti Yuan yang merupakan porselen bitu-putih paling awal di Tiongkok.
Porselen biru-putih berasal dari dinasti Tang dan Song. Porselen biru-putih yang sudah lebih bagus dan matang terdapat di Hutian Kiln (湖田), Jingdezhen (景德镇) pada Dinasti Yuan (元).
Porselen biru-putih pada zaman Dinasti Ming menjadi porselen arus utama, para pengrajin porselen menggambar dengan cat kobalt pada porselen putih dan kemudian diglasir. Setelah dikiln dengan suhu 1300oC, maka warna putih berada dibawah glasir. Sehingga warna putih dan biru terlihat cerah, indah, elegan dengan lukisan lanskap klasik Tiongkok.
Orang-orang Barat kala itu mengapreasiasi keindahan dan teknik yang dibuat orang Tiongkok yang unik ini, sehingga porselen ini menjadi barang yang menyebar ke negara-negara Barat sebagai hadiah negara. Lama kelamaan kaum kelas menengah Eropa juga mulai bersaing untuk membelinya, sehingga permintaan pasar menjadi besar.
Setelah pada periode pertengahan Dinasti Ming yaitu pada abad ke-16, banyak pedagang luar Tiongkok datang untuk membeli dan kulakan porselen yang unik Tiongkok ini untuk diekspor.
Kemudian diproduksi porselen ekspor yang khusus dibuat untuk pasar ekspor Eropa, yang bergaya Eropa degan gambar bertema tradisonal Tiongkok telah menunjukkan melalui teknik lukisan orang Tiongkok, yang populer di Barat pada abad ke-17.
Porselen biru dan putih berglasir berbentuk mangkok dengan permukaan mulut berkelopak buatan Jingdezhen terdapat di Museum Nasional Tiongkok sekarang. Porselen mangkok dengan diameter 5,5 cm dan diameter mulut 10,5 cm, dibuat pada Dinasti Song. Seluruh tubuh mangkok porselen diglasir biru dan putih, ada pola dalam mangkok, permukaan mulut mangkok bentuknya berkelopak, meskipun tidak ada desain ukiran warna-warni yang cantik di seluruh tubuh mangkuk, tapi warna mengkilap pada glasir benar-benar terkesan indah seperti batu giok.
Porselen indah seperti diatas ini juga ditemukan dalam kapal karam Huaguangjiao One. Mangkok berkualitas dengan tubuh sangat tipis ini dibuat di Jingdezhen. Sebagaimana dipaparkan dalam buku-buku sejarah, bahwa biru seperti langit dan seterang cermin, dan setipis kertas, jika diketuk akan bunyi seperti genta, ini menunjukkan teknik yang sangat baik dari pengrajin Jingdezhen.
Namun mangkok temuan diatas ada cacat pada porselen ini, tubuh dan mulut mangkok tidak diglasir, ini tampaknya melawan arus dengan warna glasir yang mengkilap. Apakah itu sengaja diabaikan oleh pengrajin?
Porselen Mangkou (芒口) juga disebut porselen Fusshao (覆烧) yang bisa diartikan dibakar berulang, dibandingkan dengan porselen Zhengshao (正烧) yang dibakar dengan posisi terbalik. Sepotong porselen hanya bisa dibakar sekali dalam satu tungku kiln, sehingga produktivitas sangat rendah.
Kemudian pada Five Dynasties (五代北宋) dan Dinasti Song Utara, terutama pada awal Dinasti Song Utara, pengrajin di Ding (定) Kiln, Tiongkok Utara menciptakan tenik pembakaran baru, dimana beberapa potong porselen bisa dibakar dalam dengan dijajar keliling sekali bakar dalam satu tungku pada sekali pembakaran.
