Dari sini kita dapat melihat bahwa pemerintah Tiongkok telah memasukkan pulau-pulau di Laut Tiongkok Selatan dalam lingkup yurisdiksi mereka. Ini berarti pulau-pulau di Laut Tiongkok Selatan milik Guangdong dan dengan demikian Tiongkok mengklaim milik mereka.
Status Pulau-Pulau di Laut Tiongkok Selatan Pasca P.D. II
Selama Jepang menginvasi Tiongkok, Jepang juga menduduki banyak pulau di Laut Tiongkok Selatan, termasuk Kepulauan Dongsha, Xisha, dan Nansha. Pada bulan Desember 1943, dalam “Deklarasi Kairo” telah resmi diumumkan bahwa Jepang harus mengembalikan semua wilayah yang mencurinya dari Tiongkok kepada Tiongkok.
Pada Juli 1945, dalam “Deklarasi Postdam” menegaskan bahwa “Deklarasi Kairo harus di-implementasikan.” Pada bulan September tahun yang sama, Dalam “Instrumen Jepang Menyerah” (“Japanese Instrument of Surrender”) yang ditandatangani Jepang, dengan jelas dinyatakan bahwa Jepang menerima “Deklarasi Postdam”, dan pasca P.D. II, Tiongkok menerima kembali kepulauan di Laut Tiongkok Selatan yang telah diduduki Jepang.
Tindakan pemulihan ini merupakan hasil dari kemenangan Tiongkok dalam Perang Perlawanan Rakyat Tiongkok terhadap agresi Jepang, serta akibat dari kemenangan dunia dalam perang melawan fasis. Jadi ada deklarasi yang mengkonfirmasikan perintah internasional agar “Deklarasi Kairo” dan “Deklarasi Postdam” yang merupakan salah satu bukti hukum dan bukti sejarah untuk semua ini.
Kembali pada waktu itu, AL-Tiongkok dan AL-AS bersatu untuk membantu Tiongkok memulihkan pulau dan terumbu karang di Laut Tiongkok Selatan. Kenyataan ini membuktikan bahwa pemulihan Tiongkok atas pulau dan karang di Laut Tiongkok Selatan (LTS) adalah hasil dari kemenangan di P.D. II, dan komponen konfirmasi.
Setelah tahun 1970an, Filipina dan Vietnam kedua negara ini mengklaim teritorial di pulau-pulau dan karang di laut Tiongkok Selatan, dan keduanya menggunakan kekuatan untuk secara sepihak menduduki beberapa pulau dan terumbu karang di kepulau Nansha.
Pada bulan September 1970, Filipina menduduki Kepulauan Mahuan dan Pulau Feixin, sehingga menyebabkan gelombang negara-negara yang berbatasan dengan LTS mulai menduduki pulau-pulau dan karang di LTS.
Pada 11 Juni 1978, Filipina mengumumkan Keputusan Presiden No.1596 yang ditangdatangani oleh Presiden Ferdinand Marcos lalu, yang menyatakan wilayah 64,796 mil persegi yang termasuk 33 pulau, beting, dan gundukan pasir di kepulauan Nansha adalah “bagian dari wilayah Filipina, yang akan dibawah permintahan Filipina,” dan menamakan kepulauan ini adalah “Kepulauan Kalayaan.”
Pada 1999, Filipina menggambar ulang peta nasional, dan mengambil kesempatan ini untuk memasukkan Pulau Huangyan sebagai bagian dari wilayahnya. Pada bulan Agustus tahun itu (1999), pemerintah Filipina mendaftarkan amandemen konstitusi bahwa “Kepulaun Nansha wilayah Filipina.”
Pada tahun 2009, Filipina secara resmi mensahkan teritorial batas dasar laut yang tercantum dalam pulau Huangyan dan beberapa pulau dan karang Kepulauan Nansha sebagai milik Filipina. RUU ini kemudian ditanda-tangani oleh Presiden Gloria Arroyo, secara resmi mengubah menjadi undang-undang.