Jika melihat dari dasar ini, kita dapat melihat bahwa dalam kasus arbitrase Laut Tiongkok Selatan, pengadilan ini telah jelas telah diperluas dan disalahgunakan kekuasaannya. Karena itu setiap vonis adalah ilegal dan cacat hukum. Maka tidak heran jika Tiongkok tidak menerimanya.
Isu Laut Tiongkok Selatan yang rumit dan menjadi tambah ruwet dengan banyaknya pihak yang coba terlibat. Tujuan penting Filipina mengajukan kasus arbitrase Laut Tiongkok Selatan adalah untuk menolak kedaulatan Tiongkok atas pulau di Laut Tiongkok Selatan.
Tampaknya dalam menghadapi provokasi konstan Filipina, kebijakan Tiongkok atas Laut Tiongkok Selatan tidak mengalami perubahan substansial. Alasan Tiongkok karena menganggap kedaulatan atas pulau-pulau di Laut Tiongkok Selatan mempunyai dasar sejarah yang panjang, dan bukan sesuatu yang berdasarkan hukum internsional saja. Dan ini secara laus telah diakui oleh masyarakat internasional.
Historis Penamaan Kepulauan dan Pulau di Laut Tiongkok Selatan
Secara internasional Laut Tiongkok Selatan mengacu pada wilayah selatan Guangxi, Hainan, Guangdong, dan timur Vietnam, Selat Taiwan, sebelah barat Filipina dan utara Maaysia dan Kepulauan Natuna. Yang luasnya 3,5 juta km persegi.
Ratusan pulau dan karang, besar dan kecil yang tersebar diseluruh kepulauan Dongsha, Xisha, Zhongsha dan Nansha yang diklaim milik Tiongkok. Kepulauan dan nama-nama pulau-pulau ini telah dinamai demikian dari generasi ke genarasi dalam proses panjang dalam sejarah.
Menurut catatan sejarah kuno, orang Tiongkok pertama yang menemukan kepulauan ini sekitar tahun 200SM dan dinamai kepulauan Nansha yang berarti kepulauan diujung selatan. Kep. Nansha terdiri dari empat pulau besar, sebagian besar terdiri dari terumbu karang tersebar luas. Enam terumbu utama terdiri dari : Terumbu Yongshu (永暑礁), Mishief Reef (美济礁), Subi Reef (渚碧礁), Pulau Taiping (太平岛), P. Zhongye (中业岛), P. Nanwei (南威岛), Xijiao (西礁), Dongjiao (东礁), Danwan Jiao (弹丸礁), Wan’an Tan (万安滩), yang paling selatan Lidi Ansha (立地暗沙).
Pada zaman Dinasti Han (157 SM-87SM) orang Tiongkok sudah mulai banyak menggunakan Laut Tiongkok Selatan, dan pada Dinasti Song kelautan dikembangkan dengan skala besar dan memasukan Kep. Nansha ke dalam wilayah Tiongkok kuno. Pada Dinasti Qing dan Ming kepulauan ini telah dimanfaatkan sebagai tempat dagang dan industri nelayan Tiongkok kuno, bahkan didirikan kantor negara. Pada P.D II, P. Taiping, P. Zhongye, dan Parung Pasir Dun Qian (敦谦沙洲) menjadi pusat patroli militer Tiongkok secara luas, terdiri dari 9 garis putus yang diakui internasional.
Dalam Dinasti Han (Han Barat & Timur tahun 206 SM – 220M), orang-orang Tiongkok telah menemukan kepulauan di Laut Tiongkok Selatan selama pelayaran/navigasi dalam melakukan pekerjaan pekerjaan mereka, dan memberi nama seperti apa yang disebutkan sekarang oleh orang Tiongkok : Laut Tiongkok Selatan (涨海/zhang hai atau laut pasang) dan pulau-pulaunya dengan “Qitou” (崎头).
Selama Diansti Sui (tahun Masehi 581 - 618) dan Tang (tahun 618 – 907), diberi nama “Jiaoshi Shan”( 焦石山/Gunung Cadas), “Xiangshi” (象石/Cadas Gajah)” and “Qizhou Sea (七州洋/Negeri Tujuh Lautan)”
Selama Dinasti Song (tahun 960 – 1279), orang Tiongkok baru mulai memnggunakan nama-nama tempat yang tepat seperti “Shitang” ( 石唐) dan “Changsha” (长沙) untuk merujuk kepada pulau-pulau di Laut Tiongkok Selatan dan perairan sekitarnya, yang menjadi wilayah tradisional untuk operasi kegiatan pekerjaan (nelayan dan pedagang) orang Tiongkok, sehingga wilayah ini menjadi area penting untuk pertahan maritim dan patroli.