Dengan teknik ini mangkok bisa dijajar keliling berbentuk lingkaran ditumpuk ke atas. Setelah dibakar glasir mangkok dihapus ketika mangkok di balik agar tidak lengket. Dengan cara ini tungku bisa membakar banyak satuan porselen sekali bakar, sehingga produksi mendadak meningkat dan diperkirakan karena teknik baru ini maka promosi perdagangan porselen ke luar negeri berkembang.
Badan kapal karam di Batu Hitam ini pada dasarnya dalam keadaan baik dari ujung depan ke belakang, terdapat tiang layar dengan ketinggian yang sama, dek dihubungkan dengan tali yang terbuat dari serat kelapa. Ini merupakan tipikal kapal layar dengan dua layar dua tiang tungal yang sama tinggi yang biasa dibuat orang-orang Arab.
Meskipun tidak ditemukan buku catatan, daftar pengiriman dan peta dikapal karam tersebut, menurut para ahli, kapal dagang Arab ini semestinya sedang berlayar ke selatan disepanjang Laut Tiongkok Selatan setelah bermuatan penuh di pelabuhan Yangzhou kuno yang menjadi perlabuhan utama di Tiongkok, dengan tujuan seharusnya ke Basra sebuah kota pelabuhan Arab 800 tahun yang lalu.
Tampaknya ada pedagang Arab dan Persia di kapal Batu Hitam ini, hanya sayang kapal ini ketika kembali berlayar dari Tiongkok, harus mengakhiri pelayarannya di Batu Hitum Belitung sekaligus mengubur impiannya.
Sudah ribuan kapal yang berlayar di sisi dan diatas kapal karam ini. Dan lebih banyak lagi kapal dagang yang berlayar melewati kapal karam ini menuju Barat, dan dengan lancar serta selamat tiba di Basra dan atau pelabunan sibuk sepanjang Teluk Persia dan Laut Merah dan berualang kali mewujudkan impiannya.
Menurut sejarawan, sutra kuno dan barang-barang lainnya dari Tiongkok juga populer di tempat-tempat lain seperti Kekaisaran Romawi. Barang-barang ini juga digemari oleh orang-orang disana, sehingga pedagang-pedagang ini tidak pernah mau berhenti untuk melakukan perdagangan langsung dengan mereka di Timur.
Pada paruh pertengahan abad ke-18, kapal-kapal dagang Eropa sering berlayar antara Eropa Utara dan Guangzhou, Tiongkok.
Diatas ini adalah kapal transportasi laut terkenal Swedia yang terbesar dari East India Company saat itu. Menurut catatan antara tahun 1739-1745 hanya beberapa tahun saja, Gothenborg telah melakukan pelayaran tiga kali pulang pergi dari Swedia dan Tiongkok. Catatan kapal (manifes) ini masih tersimpan sampai hari ini, yang tercatat jumlah barang yang dibawah kembali ke Swedia dari Tiongkok, itu terdapat 2.677 peti barang berupa, sutra 19 peti, rempah-rempah 11,4 ton dan yang mencengankan memuat 100 ton porselen Tiongkok.
Setiap kali Gotthenborg kembali berlabuh, seluruh Eropa akan menjadi sibuk. Barang-barang diatas kapal akan terjual habis dalam beberapa hari saja. Pada periode ini, para bangsawan Eropa dan bangsawan yang datang dari seluruh benua Eropa untuk datang ke balai lelang mengikuti lelang dari Swedish East India Company untuk porselen-porselen Tiongkok yang menjadi kegemaran mereka. Dengan demikian, aturan lelang Swedia kuno terbentuk secara bertahap di balai lelang ini.
Menurut catatan sejarah, dari tahun ke-15 hingga tahun ke-20 dalam 5 tahun pada masa kerajaan Qianlong Dinasti Qing, kira-kira ada 11 juta buah porselen Tiongkok yang telah dikapalkan ke Swedia dari Guangzhou, Tiongkok.
