Tapi dunia luar percaya bahwa AS tidak akan mampu menyaingi Rusia untuk penyediaan persenjataan Vietnam dalam waktu singkat. Karena selama ini yang memasok senjata Vietnam adalah Rusia, lebih dari 90% jet tempur, tank, pesawat transportasi dan kapal selam semua buatan Rusia.
Pemimpin editor Majalah Peneliti di Pusat Rusia untuk Analisis Strategi dan Teknologi dan Ekspor Voorzhenty (Ekpspor Senjata) percaya bahwa Moskow akan terus menjadi pemasok senjata utama Hanoi, karena anggaran militer Vietnam terbatas, dan teknologi serta perlatan Rusia 10 % hingga 15% lebih murah.
Namun masalah pelaksanaan sebenarnya tentang penjualan senjata jauh lebih banyak masalah daripada hal ini, AS dan Vietnam masing-masing memiliki pertimbangan sendiri.
Dari sudut pandang AS, hal ini pasti tidak ingin menjual senjata yang high-tek atau senjata yang mematikan kepada Vietnam. Tapi lebih bersedia menjual hanya berupa drone, radar berbasis pantai, dan hal-hal serupa untuk pertahanan dan pengitaian, terutama senjata dan peralatan yang digunakan untuk melaksanakan misi operasi pengumpulan informasi intelijen.
Jadi aspek pertama adalah semacam persenjataan dan peralatan yang tidak sangat sensitif, sehingga AS dapat menghindari untuk tidak terlalu memprovokasi Tiongkok. Aspek lainnya adalah jenis senjata dan peralatan yang tidak mengkhawatirkan bocornya teknologi militer high-end untuk Vietnam, terutama karena seperti kita ketahui hingga hari ini di Vietnam masih terdapat sejumlah besar teknisi militer Rusia yang aktif. Jika AS memperkeanankan senjata high-end ini maka rahasia teknologinya pada akhirnya akan berada ditangan Rusia, dan ini yang AS tidak kehendaki.
Seperti diketahui semua senjata yang dijual AS disertai dengan ketentuan tambahan. Misalnya mereka tidak boleh menggunakannya untuk pertempuran dengan negara-negara tertentu, dan pembatasan ini sangat jelas. Misalnya seandainya terjadi konflik maritim atau udara dengan Thailand, Singapura, atau Filipina, maka tidak diperboleh menggunakan senjata buatan Amerika, karena mereka ini semua sekutu AS. Pembatasan semacam ini akan dikenakan AS.
Selain itu, jika tidak setuju dengan pembatas demikian, maka akan diputus pemasokan suku cadangnya kelak, sehingga peralatan ini akan menjadi besi tua. Mungkin ini semua akan menjadi pertimbangan Vietnam, selain itu mereka harus memelihara hubungan jangka panjang sedikitnya 20 tahunan, jika tidak akan sulit untuk menggunakan persenjataan tersebut.
Melihat keadaan demikian, mengangksat embargo senjata terhadap Vietnam yang terlihat hanya sekedar simbolis ini, lalu masalah apa yang lebih praktis bagi AS sekarang ini?
Marvin Ott mantan dosen di Universitas Pertahanan Nasional AS mengatakan, Pentagon tampaknya melihat hanya ada satu negara yang dapat menjadi mitra militer dan memainkan peran kunci di Laut Tiongkok Selatan saat ini, maka negara itu adalah Vietnam.
Untuk kunjungan Obama di Vietnam, Gedung Putih mengatakan bahwa perjalanannya ini “tidak biasanya cukup lama.” The “Wall street Journal” juga memperhatikan bahwa presiden AS jarang menghabiskan tiga hari mengujnjungi suatu negara.
Dilemma Hubungan AS-Vietnam