Selain Swedish East India Company, banyak perusahaan lain juga terlibat dalam perdagangn porselen Tiongkok. Jika dijumlahkan dengan porselen yang diekspor ke Eropa oleh perusahaan negara-negara lain dan pedagang dari Tiongkok sendiri, jumlahnya akan lebih besar tak terbayangkan. Ada beberapa ahli sejarah yang menduga jumlah porselen Tiongkok yang diekspor dalam abad ke-17 akan menjadi angka astromi (tak terhitungkan).
Di mata orang Barat, porselen Tiongkok melambangkan kebangsawanan dan kemewahan. Pada saat diadakan perjamuan di istana, porselen biru-putih Tiongkok akan selalu ditampilkan di tempat-tempat yang paling terlihat di ruang perjamuan, sebagai cara untuk memamerkan kemewahan tuan rumah yang menjamu.
Saat itu, beberapa raja Barat mencoba beberapa cara untuk mendapatkan porselen. Dan berobsesi dengan porselen Tiongkok. Dalam rangka untuk mendapatkan porselen Tiongkok dari raja lain, bahkan menukarnya dengan satuan korp pasukan pengawal istananya sendiri.
Industri Porselen Menyebar Dari Tiongkok
Di Barat Ada beberapa orang yang tidak puas dengan terus mengimpor porselen dari Tiongkok saja. Mereka mulai untuk mencoba membuat porselen Eropa lokal mereka, dengan berulang-ulang meneliti bahan baku untuk porselen dan bahkan dengan kerang laut dijadikan tepung sebagai adonan untuk membuat porselen. Dalam waktu yang sangat lama mereka tidak tahu porselen di Tiongkok dibuat dari kaolin.
Pada periode tahun ke-12 Wanli Dinasti Ming Tiongkok, yaitu tahun 1584, kerajaan Belanda memesan 96,000 buah porselen biru-putih dari Jingdezhen-Tiongkok melalui Dutch East India Company. Setelah itu datanglah ide dari raja untuk membuat copian/tiruan dari porselen Jingdezhen ini.
Sekitar tahun 1610, Dinasti Ming mendekati akhir, sering terjadi penggantian rezim dan sering tejadi peperangan di Tiongkok, akibatnya produksi dan ekspor porselen bitu-putih Tiongkok ke Eropa sempat terjadi terhenti. Sedangkan perminataan bangsawan kerajaan Eropa dan dan bangsawan Eropa meningkat. Dalam keadaan demikian dibagunlah khusus pabrik Royal Dutch Delftware (Royal Delft).
Pedagang dari Dutch East India Company, atas perintah dari kerajaan, mengimpor glasir dan pigment biru-putih dari Jingdezhen dan tempat-tempat lain di Tiongkok, dan ahli-ahli tembikar terkenal seluruh kerajaan di Belanda dikumpulkan, untuk mulai mencoba membuat porselen biru-putih dari Jingdezhen di Delft.
Untuk membuat porselen biru-putih bahan dari porselen merupakan prasyarat. Tapi di Belanda tidak ada kaolin, sehingga pengrahjin tembikar Belanda hanya bisa memanfaatkan tanah liat lokal untuk membuat porselen untuk membuat porselen biru-putih. Tapi tubuh porselen yang terbuat dari tanah liat ini setelah dibakar terlihat berwarna kecoklatan, berbeda sama sekali dengan porselen biru-putih buatan Tiongkok.
Setelah pengrajin Delft berpikir keras, akhirnya mereka menemukan jalan keluarnya. Pertama mereka menyemprotkan kapur pada permukaan tubuh yang berwarna kehijauan, kemudian mereka mengecat pola menurut yang dikehendaki, terakhir disprot dengan glasir dand dibakar dalam kiln. Dengan sangat menakjupkan hasilnya hampir menyerupai porselen biru-putih buatan Tiongkok.
Namun, selanjutnya pengrajin Delft menghadapi masalah lain. Porselen biru-putih yang dihendaki dan diorder bangsawan kerajaan dan para bangsawan menghendaki pola yang detail dan indah, dan harus ditangani dengan akurat. Untuk mengkopi gambar adalah hal yang mudah, tapi untuk menulis karakter huruf kanji sungguh sulit bagi mereka.
Dalam rangka untuk memenuhi pesan dengan jumlah besar tiruan porselen biru-putih Tiongkok dalam waktu pendek, para pengarajin akhirnya dalam meniru krakter-karakter huruf kanji mereka menciptakan tanda-tanda khusus, dimana tidak sesulit jika meniru huruf kanji sebenarnya, sehingga tercipta fitur yang berbeda dari karakter huruf kanji yang sebenarnya.
Dari tahun 1647-1665, Delft berhasil memproduksi tiruan porselen berkualitas tinggi biru-putih Tiongkok, dan memperkembangkan suatu porselen khusus khas mereka yang disebut Blue Delftware. Kini Delft dijuluki Jindezhen Eropa.
China Paviliun Brussel Belgia
Leopol II raja Belgia, penggemar besar porselen Tiongkok. Setelah dia naik tahta pada tahun 1865 dan memerintah selama 44 tahun. Dia tidak saja terobsesi dengan porselen Tiongkok, tapi juga sangat merindukan tentang Tiongkok, dia berharap suatu ketika bisa pergi berkunjung ke tanah yang dianggap misterius ini beberapa hari di sisa hidupnya.
Leopol II membangun sebuah bangunan bergaya Tiongkok di dekat istananya di Brussel dan menamakannya “China Pavaliun”. Seperti namanya “China Paviliun” adalah ruang pamer untuk semua jenis Porselen Tiongkok, seperti porselen biru-putih, porselen panca warna, porselen familie-rose, porselen berwarna Guangzhou, yang merupakan jenis utama untuk diekspor pada periode saat raja Kangxi, Qianlong hingga Yongzheng sebagai raja dari Qing Dinasti.
Selain dari itu, ada jenis porselen lain yang dicat khusus dengan simbol/emblem keluarga bangsawan, lambang korp, potret yang disebut emblem. Pada pokoknya paviliun ini pada dasarnya sebuah museum indah porselen.
Pada 22 Juni 2012, pernah diadakan pameran “Splendid Porcelain” yang bekerjasama dengan Inggris dan Tiongkok di Museum Nasional Tiongkok. Pameran ini mempersembahkan semua porses pertukaran dan interaksi antara Tiongkok dan Inggris melalui Jalur Sutra Maritim. Proses dari mengimpor porselen Tiongkok, menyesuaikan porselen Tiongkok, meniru porselen Tiongkok hingga porselen Barat mandiri, seperti teknik pembuatan porselen yang kita kenal sekarang. Tetapi, porselen kuno Tiongkok masih dianggap sebagai harta berharga bagi museum seluruh dunia.
Di British Museum-Inggris, banyak disimpan jenis porselen, termasuk porselen buatan Kiln Ru (汝) dari Dinasti Song Utara, porselen putih buatan Kiln Dehua (德化 ) dari Dinasti Ming, porselen buatan Kiln Jun (钧) dari Dinasti Song. Semua ini sangat berharga.
Di “The Metropolitan Museum of Art” AS, salah satu museum terkenal di dunia, disimpan banyak peninggalan budaya Tiongkok, seperti perabotan perunggu dari dinasti Shang dan Zhou ( 商 & 周 ), porselen Dinasti Qin dari dinasti Tang dan Song, lukisan dari Dinasti Qing dan sebagainya yang dianggap sebagai harta bernilai sangat tinggi.
Kain Sutra Bernilai Tinggi Di Dunia Pada Zaman Kuno
Pakaian dengan kain Sutra dihormati sebagai gaun kemenangan pada orang Romawi kuno. Porselen dinilai sebagai “emas” yang dibuat dari tanah, menjadi barang berharga yang indah kepada dunia, menjadi salah satu kontribusi Tiongkok kepada dunia selain Empat Penemuan Besar peradaban manusia. (Empat Penemuan Besar Tiongkok : Pembuatan Kertas, Bahan Peledak, Kompas, Percetakan)
Untuk selama seribu tahun Sutra dan Porselen selalu memainkan peran sebagai simbol bagi Tiongkok, yang membuat dunia tahu tentang Tiongkok dan yang menyuntikkan/menyesipkan banyak unsur-unsur Tiongkok ke dalam peradaban dan budaya mansusia.
Teh Komoditi Mahal
Kotak teh ini tidak hanya menunjukkan pekerjaan yang sempurna, tetapi juga berpola indah, tapi yang paling khusus adalah ada lubang kunci di ujung depan kotak berlaquer ini. Dikatakan bahwa kotak tersebut tidak digunakan oleh orang Tiongkok, ini merupakan kota atau artikel yang khusus dibuat atas pesanan dari bangsawan Inggris.
Banyak yang mempertanyakan, mengapa kotak teh saja harus berkunci?
Pada 1662, Putri Catherine dari Portugal menikah dengan Raja Charles II dari Inggris. mahar sang putri tidak hanya sebuah kota militer penting Tangier. Di Maroko, Mumbai, Pearl City of India, harta yang bernilai satu juta pound dan teh hitam Tiongkok seberat 221 pounds, serta perangkat set teh yang indah. Segera, setelah itu para bangsawan mengikuti selera yang baik dari Catherine, seorang ratu yang minum teh.
Teh menjadi barang mahal, pada awalnya karena biaya pengiriman yang tinggi, pemerintah Inggris juga memungut pajak yang tinggi hingga 119% untuk minuman dari Timur ini. Jadi Lapsang Souchong Teh Hitam (正山小种红茶) dari Tiongkok menjadi begitu mahalnya seharga seperti emas dan perak.
Oleh karena itu, teh menjadi simbol status dan kemewahan konsumsi kelas atas, pedagang dan para bangsawan. Sehingga pelayan pada keluarga bangsawan tidak bisa begitu saja diberi tugas untuk menjaga teh karena terlalu mahal. Teh harus disimpan oleh nyonya rumah sendiri. Nyonya rumah membuat teh untuk tamu secara pribadi dan pelayan hanya bisa merebus air.
Teh diekspor ke Eropa hanya dengan kebetulan. Pada saat pedagang mengangkut porselen yang paling dikhwatirkan adalah porselen saling berbenturan ketika dalam goncangan selama perlayaran. Mereka berpikir sangat sulit untuk menemukan solusi, salah satu solusi mengisi sesuatu diantara celah-celah antara porselen. Pengisian celah-celah ini kita ketahui sekarang, mereka selipkan dengan gandum, jerami dan teh. Jadi teh itu diangkut ke ujung Barat melalui Jalur Sutra Maritim.
Mungkin orang Belanda yang mempengaruhi orang Eropa untuk minum teh. Menurut cataan sejarah disekitar tahun 1610, orang Belanda yang pertama kali memperkenalkan Teh Tiongkok ke Eropa dari Indonesia. Sejak itu, negara-negara Barat baru mulai belajar cara minum teh seperti orang Tiongkok.
Di pertengahan abad ke-17, bahkan orang AS, yang merupakan benua yang baru ditemukan oleh orang Eropa, juga mulai mengenali teh Tiomgkok. Oleh karena itu, orang-orang di negara-negara Barat mulai minum teh secara bertahap.
Jepang negara tetangga Tiongkok, mendapat banyak manfaat dari perdagangan dari jalur timur dari Jalur Sutra Maritim. Orang-orang Jepang dan Korea Utara sudah minum teh 500 hingga 600 tahun lebih awal dari orang Eropa.
Pada tahun ke-12 dari periode Tianbao, yaitu tahun 756 M, Jianzhen (鉴真) seorang biksu dari Tang Dinasti, berlayar dengan sebuah kapal sebagai utusan Tang - Tiongkok ke Jepang berangkat ke arah timur dari Huangsipu (黄泗浦), Suzhou. Biksu Jianzhen bersama-sama dengan pengikutnya 24 orang ketika pergi membawa banyak obat-obatan dan teh.. Ini adalah catatan paling awal tentang teh Jepang dalam literatur.
Pada tahun ke-20 periode pemerintahan Zhenyuan (贞元) Kekaisaran Tang Dezhong, yaitu tahun 804M, Saicho (最澄) seorang biarawan yang dikirim ke Tang Dinasti, datang ke Gunung Tiantai (天台) di Tiongkok dengan kapal untuk mempelajari ajaran Budha. Ketika dia kembali pulang tahun depannya, dia membawa pulang tiga mustika, yaitu teks-teks Buddhis, rubbings prasasti (cetakan prasasti dari hasil gesekan dari prasasti) dan biji teh. Saicho menanam bibit teh di Hiyoshi jinja yang sekarang menjadi kebun teh tertua Hiyoshi di Jepang.
Semua daerah pesisir di provinsi Tiongkok Selatan berlimpah dengan teh. Di Ningpo, Provinsi Zhejiang yang disebut Mingzhou (明州) dalam sejarah. Teh didaerah ini menjadi tanaman pokok diantara semua barang-barang ekspor.
Pada akhir abad ke-11, yaitu Dinasti Song Selatan, sejumlah besar teh yang diproduksi di Mingzhou diekspor. Sehingga ada pemeo yang mengatakan : “Teh dipetik sebelum hujan akan lebih baik, setengah dari mereka diangkut oleh kapal dagang.”
Teh dimuat dengan kapal dagang yang berangkat dari Mingzhou, pertama ke Jepang dan Semenanjung Korea, kemudian dijual ke Asia Tenggara, ini semua menandakan wangi teh juga tersebar melalui Jalur Sutra Maritim.
HuaguangjiaoOne (华光焦一号) pada masa Dinasti Song Selatan (1127-1279) berlayar dengan sarat muatan. Kapal Arab Batu Hitam juga sedang berlayar menuju Teluk Persia dengan muatan penuh dari Tiongkok, mereka memuat barang dari Tiongkok berupa porselen, sutra, teh dan barang-barang lainnya. Ini menandakan bahwa Jalur Sutra Maritim telah hidup 1.000 tahun dan perdagangan tidak pernah berhenti. Dari Tiongkok telah banyak barang yang diekspor, demikian juga dari luar Tiongkok juga banyak barang yang telah di-impor ke Tiongkok.
Komoditas tradisional dari Tiongkok yang dijual ke luar negeri, dan barang-barang yang di-impor dari masing-masing negara diperkenalkan ke Tiongkok. Yang paling penting adalah rempah-rempah, impor barang ini memiliki sejarah yang sangat panjang. Orang Dinasti Han telah mengenal negara India kuno dengan sebutkan Tianzhu Raya (天竺), dimana merupakan tempat asal rempah-rempah.
Menurut Kitab Han Susulan Tentang Catatan ke Wilayah Barat (后汉书西域传): Berbagai rempah-rempah yang diproduksi di Kerajaan Tianzhu Raya di-impor dari jalan darat melalui wilayah Barat atau Jalur Sutra Daratan. Tapi kemudian karena jalur sutra Darat terblokir karena perang terjadi di wilayah Barat, maka rempah-rempah di-impor melalui laut.
Pada saat itu, dupa dan rempah-rempah dibawa ke istana kekaisaran sudah menjadi lazim. Itu menjadi suatu preferensi bagi para bangsawan tingkat atas, petapa dan kaum terpelajar.
Pada zaman Dinasti Utara dan Selatan (南北朝) kayu cendana dari Rinan (日南) dan dupa serta kayu cendana dari Tianzhu Raya(天竺), kemenyan atau garu dari Kekaisaran Arsacid, damar wangi dari Kekaisaran Romawi diangkut ek Tiongkok oleh pedagang seluruh dunia. Peningkatan impor rempah-rempah secara bertahap membuat barang ini menjadi komoditas konsumsi sehari-hari dari yang semula barang mewah.
Pada zaman Dinasti Song, pajak rempah-rempah saja telah menyumbang 10% dari pendapatan fiskal pada saat tinggi-tingginya. Selain rempah-rempah, obat, kaca, emas, perak, produk-produk specifis langkah dan eksotis juga diperkenalkan ke Tiongkok.
Pada tahun 1405, suatu armada besar di pantai selatan Eurasia telah berhasil menyelesaikan prestasi yang luar biasa dari perlayaran melintasi Samudra Hindia dan mencapai pantai timur terpencil Afrika. Zhenghe menyelesaikan suatu prestasi besar dalam sejarah nevigasi.
Di Museum Maritim Singapura terdapat replika kapal pusaka Zhenghe, yang dibuat model serta ukurannya sama dengan kapal yang digunakan Zhenghe pada saat itu menurut catatan sejarah. Stuktur penampang badan kapal di bagi dengan sekat-sekat besar dan kecil. Juga ada replika jerapah dan badak.
Menurut “Kitab Han Susulan: Biografi Jia Cong” (后汉书.贾琮传) Jia Cong orang kaya yang memiliki mutiara yang mengkilap, zamrud hijau, kulit badak, gajah, penyu sisik, rempah-rempah kayu-kayu indah.
Menurut legenda jerapah adalah prototipe dari Qilin di Tiongkok. Semua harta tak ternilai ini merupakan hasil pertukaran barang atau upeti yang dikirim kepada kaisar Tiongkok, sebagai suatu berwujudan persahabatan antara Tiongkok dan negara-negara lain.
Ketika para arkeolog membersihkan sekat dari kapal yang karam di Quanzhou (泉州) – Fukien, Tiongkok pada tahun 1975, mereka menemukan bagian dari kargo kapal karam membawa rempah-rempah yang dihasilkan dari Asia Barat dan Afrika berada di lapisan kedua hingga lapisan kelima.
Kargo utama dari kapal karam “Huaguangjiao One” terdiri dari sejumlah besar porselen untuk ekspor. Dari mengekspor porselen dan mengimpor rempah-rempah, dua kapal yang datang dan pergi untuk menyelesaikan perdagangan maritim pulang pergi, saling menarik keuntungan dan dengan dasar win-win untuk kemakmuran melalui Jalur Sutra Maritim.
Kini kita mengetahui, sutra, poselen dan teh telah lama menjadi sumber daya dan kekayaan bersama manusia. Namun, jika membayangkan barang-berang menyebar ke seluruh dunia, kita tidak bisa menghilangkan rasa bangga untuk penemuan dari nenek moyang manusia untuk memnghantar kejutan dan kebahagiaan untuk berbagi dengan umat manusia di dunia. Selama ribuan tahun, itu merupakan kontrisbusi antusias dari semua kelompok etnis yang membuat dunia kita menjadi penuh warna.
Sucahya Tjoa
4 September 2016
Sumber: Media Tulisan dan TV Luar Negeri (CCTV China)
http://www.chinasgreatroads.com/ferdinandvonrichthofen.html
http://english.cntv.cn/special/newleadership/chinesedream03.html
http://www.silkroadencyclopedia.com/Orient/MapsSilkRoutesTrade.htm
http://suvarnabhumiairport.com/en/popular-destinations/1809/the-jim-thompson-house-bangkok
http://www.travelerien.com/2015/12/museum-tanjung-pandan-belitong-hadiah.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H